suluhnusa.com – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam wadah Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Lembata (AMPPERA) Kupang kembali turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi mengusut ambruknya oprid jembatan Waima yang menghubungkan dua Kecamatan di Kabupaten Lembata yakni Kecamatan Nagawutung dan Kecamatan Nubatukan.
Jembatan yang baru selesai dibangun empat bulan yang lalu terkesan dipaksakan pembangunannya tanpa mengindahkan berebagi aspek diantaranya kajian teknis sesuai kondisi alam.
Pihak kontaktor pelaksana terkesan mengabaikan bebagai aspek, sehingga ada dugaan mark up dalam pelaksaan proyek ini.
AMPPERA Kupang untuk yang kedua kalinya turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa sebagai bentuk protes atas kegagalan Pemerintah Lembata dan elemen terkait sebagai penanggung jawab pembangunan jembatan Waima.
Aksi ini berlangsung di Jalan El Tari, depan Rumah Jabatan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Senin (10/12/2018) sekiar jam 10.30 Wita, dengan tujuan ke Kantor Gubenur NTT.
Koordinator Umum AMPPERA Kupang, Emanuel Boli mengatakan, Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata dan elemen terkait proyek pembangunan jembatan Waima terkesan mengangkangi Peraturan Presiden No. 16 Nomor Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa,” terang pria akrab disapa Soman Labaona.
Boli juga membantah pernyataannya Bupati Lembata, Yance Sunur bahwa ambruknya oprid Jembatan Waima akibat becana banjir.
“Itu bukan bencana banjir, melainkan kegagalan konstruksi proyek jembatan Waima,” tegasnya.
Ada sejumlah pasal-pasal yang diduga dilanggar oleh Pemda Lembata dan elemen terkait Proyek Jembatan Waima: Pasal 4 a : Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk: a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia; Pasal 5 b : Melaksanakan pengadaan barang/jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif; Pasal 6 c dan d . transparan; terbuka;
Menurut AMPPERA Kupang, pasal-pasal tersebut di atas dilanggar oleh Pemda Lembata dan kontraktor karena selama pengerjaan jembatan Waima, tidak dipasang papan proyek sebagai informasi publik. Pemda Lembata dan kontraktor mengabaikan asas transparansi. Ada apa?
Selain itu, di dalam LPSE Kabupaten Lembata (Layanan Pengadaan Secara Elektronik), Proyek Jembatan Waima tidak dicantumkan.
Sehingga, menurut Koordinator Lapangan, AMPPERA Kupang, Ibnu Rifai, Pemda Lembata dalam hal ini Kadis PU diduga melanggar UU No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik,” tutur aktivis GMNI Kupang ini.
Sedangkan pada pasal Pasal 39: (1) Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan: a. Sistem Nilai; b. Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis; atau c. Harga Terendah. (2) Metode evaluasi Sistem Nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan penilaian teknis dan harga.
(3) Metode evaluasi Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan faktor umur ekonomis, harga, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan nilai sisa dalam jangka waktu operasi tertentu. (4) Metode evaluasi Harga Terendah digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal harga menjadi dasar penetapan pemenang di antara penawaran yang memenuhi persyaratan teknis.
Ironisnya, di pasal 39 menunjukan kegagalan total Pemda Lembata dalam hal ini Kadis PU dan pihak kontraktor sebagaimana temuat dalam ayat 1 poin b dan ayat 3.
Sementara itu, dalam orasinya, Raymundus Lima Tedemaking menuturkan, ambruknya oprid jembatan itu akibat ada kelalaian dalam pengawasan sehingga gagal konstruksi yang berakibat ambruknya jembatan tersebut.
“Kalau perencanaan dan pengawasan dilakukan dengan maksimal, jelas tidak akan terjadi . Mengingat dalam urusan proyek konstruksi ada namanya pengawas lapangan, konsultan dan pengawas proyek. Sehingga kami menduga adanya penyelewengan anggaran Pembangunan Jembatan Kali Waima tersebut,” tutur mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana tersebut.
Oleh karena itu Pemda Lembata dalam hal ini dinas PU dan Pihak Kontraktor harus bertanggung jawab atas Kegagalan konstruksi bangunan jembatan Kali WAIMA karena melanggar Undang-undang jasa konstruksi nomor 02 tahun 2017,” tandasnya. ***
sisko hugu