suluhnusa.com – Seorang warga Kota Kupang, datang ke Apotik milik dr. Daulat Samosir dan membeli obat Tramadol. Kedatangan warga Kota Kupang ini, membawaserta resep dokter, dan memaksa dr. Daulat Samosir, sayangnya dr. Daulat Samosir tidak memberikan obat yang diminta. Walau sudah diberi penjelasan terkait Obat Tramadol, CS, warga tersebut ngotot mengatakan dirinya ketika sakit hanya cocok dengan Tramadol.
Ini adalah salah satu contoh kasus yang terjadi dikota Kupang, obat obatan Tramadol, Dumolid, Somadril 350 mg, Somadril Comp. Xanax, Dextro, Tramadol, Excimer, Riklona, dan Trihexypenidyl atau biasa disebut trihex yang mengandung adiksi tinggi sehingga masuk dalam Narkotika Gol. I masih ditemukan bebas di sejumlah apotik di Kota Kupang. Bahkan beberapa dokter pun berani memberikan resep dengan menyertakan obat obata tersebut kepada pasien Warga Kota Kupang.
Hal ini disampaikan oleh, Dokter BNN Propinsi Nusa Tenggara Timur kepada suluhnusa.com, di ruangan kerjanya, 28 Maret 2018, di damping Humas BNNP NTT, Markus Raga.
“Banyak warga Kota Kupang yang ketergantungan terhadap obat obatan Tramadol, Dumolid, Somadril 350 mg, Somadril Comp. Xanax, Dextro dan lainnya dimana potensi adiksi obat obatan ini sangat tinggi sehingga masuk dalam Narkotika Gol. I.” ungkap Samosir.
Di antara beberapa jenis obat itu, Tramadol dan Trihex menjadi yang paling sering diburu karena harganya yang terbilang paling murah. Tramadol adalah obat penghilang nyeri namun memiliki efek samping rasa melayang dan halusinasi.
“Kebanyakan yang dikonsumsi Tramadol sama Trihex, yang kuning sama putih. Dua itu. Harganya murah, terjangkau sekali itu. Isi sepuluh paling 20 atau 25 ribu. Tapi kalau yang sacet lebih mahal. Kan ada yang (dijual) ribuan itu di dalam toples, sama ada yang model kaplet. Kalau Tramadol HCI itu satu butirnya bisa 20 ribu,” ungkap Daulat Samosir.
Lebih jauh Samosir menjelaskan, ketergantungan Warga Kota Kupang ini disebabkab karena obat obatan tersebut dijual bebas, warga membeli tanpa resep dokter, bahkan ada dokter yang nakal dengan memberikan resep menyertakan obat obatan tersebut dan apotik yang disinyalir tidak menggunakan tenaga apoteker.
BACA JUGA :
https://suluhnusa.com/kesehatan/20180323/gawat-160-ton-pil-pcc-bakal-beredar-di-ntt.html
“Saya tidak bisa pungkiri bahwa ada teman teman sejawat saya yang nakal dengan menuliskan resep menyertakan obat obatan tersebut. Naifnya, resep dokter tersebut tanpa ada alamat, tanpa ada nomor kontak, tanpa menyertaka nomor izin. Ada beberapa ketentuan ketentuan yang tidak tdak dipenuhi,” jelas Samosir.
Dia mengungkapkan berdasarkan standar operasinal pelayanan dalam membuat resep seorang dokter harus menyertakan nama dokter, nomor izin dokter, nomor kontak dokter, alamat dokter dan ketika pasien membeli obat obatan di Apoitk, apoteker harus melakukan konfirmasi terhadap dokter yang memberikan resep. Hal ini agar lalu lintas obat obatan bisa terkontrol dengan baik.” Tegas Samosir.
Untuk melakukan kontrol terhadap peredaran obat obatan ini, baik Samosir maupun Markus Raga, meminta kerja sama semua pihak, Dinas Kesehatan, Balai POM, Kepolisian, Dokter, Apoteker tidak ada tindakan penyalagunaan obat obatan tersebut.
Sementara itu, dalam rangka program layanan rehabilitasi lanjutan bagi residen (warga yang menggunakan narkoba) berjumlah 7 orang dari target 10 orang yang sudah menjalani rehabilitasi oleh BNNP NTT, Jumat, 20 April 2018, bertempat di ruang rapat BNNP NTT.
Bidang Rehabilitasi, BNNP NTT melakukan kegiatan Layanan lanjutan dengan Narasumber Dokter Daulat A. Samosir, sebagai penanggungjawab Klinik Pratama BNNP NTT.
Samosir menjelaskan penggunaan obat obatan Golomgan I bagi otak atau syaraf berakibat kemampuan fisik akan menurun drastis, daya berpikir menjadi lambat.
TERKAIT:
https://suluhnusa.com/kesehatan/20180325/yonif-743-tingkatkan-patroli-jaga-sabuk-merah-bebas-narkoba.html
Selanjutnya Dokter Daulat memaparkan tentang penggolongan narkotika dimana Gol. I tidak untuk kepentingan kesehatan karena potensi adiksi sangat tinggi, tetapi hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan penelitian.
Obat obatan Gol. II potensi adiksi sangat tinggi dan ini adalah pilihan terakhir bagi dokter dalam pengobatan. Sedangkan Gol. III potensi adiksi ringan sehingga dapat di pergunakan dalam pengobatan medis dengan atas petunjuk dokter atau resep dokter.
Dia mencontohkan memaparkan tentang jenis jenis zat yang mengakibatkan Stimulan, Opiod (narkotik), Depresen dan Halusinogen serta dipaparkan juga jenis jenis narkotika baru yang banyak dikenal sebagai obat keras yang banyak dijual bebas dan beredar di masyarakat sehingga terjadi penyalahgunaan.
Misalnya, Tramadol, Dumolid, Somadril 350 mg, Somadril Comp. Xanax, Dextro dan sejenisnya dimana potensi adiksi obat obatan ini sangat tinggi sehingga masuk dalam Narkotika Gol. I.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, dr. Ari Wijayana ketika dikonfirmasi melalui mengungkapkan obat obata tersebut tidak boleh dijual bebas.
“Beta masih di Bali. Dan Obat obatan tersebut tidak bisa dijual bebas. Dan jika ada informasi apotik mana yang jual bebas kita akan turunkan tim,” tulis Ari Wijayana, kepada suluhnusa.com, melalui pesan WhattsApp, 28 April 2018.
Disinggung soal ada dugaan jenis obat obatan tersebut dijual bebas di apotik, Wijayana menegaskan dalam monitoring dan laporan ke Dinas Kesehatan berdasarkan resep dokter. Jika
“Jika ada pelanggaran dan dapat dibuktikn, kita tindak sesuai ketentuan berlaku,” ungkapnya. ***
sandro wangak