suluhnusa.com – Sebanyak 22 raja yang memerintah di Flores Daratan dan Lembata, bertemu di Lewoleba, Pulau Lembata. Kehadiran Para Raja ini untuk bersilahturami berikut menggali ingatan bersama tentang budaya yang telah hilang.
Mereka diundang Dinas Kebudayaan Propinsi NTT untuk menggali bersama beberapa budaya yang hilang dari masyarakat. Hal ini disampaikan, Kabid Kebudayaan Dinas Kebudayaan Provinsi NTT, Leonardus Nahak, Kabid Sejarah dan Nilai Budaya, Dinas Kebudayaan Provinsi NTT kepada media ini disela sela kegiatan silahturami Raja Raja se Flores Daratan-Lembata, di Lewoleba, 26 Juli 2017.
Nahak mengungkapkan, Dialog kebudayaan, Silaturahmi Raja Raja Se Daratan Flores dan Lembata, menggali ingatan kolektif, karena kebudayaan tidak berada di kantor kantor, tetapi kebudayaan itu tersebar dan berada di masayarakat dan menjadi milik masyarakat.
Untuk menjaga, memelihara dan melestarikan budaya yang berada di masyarakat tersebut, harus digali kembali agar bisa menjadi tanggungjawab bersama dalam pelestarian.
“Melestarikan budaya bukan hanya tanggujawab pemerintah. Tanggugjawan pelestarian budaya masdi masyarakat harus menjadi tanggungjawab semua komponen. Termasuk para raja dan masyarakat pemilik kebudayaan tersebut,” ungkap Nahak.
Nahak mencontohkan, salah seorag penulis asal Inggris, Ruth Barnes yang melakukan penelitian dan tinggal di Lamalera, menulis bahwa tanpa tenun perempuan amalera/Lamaholot belum layak menikah, karena ukuran kedewasaan budaya wanita lamaholot/Lamalera adalah menenun. Karena dari tenunan dan motif, orang mengetahui asal muasal dan kedewasaan budaya seorang perempuan.
Dan budaya menenun ini menjadi salah satu topik menarik dalam dialog budaya 2017 di Lembata. Selain utusan tua tua adat, beberapa LSM Peduli Kebudayaan dan intansi Pemerintah, hadir juga beberapa raja. Berdasarkan peta kerajaan daratan Flores, Lembata, Adonara dan Solor terdapat 22 wilayah kerajaan yakn Raja Bajo, Cibal, Todo, Leda, Ngada, Riung, Keo, Nage, Leo, Endeh, Sikka, Tana Ai, Kange, Nita, Larantuka, Adonara, Lohayong, Lamakera, Terong, Lamahala, labala, kalikur.
Silaturahmi para raja itu berlangsung tiga hari sejak 24 s/d 26 Juli 2017 di Lewoleba, dengan menghairkan beberapa narasumber yakni Pater Gregor Neonbasu dan Budayawan Bali, Drs. I Made Purna, M.Si. (sandrowangak)