Lembata Uji Coba Modul Sekolah Aman Bencana Dalam Kurikulum

Beranda » Kesehatan » Lembata Uji Coba Modul Sekolah Aman Bencana Dalam Kurikulum

suluhnusa.com – Sekolah Aman merupakan  upaya membangun kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana dalam rangka menggugah kesadaran seluruh unsur-unsur dalam bidang pendidikan baik individu maupun kolektif di sekolah dan lingkungan sekolah baik itu sebelum, saat maupun setelah bencana terjadi.

Tujunannya adalah Membangun budaya siaga dan budaya aman disekolah dengan mengembangkan jejaring bersama para pemangku kepentingan di bidang penanganan bencana; meningkatkan kapasitas institusi sekolah dan individu dalam mewujudkan tempat belajar yang lebih aman bagi siswa, guru, anggota komunitas sekolah serta komunitas di sekeliling sekolah; Menyebarluaskan dan mengembangkan pengetahuan kebencanaan ke masyarakat luas melalui jalur pendidikan sekolah.

Disasterchannel menginformasikan Indonesia berada di jalur cincin api Pasifik dengan 128 gunung berapi aktif tersebar di wilayahnya. Indonesia juga berada pada lintasan 3 lempeng dunia, yaitu lempeng Asia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia. Tak heran, Indonesia juga menduduki peringkat kedua sebagai negara berisiko di dunia.

Dalam setiap kejadian bencana, anak-anak adalah kelompok yang paling rentan menjadi korban. Sedang bencana, tidak dapat ditebak kapan terjadinya. Selain di rumah, sebagian besar kehidupan anak-anak berlangsung di sekolah. Bagaimana jika bencana terjadi saat di sekolah?

Yayasan Plan Indonesia  bekerjsama dengan YBS dibantu pendanaan oleh GFFO dan Plan International German, melaksanakan lokakarya atau worshop penyusunan materi atau silabus siaga bencana yang nantinya akan menjadi sebuah mata pelajaran yang diajarkan disekolah sekolah binaan di Kabupaten Lembata.

Erlina Dangu, Deputi Field Sponsorship Manager Yayasan Plan Indonesia Program Area Lembata, kepada suluhnusa.com ,menjelaskan Pembelajaran dari Proyek Ketangguhan Pulau (2016-2017) di Lembata dan Nagekeo saat mengimplementasikan Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman tersebut yaitu perlunya integrasi yang lebih kuat antara adaptasi perubahan iklim(API) dan sekolah aman bencana.

Selain isu API, isu lintas sector lainnya seperti isu gender dan inklusi juga perlu menjadi catatan untuk direview dan diperkuat dalam panduan fasilitator tersebut.

Kebutuhan lain yang diidentifikasi adalah perluadanya pegangan guru tentang sekolah aman bencana yang praktis dan dapat digunakan dengan mudah dalam implementasi sekolah aman bencana di sekolah.

Sebanyak 32 orang utusan guru dan stakeholder lainnya, mengikuti kegiatan worshop penyusunan modul sekolah aman bencana selama tiga hari sejak, 23 s/d 26 September 2018 di Lewoleba.

Setelah menyusun modul pembelajran sekolah aman, peserta kegiatan melakukan uj coba materi dengan melakukan kunjungan mengajar ke siswa di SDK St. Michael Baopukang, Kcamatan Ile Ape.

Menurut Dangu, sekolah sasaran yang dilibatkan sebanyak 7 sekolah, yang tersebar di Kecamatan Ile Ape Timur, Omesuri dan Buyasuri.

Kepala UPTD Dinas Pendidikan, Kecamatan Ile Ape Timur, Yulius Lemau, yang ikut sebagai peserta kegiatan member apresiasi kepada yayasan Plan Indonesia.

Menurut Yulius, meteri Sekolah Aman ini menjadi informasi acuan dan pijakan bagi semua warga sekolah di Lembata yang dikenal sebagau kabupaten rawan bencana karena memiliki beberapa Gunung Api, untuk memahami tentang bencana dan akibatnya juga tindakan pencegahan dan penyelamatan diri saat bencana.

“Kegiatan ini penting. Dan harus menjadi dimasukan dalam Kurikulum. Bisa dalam muatan local,” ungkap Yulius.

Modul yang disusun juga berisikan langkah praktis dalam pembangunan sekolah aman bencana melalui konstruksi bangunan tahan gempa dan retrofitting.

Sekolah aman bencana ini menerapkan standar sarana dan prasarana serta budaya yang mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di sekitarnya dari bahaya bencana.

“Kita tahu, anak-anak  merupakan komunitas yang sangat rentan terhadap bencana. Dan sebagian besar dari kehidupan anak-anak tersebut berlangsung di sekolah,” ungkapnya.

Misalnya, jelas Yulius, saat berada dalam kelas, terjadi gempa bumi. Tanpa pengetahuan akan mitigasi bencana,  anak-anak serta para guru pasti panik, tidak tahu apa yang akan dilakukan. Bagaimana menyelamatkan diri, menyelamatkan anak dan lainnya. Kepanikan yang seperti ini biasanya malah menambah korban, membuat proses mitigasi menjadi lambat.

Dengan mengikuti pedoman sekolah aman bencana, seharusnya sekolah melakukan  simulasi mitigasi bencana secara rutin. Para murid dan guru diajarkan bagaimana bertindak ketika terjadi bencana gempa. Bagaimana proses evakuasi dilakukan. Pengetahuan mitigasi itu harus diasah terus menerus, sebagai salah satu upaya mengurangi risiko yang terjadi akibat bencana.***

 

sandro wangak

Share your love
Suluh Nusa
Suluh Nusa

bagaimana engkau bisa belajar berenang dan menyelam, sementara engkau masih berada di atas tempat tidur.?

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *