suluhnusa.com – Dari sekian banyak upacara adat di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, salah satunya adalah festival budaya Lamaholot. Selama empat hari, Pemkab Flores Timur menggelar festival budaya Lamaholot ini di dua tempat. Festival Lamaholot berlangsung di Desa Bantala, Lewolema pada 11 dan 12 September, serta di Desa Kiwang Ona dan Karing Lamalouk pada 14-15 September 2019.
“Festival kali ini mengajak kita semua untuk menggali dan menegaskan kembali ikatan kekerabatan dan kesatuan kampung-kampung yang dijaga dengan ritus-ritus dan janji adat sejak zaman lampau. Ritus-ritus pemersatu seperti Um Baja, Seni Lado, Leon Tenada, Hedung, Sole Oha dan syarat lainnya memuat nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh nenek moyang kita. Karena itu nilai-nilai yang ada sudah semestinya dijaga dan dilestarikan kepada generasi selanjutnya,” ujar Bupati Flores Timur, Anton H. Gege Hadjon, Rabu (11/9).
Melalui ritus-ritus tersebut, manusia diingatkan bagaimana seharusnya masyarakat bergotong-royong, saling menolong, saling menghargai satu sama lain dan menjunjung silahturahmi. Sekaligus menjaga tradisi sastra lisan berupa petuah yang disampaikan dalam lantunan pantun dalam tarian Sole dengan berbagai ragamnya seperti Oha, Menolu Aho Bele, Kedari, Lili, Lia-Namang dan lain-lain.
Festival seni budaya Lamaholot, Flores merepresentasi secara prinsip esensi kelamaholotan yakni Pai Taan Tou atau Mari Bersatu. Pemkab Flores Timur memilih Desa Bantala, Lewo Kakang (kampung induk) atau pusat bagi kelompok etnis Lewolema sebagi lokus pembukaan festival Lamaholot. Pemilihan lokasi tersebut bukan tanpa alasan.
“Lewolema adalah etnis yang cukup tua di Lamaholot yang masih memiliki warisan budaya asli, seperti ritual-ritual, atraksi-atraksi seni budaya. Pada suatu masa, kebudayaan Lewolema diberangus dalam tanda petik oleh Pemerintah dan Gereja akibat situasi politik paska G-30 S PKI. Festival ini berusaha mengangkat kembali warisan budaya yang sudah mulai punah. Dan menguatkan kembali rekatan sosial antar lewo dalam etnis Lewolema,” ujar Felix Koten, kepala seksi Kepurbakalaan dan Sejarah -Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Flores Timur.
BAK gayung bersambut, tak hanya memulai pembukaan festival, Bupati Kabupaten Flores Timur, Antonius Gege Hadjon, memulai perang terhadap sampah plastik dimulai dari lingkungan pemerintah setempat. Ikhtiar memulai pariwisata tanpa sampah plastik.
Perang terhadap sampah plastik tersebut dimulai dengan menghindari penggunaan air mineral dalam kemasan plastik dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Sosialisasi ini dilakukan mulai dari OPD terkait. Mulai dengan ditandatangani Perbup ini, saya tegaskan jika ada acara-acara resmi, hentikan untuk menghidangkan namanya air kemasan. Kita harus memulai dari sekarang, sehingga kita menjaga kelestarian lingkungan kita. Flotim dan perairannya, sangat menjanjikan untuk sektor pariwisata. Jika kita kotori dengan sampah-plastik, maka akan berdampak tidak baik bagi kelangsungan hidup masyarakat kita dan menghambat pengembangan pariwisata di daerah ini,” tegas Bupati Flotim.
Dalam kesempatan pembukaan Festival Lamaholot, Gege Hadjon menandatangani Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 43 Tahun 2019 tentang pengurangan produk berbahan dasar plastik di Kabupaten Flotim.
Pelaksanaan Perbu itu dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan membebaskan Flotim dari sampah plastik.
Bupati Hadjon, sebelum menandatangi Perbup tersebut, mengatakan, pelaksanaan Perbup ini mulai dari OPD. Dengan diberlakukannya Perbu tersebut, selain diberlakukan wajib bagi OPD, diharapkan masyarakat pun sudah mulai mengurangi bahkan menghentikan budaya mengonsumsi bahan makanan dan minuman dalam kemasan plastik.***
hosea