[box type=”bio”] PENULIS : SANDRO WANGAK[/box]
“Saya perintahkan setiap Desa mengakomodir Program dan anggaran pada APBDesa dalam rangka penurunan angka Stunting, jika tidak dilakukan maka akan dipotong alokasi anggaran Desanya, sedangkan bagi Desa yang mampu menurunkan angka Stunting maka ADD akan dinaikkan di TA 2020 sebagai bentuk reward” Eliazer Yentji Sunur.
suluhnusa.com – Stunting atau masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang lama serta mempengaruhi pertumbuhan sejak bayi, mulai menjadi perhatian serius Pemkab Lembata untuk ditangani karena berkontribusi mengancam pertumbuhan kualitas SDM masyarakat Lembata kedepan.
Hingga Mei 2019 tercatat 1.915 Balita di Lembata yang tersebar di 9 Kecamatan menderita gagal tumbuh atau penderita stunting dan diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat jika tidak dibarengi dengan upaya pencegahan sejak dini yang dimulai dari dalam keluarga.
Guna percepatan penurunan Stunting di Kabupaten Lembata, Senin (1/7/2019) digelar Rembuk Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten Lembata yang berlangsung di aula Kopdit Ankara, dihadiri Camat, Kepala Desa, Bidan Desa, Kader Posyandu dan Tenaga Pengelola Gizi Puskesmas se-Kabupaten Lembata.
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata per Mei 2019, dari 10.348 balita, sebanyak 1.915 atau sebesar 18,51% masuk kategori Stunting. Kecamatan Nagawutung menyumbang persentase paling tinggi diikuti Kecamatan Ile Ape Timur. Persentase terendah berasal dari Kecamatan Omesuri disusul Kecamatan Lebatukan.
Adapun rinciannya sebagai berikut, Kecamatan Nagawutung (jumlah Balita 548; Stunting 372) atau 67,88%, Kecamatan Ile Ape Timur (jumlah Balita 404; Stunting 163) atau 40,35%, Kecamatan Buyasuri (jumlah Balita 1.735; Stunting 458) atau 26,40%, Kecamatan Wulandoni (jumlah Balita 633; Stunting 159) atau 25,12%, Kecamatan Ile Ape (jumlah Balita 730; Stunting 130) atau 17,81%, Kecamatan Nubatukan (jumlah Balita 3.082; Stunting 402) atau 13,04%, Kecamatan Atadei (jumlah Balita 804; Stunting 89) atau 11,07%, Kecamatan Lebatukan (jumlah Balita 784; Stunting 55) atau 7,02% dan Kecamatan Omesuri (jumlah Balita 1.628; Stunting 87) atau sebesar 5,34%.
Bupati Lembata Eliazer Yentji Sunur, dalam sambutannya menyatakan penanganan stunting di Lembata menjadi perhatian yang sangat serius dan upaya penanganannya tidak main-main dilakukan oleh Pemerintah karena berpengaruh terhadap kualitas SDM.
“Kita Perlu memutus mata rantai Stunting yang terjadi melalui penguatan kerjasama lintas Desa atau antara Desa dengan OPD. Para Camat agar menyampaikan kepada semua Kepala Desa di wilayahnya agar APBDesa disesuaikan sehingga sinergi dengan program Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Pusat”, tegas Eliazer Yentji Sunur
Lebih lanjut Sunur memerintahkan semua kepala desa di Kabupaten Lembata untuk menganggarkan dana melalui Dana Desa untuk menangani stunting yang terjadi di wilayah desa masing masing.
“Saya perintahkan setiap Desa mengakomodir Program dan anggaran pada APBDesa dalam rangka penurunan angka Stunting, jika tidak dilakukan maka akan dipotong alokasi anggaran Desanya, sedangkan bagi Desa yang mampu menurunkan angka Stunting maka ADD akan dinaikkan di TA 2020 sebagai bentuk reward” ujarnya.
Ultimatum Bupati Lembata kepada para Kepala Desa patut diapresiasi, namun masyarakat Desa perlu memantau seberapa efektif program tersebut dijalankan oleh pemerintah Desanya dalam kolaborasi bersama tenaga kesehatan Desa, TP PKK dan Kader Posyandu yang ada diwilayah.
Dalam kegiatan tersebut, Bupati Lembata juga menandatangani Deklarasi Gerakan percepatan dan penurunan Stunting yang diikuti seluruh Pimpinan OPD dengan menyatakan siap menggalakan seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat, memenuhi kebutuhan bumil dan balita, Memastikan setiap bayi mendapatkan ASI ekslusif dan ASI lanjutan hingga berusia 2 Tahun, serta memantau tumbuh kembang anak dan pemberian imunisasi dasar lengkap di Kabupaten Lembata.***