SULUH NUSA, LEMBATA – ITIKAD baik dari pihak Sekolah Menengah Pertama St. Pius X Lewoleba, dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan memfasilitasi pembelian buku pelajaran terbitan Erlangga menuai polemik.
Polemik ini muncul ketika pihak SMP St. Pius Lewoleba saat pembagian buku raport pendidikan, Sabtu, 18 Juni 2022, mengeluarkan surat kepada orangtua wali murid untuk membeli buku pelajaran terbitan Erlangga untuk 11 (sebelas) mata pelajaran.
Surat kepada orangtua wali murid ini disampaikan secara langsung oleh Kepala SMPK St. Pius Lewoleba, Sr. Merry Grace, CB, dengan penjelasan secara terperinci bahwa pihak SMPK St. Pius X Lewoleba, hanya memfasilitasi penerbit Erlangga, bukan menjual buku pelajaran.
“Ya kami pihak sekolah memang mengeluarkan surat itu kepada orang tua wali murid saat pembagian buku raport pendidikan untuk anak kelas VII dan VIII. Surat itu bukan surat jual beli buku karena dalam penjelasan, saya tidak mewajibkan orang tua untuk membeli buku pelajaran tersebut, ” Jelas Suster Merry kepada wartawan di ruangan kerjanya, Sabtu, 18 Juni 2022 petang.
Lebih jauh Suster Merry mengungkapkan, surat yang dikeluarkan oleh pihaknya hanya memuat harga buku sesuai katalog yang dikeluarkan oleh Penerbit Erlangga, kebetulan buku sudah ada disekolah sehingga kalau dibeli melalui sekolah, orang tua terbantu dengan tidak dikenakan biaya pengiriman.
“Kita hanya membantu. Karena kalau mereka beli langsung di Erlangga, pasti dikenakan ongkos pengiriman. Dan itu tidak wajib. Orangtua dipersilakan membeli secara sukarela buku buku pelajaran tersebut sesuai kebutuhan anaknya. Tidak beli juga tidak masalah, itu menjadi hak orang tua,” Tutur Suster Merry Grace.
Menurut Suster Merry, pihak SMPK St. Pius Lewoleba bukan baru pertama kali memfasilitasi Penerbit Erlangga. Tahun 2022 ini yang kedua kalinya, sejak kerjasama pertama kali tahun 2020.
Ketika disinggung terkait, adanya pungli dari SMPK St. Pius X Lewoleba, Suster Merry membantah dengan tegas sebab tidak ada pungutan yang mengungtungkan pihak sekolah.
“Tidak benar kalau kebijakan itu dianggap pungli. Kebijakan ini hanya tawaran. Bukan mewajibkan orangtua. Saya sendiri yang menyampaikan dalam rapat pembagian buku rapor dan juga melalui wali kelas masing masing. Informasinya sama. Bukan pungutan liar. Tidak wajib dan bersifat sukarela sesuai kebutuhan anak menurut orang tua. Dan saat kami memberikan penjelasan, Tidak ada orangtua yang protes atau keberatan.Tidak ada keberatan dari para orangtua siswa,” Tegas Suster Merry.
Dia menyayangkan masih ada pihak pihak tertentu yang menilai pihaknya melakukan pungli atau mengeluarkan kebijakan yang memberatkan orangtua.
Menyinggung terkait penggunaan dana BOS dalam pembelian buku, Suster Merry secara terperinci menjelaskan, tahun pelajaran 2021/2022 jumlah siswa keseluruhan sebanyak 525 siswa. Dan menamatkan 156 siswa. Satu orang siswa sesuai keputusan pemerintah pusat dibiayai Rp. 1.160.000 per siswa.
Dari besarnya dana bos per siswa itu, pihaknya langsung mengalokasikan untuk uang sekolah siswa. Sedangkan 20 persen untuk pengadaan buku sudah ditetapkan pemerintah pusat.
“Dana BOS itu kami pake untuk beli buku sesuai juklak dan juknis dana BOS yakni membeli kamus bahasa Inggris, kamus bahasa Indonesia, ensiklopedia, AKM karena masuk dalam Zona A5. Dengan range harga yang sudah ditetapkan dari pemerintah pusat, ” Ungkapnya.
Sedangkan dana BOS tidak bisa digunakan untuk membeli buku terbitan Erlangga karena tidak masuk dalam aturan pemerintah pusat. Buku buku terbitan Erlangga sesuai range harga tidak masuk dalam skema zona A5.
Suster Merry berharap jika orangtua belum memahami dengan jelas terkait kebijakan apapun bukan hanya tentang buku pihak sekolah seperti biasa terbuka menerima masukan secara langsung. +++sandrowangak
Hal positif biasanya mengandung banyak polemik,,, tentunya pihak sekolah sudah mempertimbangkan sebaik mungkin. Yang harus di sadari orang tua adalah hari ini anak2 sudah kehilangan budaya literasi membaca akibat lebih cenderung menggunakan android. Android memberi banyak dampak negatif tetapi buku tentunya tidak. Salam.( Pengajar SMK ILE LEWOTOLOK)
Perlu tambahan klarifikasi dari Pihak Sekolah, apakah isi/konten dalam Buku yang ditawarkan ini sama/sesuai dengan Buku Head Kemdikbud atau tidak. Kalau sama maka yang nampak adalah Pihak sekolah membebankan kewajibannya kepada orangtua. Jika berbeda maka Buku yang ditawarkan adalah sekedar Buku Referensi yang membantu siswa memahami materi yang termuat dalam Buku Head Kemdikbud (Sumber Utama).
Saya katakan demikian dikarenakan Buku Head dari Kementerian menjadi kewajiban sekolah untuk mengadakannya, dan ini termuat jelas dalam juknis BOS setiap tahunnya. Kebijakan ini dikeluarkan pemerintah agar setiap anak memiliki buku (sumber belajar) yang sama (1 anak 1 buku). Sekolah yang harus mengadakannya sesuai dengan jumlah siswa tiap jenjang/kelasnya. dan jika jumlah buku head sudah memenuhi/melebihi jumlah siswa maka anggaran tersebut dapat digunakan untuk pengadaan buku referensi lainnya (Kamus, ensiklopedia, bahan bacaan lainnya). Ini yang mesti ditambahkan dalam klarifikasi Suster Kepala Sekolah……Terima Kasih…..
Berpikirlah positif akan persoalan ini. Semuanya baik, tapi pihak sekolah harus pertimbangkan kemampuan finansial setiap ortu peserta didik. Pemerintah sudah maksimal terkait persoalan ini dengan gelontoran Dana BOS. Semua pihak harus saling memahami…mudah mudahan tidak ada dusta diantara para pihak yg berkepentingan.