suluhnusa.com – Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata, NTT berkomitmen menggagas sister city, ruma singgah dan membangun balai latihan kerja. Pun berjanji akan membangun kantor Imigrasi di Kota Lewoleba. Semua ini sebaai bentuk dukungan terhadap perlindungan buruh migran asal Lembata dan Flores Timur.
Hal ini disampaikan Wakil Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday menanggapi laporan hasil meeting Komite Pekerja Migran PBB, delegasi Indonesia asal Lembata Kor Sakeng yang mengikuti prvate meeting di Genewa awal September lalu.
Menurut untuk mereplikasi program Desa Buruh Migran, mendirikan kantor Imigrasi, membangun Balai Latihan Kerja (BLK), menggagas kerjasama sister city dan rumah singgah untuk membantu warga Lembata yang hendak mencari kerja ke Luar Negeri. Komitmen tersebut disampaikan pemerintah Lembata yang telah memiliki Perda nomor 20 Tahun 2015 tentang Perlindungan Buruh Migran.
Langoday mengungkapkan pihaknya berkomitmen menghadirkan kantor imigrasi di Lembata, sebab hal itu akan mendatangkan PAD yang besar bagi daerah ketika para Buruh Migran ini mengurus Paspor di kantor Imigrasi Lembata dan juga bisa menekan biaya tambahan dalam melakukan semua urusan keimigrasian.
“Menurut data, hampir 4000-7000 orang Lembata ada di Luar Negeri. Itu berarti hampir setiap hari orang Lembata butuh pasport. Kalau sekali mengurus pasport dikali 500 ribu, maka sekitar 20 miliar uang Kita melayang-layang di Maumere, Kupang dan Nunukan. Kalau kantor imigrasi sudah ada di Lembata, PAD kitapun bisa berlipat ganda,” ujar Wabup Langoday.
Sayangnya, komitmen positif yang disampaikan Pemerintah Kabupaten Lembata itu belum masuk dalam perencanaan RPJMD Lembata 2017-2022. Belum terkoneksinya komitmen DPRD, Pemerintah dan YKS, disebut sebagai penyebab mandat Perda Buruh Migran itu belum dilaksanakan Pemda Lembata dalam Tahun Anggaran 2018 mendatang.
“Pemerintah Kabupaten Lembata memberi apresiasi atas perjuangan YKS yang tiada henti, memperjuangkan hak-hak buruh migran sampai ke PBB. Setelah Lembata masuk dalam konvensi PBB, pertanyaannya kita harus buat apa. Kalau rekomendasi Palm tentang replikasi Desa Buruh Migran (Desbumi) belum conect komunikasi Dewan, Pemda dan YKS,” ujar Wakil Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday, dalam jumpa pers bersama Yayasan Kesehatan Untuk Semua (YKS), Minggu (24/9) di Nugu Terpadu, Desa Muruona, Ile Ape.
Menurut Wakil Bupati Lembata, belum masuknya mandat yang tertuang dalam Perda nomor 20 Tahun 2015, disebabkan waktu untuk memasukan sejumlah langkah strategis perlindungan buruh migran Lembata itu ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022.
“Kendalanya timing, peran DPRD dan Pemerintah terkait proses penyesuaian mandat Perda itu kedalam RPJMD 2017-2022. Idenya telat masuk. Saya berharap kita pahami mekanisme pengajuan program kerja dengan serangkaian tahapan kerja pemerintah. Tetapi kedepan OPD terkait harus bisa memastikan berapa desa lagi di Lembata ditetapkan sebagai Desbumi. Kalau sekarang Desbumi hanya ada di dua Kecamatan, kedepan pemerintah harus komit ekspansi ke Kecamatan lain,” ujar Wabup Langoday.
Sementara itu, Corvandus Sakeng, Koordinator Program YKS menyatakan, kehadiran YKS dalam ajang sidang sesi 27 pekerja Migrant PBB (UN Committe on migrant workers, di Jenewa (4-6 september 2017 adalah bentuk legitmasi atas capaian daerah. Bahkan, capaian itu tertuang dalam laporan pemerintah Indonesia, Laporan masyarakat sipil dan tereksplorasi secara kusus dalam privat meeting dengan komisioner komite migrant workers PBB, di ruang komite MW PBB kantor Wilzon Jenewa.
“Artinya Lembata sebagai sebuah kabupaten basis TKI, memiliki satu langkah maju dari kabupaten lain di Indonesia dalam konteks perlindungan TKI dan keluarga. Karena itu, Pemkab Lembata perlu melaksanakan mandat Perda 20 thn 2015, mulai perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi capaian. Pemkan Lembata juga perlu memperluas Desa Buruh migran, sister city atau ruah singgah, membangun kantor imigrasi, serta melaksanakan rekomendasi komite migrant workers PBB dari hasil sidang sesi 27 di Jenewa Switzerland, kepada pemerintah Indonesia. Rekomendasi itu tertuang dalam matrix rekomendasi yang dapat menjadi rujukan pemda Lembata dalam tata kelola perlindungan TKI dan keluarga,” ujar Kor Sakeng.
[sandrowangak]