SULUH NUSA, KUPANG – Setiap manusia bahkan setiap makhluk hidup pasti memiliki kebutuhan dasar, diantaranya kebutuhan terhadap pangan.
Beragam cara manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan atas pangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung manusia dapat bercocok tanam, beternak serta menangkap ikan dan hasil laut lainnya. Secara tidak langsung dengan mencari akses terhadap kebutuhan pangan seperti pasar produk hasil pertanian (secara umum) untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut.
Sedemikian pentingnya pangan bagi manusia diakui negara bahwa urusan pangan merupakan urusan wajib. Ketahanan pangan suatu negara akan menjadi salah satu indikator dari kedaulatan negara itu sendiri.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
Selaras dengan itu, FAO menyebutkan bahwa kondisi ketahanan pangan harus memenuhi 4 (empat) komponen, yaitu : 1) Kecukupan ketersediaan bahan pangan, 2) Stabilitas ketersediaan bahan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, 3) Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap bahan pangan, dan 4) Kualitas/keamanan bahan pangan yang digunakan.
Sumber pangan tidak melulu dari pola konvensional yang membutuhkan lahan yang luas. Akan tetapi, dapat juga adaptif dengan kehidupan masyarakat perkotaan. Contohnya, model pertanian urban yang dikembangkan saat ini. Pertanian urban didefinisikan sebagai konsep memindahkan pertanian konvensional ke pertanian perkotaan.
Faktor yang membedakan terletak pada pelaku dan media tanamnya. Menurut Bareja, 2010, Urban farming atau urban agriculture adalah kegiatan budidaya tanaman atau memelihara hewan ternak di dalam dan di sekitar wilayah kota besar (metropolitan) atau kota kecil untuk memperoleh bahan pangan atau kebutuhan lain dan tambahan finansial. Termasuk didalamnya pemrosesan hasil panen, pemasaran, dan distribusi produk hasil kegiatan tersebut
Untuk Kota Kupang, Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur, pola menanam urban sudah menjadi kebiasaan di Kelurahan Belo. Salah satu figur oenentu keberhasilan pertanian urban untuk menjaga ketahanan pangan di Kota Kupang adalah Gregorius Takene.
Bekerja sebagai seorang Aparatur Sipil Negara di Dinas Pendidikan Kota Kupang tidak menyurutkan talentanya sebagai petani ulung. Sekalipun sibuk Goris yang juga mantan wartawan senior di Kota Kupang ini selalu membagi waktu bersama warga sekitar untuk menanam sayur sayuran dan juga gotong royong menanam jagung
Goris yang aktif menulis di SuluhNusa.Com (weeklyline media network) sejak tahun 2013 ini selalu tekun mengajak warga menanam jagung dan hasil pertanian lainnya sebagai bagian dari ketahanan pangan di Kota Kupang. Sayur sayuran yang ditanam bersama warga dijual keliling Kota Kupang bahkan ke kantor pun dirinya membawa sayur untuk jualan.
Tahun 2023, musim penghujan tiba. Goris menulis kisah dirinya ber gotong royong menanam jagung bersama warga warga di lingkungan rukun warga (RW) yang ia pimpin.
“Kami tadi pagi Gotong royong tanam jagung bersama balasan warga sekitar RW 03 Bello yang didahului dengan penyemprotan rumput kemudian setelah satu jam dilanjutkn dengan tanam jagung, kacang dan labu di lahan seluas sekitar 2000 meter persegi milik Ketua RT 06 Bello Anton Lopo”, tulis Goris Takene dalam email kepada SuluhNusa.Com, 12 Desember 2023.
Ia lalu melanjutkan sebagai Ketua RT/RW mesti memiliki semangat dan tanggungjawab menghidupkan atau membangun kembali semangat kebersamaan gotong royong, dan memberi contoh yang baik bagi masyarakat sekitar. Selain itu mendidik warga agar selalu menyiapkan ketahanan pangan ada lah kewajiban yang harus dilakukan
“Budaya gotong-royong sebagai ciri bangsa Indonesia harus selalu dipertahankan dan mesti dihidupkan terus. Hal ini merupakan bentuk nyata solidaritas sosial dalam kehidupan masyarakat. Kami gotong royong membangun ketahanan pangan warga dengan menanam jagung, buah buahan dan sayur sayuran”, ungkap Goris, mantan wartawan Radio Verbum dan Koran NTT Pos ini.
Bagi Goris, tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dari pengurus RT/RW tidak bisa dipandang sebelah mata, karena peran seorang pengurus maupun ketua RT/RW di masyarakat bisa dikatakan krusial dalam menunjang penyelenggaraan pemerintah.
Selain jalankan tugas sebagai penyelenggara pemerintahan dan pelayanan administrasi masyarakat, peran fungsi pengurus RT/RW juga sangat penting dalam meningkatkan semangat gotong royong di masyarakat.
“Di jaman globalisasi dan modernisasi sekarang ini setiap masyarakat dituntut sebisanya berpikir dan bertindak global dibandingkan memikirkan dan berperilaku lokal. Tetapi hendaknya kita tidak mengabaikan lingkungan sekitarnya bahkan bisa sampai melupakan budaya dan orang-orang di sekitar kita”, beber Goris, Penulis dan Ketua RW 03 Kelurahan Belo ini.
Tak hanya itu Goris yang juga sebagai Ketua RW memiliki tanggungjawab untuk memikirkan juga terpenuhinya pangan bagi rumah tangga setiap masyarakat di lingkungan dengan cara terus mendorong untuk menggarap setiap lahan kosong guna ditanami dengan tanaman yang bernilai ekonomis bagi keluarga. Goris Takene, bukan tentang makan siapa tapi makan apa yang kita tanam. +++sandrowangak