
SULUH NUSA, LEMBATA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan calon bupati dan wakil bupati Lembata periode 2024–2029 dengan komposisi nomor urut 1, Yeremias Ronaldi Sunur – Lukas Lipataman (Lemabata Jaya), Nomor urut 2, Thomas Ola – Gaudensius Mado Huar Noning (Tol Gas), Nomor urut 3, Vianney K. Burin– Paulus Doni Ruing ( Paket 7 Maret), Nomor urut 4, P. Kanisius Tuaq – Muhamad Nasir (Tunas), Nomor urut 5, Marsianus Jawa – Paskalis Laba (Manis), Nomor urut 6, Simeon Lake – Marsianus Zada Ua (Salam).
Fenomena politik Lembata di enam hari menuju Hari Pencoblosan sulit digeser ke debat programatik. Alih-alih mengupayakan perdebatan programatik, pelaku politik dan masyarakat cenderung lebih mengoperasikan politik ego wilayah.
Demikianlah logika kekuasaan bekerja. Pelaku politik dan pemilih akan melihat potensi politik yang lebih menguntungkan kandidatnya. Dan, lagi-lagi, seperti Pilkada tahun 2017 yang lalu, berdasarkan situasi terkini, potensi kemenangan masih dipercaya, setidaknya dari perkembangan ruang publik facebook, dapat diraih dengan politik ego wilayah. Selatan bersatu, Uyelewun Raya bersatu, Ile Ape bersatu dan seterusnya. Diksi-diksi ini populer di media sosial facebook, bahkan jauh sebelum KPU menetapkan komposisi Paslon. Baik melalui postingan di beranda pribadi atau pun di grup facebook Bicara Lembata New.
Jika dilihat dari komposisi Paslon, politik ego wilayah akan menguntungkan tiga Paslon, antara lain Paslon Tunas, Paslon Tol-Gas, dan Paslon Salam. Kanisius Tuaq dan Simeon Lake sebagai putra Kedang, dan Thomas Ola, sebagai satunya-satunya kandidat dari tanah Ile Apin Tawa (Ile Ape). Secara historis, politik ego wilayah dengan narasi-narasi identitas justru telah dipraktikan pada Pilkada Lembata sebelumnya.
Masih segar dalam ingatan publik tentang Pilkada sebelumnya dimana secara meyakinkan komunikasi politik Kedang bodo bajong wato (kedang bodo dayung batu) dan sampai kucing bertanduk orang Kedang tidak mungkin jadi Bupati “dimainkan” sebagai komunikasi politik untuk menyatukan Uyelewun Raya.
Walaupun hanya sebagai peranakan Cina-Kedang, komunikasi politik Timses EYS “Kedang bodo bajong wato dan sampai kucing bertanduk orang Kedang tidak bakal jadi Bupati” rasanya terlalu kuat untuk melihat EYS sebagai peranakan Cina-Kedang. Riwayat soliditas Uyelewun raya itu berkali-kali muncul dan sulit ditepis karena ada fakta kemenangan politik dengan pendekatan komunikasi itu masih terus dibicarakan di media sosial.
Potensi Kemenangan dan Kemampuan Finansial
Dari ketiga Paslon yang mengemuka, jika diukur dari kemampuan politik Timsesnya, maka peluang itu terbuka ada di Kanisius Tuaq. Kedigdayaan Timses Paslon Tunas pada tanggal 16 November di Lewoleba kembali mengingatkan memori Uyelewun Raya atas kemenangan EYS di Pilkada 2017 lalu. Media lembatanews.id menyebutkan pendukung Tunas yang mengikuti kampanye adalah sebanyak 15 ribu orang.
Namun, di sisi yang lain, posisi Thomas Ola sebagai satu-satunya putra Ile Ape yang bertarung pada Pilkada Lembata 2024 juga perlu dilihat sebagai sebuah potensi kemenangan dalam perspektif politik ego wilayah ini.
Posisi Gaudensius Mado Huar Noning sebagai putra “Selatan” (istilah untuk menjelaskan wilayah politik Kecamatan Nubatukan pedalaman, Atadei, Nagawutung dan Wulandoni) memungkinkan Paslon Tol Gas punya peluang yang tak bisa dilihat dengan sebelah mata. Tol Gas sepertinya akan berpeluang.
Mobilisasi politik dan penguatan tim tentu membutuhkan uang politik. Kemampuan finansial Paslon juga menjadi faktor berarti. Jika dilihat dari postur Timses Paslon, kemampuan ekonomi tim justru ada di Paslon yang didukung oleh pengusaha bermodal besar seperti Manis dan Lembata Jaya. Tetapi apakah faktor itu akan dapat dimaksimalisasi untuk kemenangan? Mari kita lihat.
Pengorganisasian kekuatan politik dapat diukur dari kemampuan memobilisasi tim pada momentum kampanye akbar. Namun, dari yang terbaca di lapangan, kemampuan keuangan justru tidak berbanding lurus dengan kemampuan mobilisasi politik.
Praktik Oligarki dan Memori Politik Rakyat Lembata
Dominasi pebisnis di lingkaran mendiang EYS pada kepemimpinan sebelumnya berbanding lurus dengan tidak beroperasinya Badan Usaha Milik Daerah, tumbuhnya ekosistem pembangunan dari pelaku usaha mikro dan kontraktor lokal di desa-desa di Lembata.
Sudah menjadi rahasia umum jika kepemimpinan politik Lembata sebelumnya telah membuat kaum tani di Lembata tak berdaulat atas harga. Peran pemerintah di era sebelumnya pun tak terlihat mengambil posisi mendukung petani dan pengusaha kecil di desa. Badan Usaha Milik Daerah juga tak pernah beroperasi.
Proyek-proyek pembangunan yang dikerjakan orang-orang di lingkaran kekuasaan EYS kemudian menuai problem. Proyek Awololong, Jembatan Waima dan sekian banyak problem pembangunan infrastuktur yang ditinggalkan EYS dapat dilihat dimana-mana. Pengalaman historis terhadap kepemimpinan politik EYS dan praktik oligarki tidak lagi dilihat secara jernih oleh masyarakat pemilih.
Paslon nomor urut 1, Lembata Jaya, walau pun telah berupaya menepis diskursus publik yang menudingnya sebagai bagian atau setidaknya cerminan dari pemerintahan sebelumnya, namun keberadaan beberapa pengusaha bermodal besar yang mendukung EYS di periode sebelumnya terus dikait-kaitkan dengan Paslon nomor urut 1 itu.
Hal serupa juga dialami oleh Paslon Manis. Tuduhan-tudahan publik dan lawan politik tentang posisinya yang didukung pengusaha bermodal besar peninggalan EYS juga terus saja mengalir.
Memori terhadap olirgarki di masa EYS suka tidak suka, turut melemahkan posisi Manis dan Lembata Jaya. Bahkan, seperti sudah jatuh tertimpa tangga, beberapa hari jelang Pilkada, Partai Demokrat Lembata yang mendukung Manis didera konfilk internal. Kabarnya, konflik tersebut terjadi akibat dukungan politik Sekretaris Demokrat Lembata yang justru membawa gerbongnya mendukung Tunas.
Fakta ini semakin menguatkan pembacaan bahwa politik ego wilayah memang masih berlanjut sejak Pilkada 2017. Dan karena itu, walaupun komposisi politiknya sedikit berbeda, namun kesimpulan sementaranya masih sama, bahwa Paslon yang berpeluang menang adalah Paslon yang memiliki basis tradisional dan tidak berkoalisi dengan pengusaha bermodal besar di lingakaran pemerintahan hasil Pilkada pada periode sebelumnya.+++
***Warga Lembata yang sedang merantau