suluhnusa.com_Guru harus mampu untuk menjadi penuntun yang baik, penuntun yang baik tidak saja mengajar di kelas yang baik tetapi juga sikap yang baik.
Pendidikan profesi berarti pendidikan sumpah. Sumpah dihadapan umum untuk mengabdi dan yang menjadi saksi atas sumpah itu adalah Tuhan dan publik. Guru harus berbicara yang benar dan melakukan yang benar pula dan siap menanggung resiko dari sumpah itu.
Hal ini diungkapkan oleh Romo Dr. Octo Naif, Pr selaku pemateri pada kegiatan kerohanian (Baca: Rekoleksi) bagi Guru-guru muda Katolik yang sedang melaksanakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana (UNDANA) Kupang.
Ia mengatakan bahwa, anak-anak zaman sekarang membaca bukan lagi hal yang menarik tetapi kecendrungan mereka lebih suka melihat atau menonton. Untuk itu guru harus memiliki kreatifitas agar peserta didik memiliki niat dan semangat untuk membaca.
Kegiatan kerohanian ini, merupakan kegiataan rutin dilakukan setiap bulan, dengan pemilihan tempat dan pemateri yang berbeda. kegiatan rekoleksi kali ini terlaksana pada Minggu 6 Juli 2014 di Pantai Lasiana Kelurahan Oesapa Kota Kupang, yang berlangsung dari Pagi jam 08.00 Witeng hingga berakhir pada pukul 14.00.
Sekitar 60 (enam puluh) orang guru Muda Katolik yang sedang melaksanakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana (UNDANA) Kupang terlibat dalam kegiataan ini.
Guru –guru Muda Katolik yang sedang melaksanakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana (UNDANA) Kupang, saat ini tinggal bersama di asrama Rumah Susun Mahasiswa Undana (RUSUNAWA) Kupang di Kompleks Kampus Undana Kupang. Karena terlokalisir pada satu tempat tinggal maka untuk menggelar sebuah kegiataan, semuanya bisa terhimpun baik dan terlibat aktif.
Laurensius G. Habur, S.Pd yang dipercayakan selaku koordinator kegiatan rekoleksi tersebut, dalam sapaan awalnya mengatakan bahwa, Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu sikap untuk menjawab tuntutan menjadi guru profesional.
Sebagai guru katolik, kita harus berupaya untuk menjadi profesional bukan hanya dalam mengajar tetapi juga kita harus profesional dalam hal iman.
“Tujuannya apa, Tujuannya agar peserta didik yang kita ajar tidak saja mendapatkan teori tetapi juga mendapatkan iman yang baru melalui sikap guru yang diguguh dan ditiru oleh peserta didik”, ungkap Laurensius.
Pada bagian lain sebagai pemateri pada kegiatan itu, Romo Dr. Octo, Pr yang kesehariannya sebagai pastor di seminari St. Mikhael Kupang juga Dosen Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang mengatakan bahwa Guru berarti orang tua, menggendong yang muda.
Artinya, guru harus mampu untuk menjadi penuntun yang baik, penuntun yang baik tidak saja mengajar di kelas yang baik tetapi juga sikap yang baik, agar peserta didik mampu menjadi pribadi yang baik pula.
Lanjut Romo Octo, Pr. Yang menguasai tujuh bahasa internasional ini menyatakan bahwa, pendidikan profesi berarti pendidikan sumpah. Sumpah dihadapan umum untuk mengabdi dan yang menjadi saksi atas sumpah itu adalah Tuhan dan publik.
Guru harus berbicara yang benar dan melakukan yang benar pula dan siap menanggung resiko dari sumpah itu, ungkapnya. Syarat untuk menjadi guru yang benar dan profesional dalam iman katolik menurut Romo Octo adalah guru harusbekerja keras, bekerja cerdas, bekerja ikhlas, bekerja tuntas, dan bekerja kualitas.
Sementara itu, Agnes Nari, S.Pd salah satu peserta kegiatan rekoleksi mengatakan bahwa kegiatan rekoleksi sangat penting dan bermanfaat untuk guru-guru muda katolik.
“Menurut saya kegiataan ini sangat penting untuk guru – guru muda katolik. Karena kegiatan ini mengajak kita bagaimana iman dan ilmu harus dijalani bersama-sama” kata Agnes. (agustinus baptista tanggur)