Pilkada 2015 dan Problem Partisipasi

Kini hajatan Pilkada serentak 2015 menjadi buah bibir masyarakat. Mulai dari masyarakat akar rumput (grass root) hingga para elite politik dan ekonomi, semua membicarakan proses dan tahapan pilkada. Sebagai warga negara, setiap orang memiliki kepentingan dalam Pilkada ini. Secara umum, Pilkada hendaknya membuahkan perubahan dan perbaikan nasib rakyat lebih sejahtera.

Bagi masyarakat, Pilkada berarti mencari dan memilih pemimpin yang benar-benar memperhatikan kepentingan masyarakat. Rakyat menghendaki pemimpin yang terpilih dapat membawa perubahan yang signifikan. Kesejahteraan dan akses yang sama pada sektor ekonomi dan politik menjadi harapan bersama masyarakat.

Tetapi, bagi para elite politik dan ekonomi, Pilkada berarti rotasi formasi kekuasaan politik dan ekonomi. Para elite politik memiliki kepentingan untuk mempertahankan dan atau merebut kekuasaan. Liontin dalam rantai Pilkada adalah kekuasaan an sich. Oleh karena itu, Pilkada tanpa membicarakan kekuasaan adalah sebuah narasi kosong.

Kembali Ke Demokrasi
Kekuasaan menjadi tema sentral pilkada. Setiap manuever politik adalah strategi dan taktik untuk memegang kekuasaan. Bagi para elite, politik seharusnya tidak boleh renggang dan lengang dari cengkraman para elite tersebut. Artinya, kehilangan kontrol atas kekuasaan akan mengacam posisi strategis para elite itu. Sebab, elite dengan kekuasaan menentukan akses politik dan ekonomi.

Akan tetapi, keranjingan elite akan kekuasaan seringkali menyisahkan rakyat sebagai korban politik Pilkada. Untuk setumpuk kekuasaan, pilu rakyat begitu dekat dengan telinga elit politik. Derita rakyat begitu dekat dengan elite politik. Elite politik seakan menjadi “ratu adil” yang datang membawa harapan bagi rakyat. Akan tetapi semua itu hanya terjadi demi kepentingan kemenangan dalam Pilkada. Kelangsungan nasib rakyat akan tetap absent dari perhatian elite manakala event politik Pilkada selesai.

Tentu, masyarakat tidak berharap langgam elite politik seperti itu, hanya terasa dekat saat menjelang Pilkada. Kedekatan para elite politik dengan rakyat adalah sebuah keharusan. Sebab, per definitionem demokrasi politik adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi politik lokal pun tidak hanya berhenti pada “dari rakyat dan oleh rakyat”, tetapi juga harus “untuk rakyat”. Demokrasi politik lokal, dalam hal ini Pilkada, akan terasa hambar manakala unsur demokrasi “untuk rakyat” kian terkorosi.

Partisipasi
Pelibatan masyarakat dalam proses Pilkada merupakan sebuah keniscayaan politik. Melibatkan masyarakat dalam Pilkada tidak berarti mendikte dan “mendoktrin” untuk memupuk fanatisme pendukung. Fanatisme dukungan hanya akan melahirkan politik minus etika politik. Seringkali etika politik akan beku ketika dihadapkan pada fantisme politik. Akibatnya, fanatisme politik akan sangat dekat dengan destruksi politik.

Demokrasi politik yang partisipatif seharusnya tidak boleh terjerumus pada fanatisme politik. Dalam konteks politik Pilkada, demokrasi partisipatif seharusnya berkenaan dengan menjaga kondisi baik dan kondusif dalam setiap proses dan tahapan Pilkada. Memang, mengutip Joseph A. Scumpeter, “participation has no special and central role”. All that is entailed is that enough citizens participate to keep the electoral machinary-the institutional arrangements-working satisfactory (Ricardo Blauf dan John Schwarzmantel, eds, 1988, hal. 489). Tetapi, demokrasi tidak berhenti kepuasan “tertib-administrasi” politik dalam Pilkada. Kareanya, Pilkada harus berarti demokratisasi politik yang partisipatif untuk mencapai tujuan bersama.

Demokrasi adalah energetic way of life yang ditandai oleh dorongan untuk mencapai tujuan bersama. Demokrasi politik tidak hanya berhenti pada pencapaian tampuk kekuasaan saja, melainkan dorongan untuk mencapai kesejahteraan bersama yang adil dan merata. Dalam konteks Pilkada, cita-cita kesejateraan itu termanifestasi dalam visi dan misi setiap kandidat. Membaca dan mencermati visi dan misi tersebut merupakan tindakan partisipatif masyarakat untuk memilih pemimpin yang sesuai. Setidaknya, masyarakat pemilih dapat menentukan pilihannya secara rasional.

Atas pilihan itulah relasi rakyat dan pemimpin ditentukan. Pilihan rakyat akan menentukan skema kebijakan yang akan diambil oleh pemimpin terpilih. Kesejahteraan dan keadilan bersama sangat ditentukan oleh pemimpin yang terpilih secara demokratis. Sebab, demokrasi merupakan special type of government yang memungkinkan setiap masyarakat dapat menikmati isonomia, yakni setiap orang dalam berbicara dan bebas dalam memerintah dan diperintah (rule and be ruled).

Oleh karena itu, berpartisipasi dalam proses Pilkada adalah mengambil bagian dalam menjaga kondisi yang kondusif dalam setiap proses dan tahapan Pilkada. Selain itu, masyarakat perlu bersama-sama lembaga-lembaga penyelenggara Pilkada (KPUD dan Panwas Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati) mengawasi setiap proses dan tahapan Pilkada. Prinsipnya, serva ordinem et ordo servabit te: bila kita melayani aturan, maka aturan akan kita.

Alfred Tuname
2015 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *