suluhnusa.com – Kendati berbagai program pemberantasan malaria sudah digulirkan di NTT dan Kabupaten Lembata, namun hingga saat ini Kabupaten itu masih menjadi daerah endemic malaria. Lembata layak disebut negeri para nyamuk penyebab malaria.
Selain meggelar program pembagian 1 juta kelambu di Seluruh wilayah NTT, di Kabupaten Lembata kini mulai digelar program berantas malaria dalam dua tahun.
Program tersebut diselenggarakan berkat kerjasama WHO Dan Kementerian kesehatan RI dibantu Dinas Kesehatan Propinsi NTT.
Kepala Dinas kesehatan Propinsi NTT, Cornelius Kodi Mete saat bertatap muka bersama Penjabat Bupati Lembata, Sinun Petrus Manuk serta Tim eksternal review yang terdiri Dari WHO Dan Kementerian Kesehatan RI, Rabu, 15.November 2016, di ruang rapat Bupati Lembata, mengatakan, kini pihaknya tengah melakukan gerakan pembagian 1 juta kelambu untuk memberantas malaria di seluruh wilayah NTT. Namun gerakan 1 juta kelambu harus diikuti kemauan dan kesadaran warga.
Sementara, Budi Pramono, Ketua Tim eksternal review Dari Kementerian Kesehatan RI menjelaskan, pihaknya bekerjasama dengan WHO Tiba di Lembata untuk mengupulkan data Dan membahas sejumlah permasalahan berkaitan dengan malaria di Lembata, agar dapat menjadi masukan bagi pemerintah pusat sehinga mengambil keputusan dan membuat kebijakan pemberantasan malaria.
Kegiatan pemberantasan malaria yang didukung WHO dan Kemenkes yang tergabung dalam tim external review ini akan melakukan kunjungan ke rumah sakit umum daerah Lembata dan puskesmas Rawat Inap Waipukang selama dua hari.
Program berantas malaria yang digelar di Lembata dilaksanakan dengan dukungan tenaga kesehatan tersebar di 9 Puskesmas di Lembata.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, Lusia Sandra G.A, menjelaskan Lembata menjadi endemik malaria nomor satu di NTT disebabkan kesadaran masyarakat tentang kebersihan lingkungan belum memadai.
Lusia mengungkapkan, masih tingginya angka kematian disebabkan Malaria di Lembata, disebabkan karena kurangnya obat obatan persediaan dari propinsi, kurangnya kesadaran masyarakat menggunakan kelambu berinsektisida, kurangnya dukungan dana dari APBD II.
Soal dukungan dana ini, demikian Lusia, pada tahun 2011 APBD II hanya mengalokasikan 2.6 juta, 2012 meningkat menjadi 17.7 juta, 2013 anggaran APBD nihil, 2014 dialokasikan 12 juta, dan 2015 hanya 6.6 juta.
Mendengar pemaparan dukungan dana dari APBD yang minim ini, penjabat Bupati Lembata, Sinun Petrus Manuk merasa prihatin.
Manuk pun meminta agar Dinkes fokus merencanakan pemberantasan malaria secara serius dan membuat laporan termasuk anggaran kepada dirinya agar bisa disampaikan dalam.pembahasan anggaran APBD 2017 mendatang. (sandrowangak)
Dua hal yang cendrung diabaikan `pemerintah Lembata dulu dan sekarang adalah berperan aktif dalam memutuskan siklus penyakit malaria dan mendukung kelangsungan pendidikan anak dari kk miskin.