
suluhnusa.com – Catatan atas Pancasila Lamaholot ala Wakil Bupati Flotim Agustinus Payong Boli, SH
Pengantar
Pada tanggal 26 November 2017, Wakil Bupati Flores Timur, Agustinus Payong Boli, SH, berkesempatan menutup salah satu kegiatan Pondok Baca Wathan Lamahala. Kegiatan ini berlangsung di Desa Lamahala Jaya, Kecamatan Adonara Timur.
Dalam sambutannya, mantan anggota DPRD Flores Timur 2 periode ini sempat mengungkapkan adanya Pancasila Lamaholot. Beliau menamakannya Nobo Lema, yang kemudian beliau tulis tangan dalam sebuah dokumen yang kini dipajang di Pondok Baca Wathan Lamahala.
Secara harafiah, frasa Nobo Lema berasal dari Bahasa Lamaholot, yakni “nobo” berarti “tempat untuk duduk”, bisa berupa batu, dan “lema” berarti “lima”. Dengan begitu, Nobo Lema dapat diartikan sebagai lima asas yang dijadikan sebagai pedoman atau pegangan hidup orang Lamaholot.
Adapun Nobo Lema dimaksud, yakni: 1) Ama Tuan Lerawulan, Ina Guna Tanaekan; 2) Kakan keru, arin baki; 3) Puin taan uin, gahan taan kahan; 4) Pupu hugu, tobo baun hama-hama, tutu marin umalamak lewotana; dan 5) Tekan tabe gike hukut, tenu tabe lobo luan.
Menurut beliau, penjelasan dari kelima poin tersebut yang sempat penulis dokumentasikan, kira-kira sebagai berikut:
- Sila (nobo) 1 bermakna, Ama Lerawulan adalah simbol kepercayaan tertinggi, yakni Tuhan Yang Mahakuasa. Sedangkan Ina Guna Tanaekan adalah Ibu yang menghidupkan, seperti Tonu Wujo Ina Peni Masan Dai yang mati untuk kehidupan padi jagung.
- Sila (nobo) 2 bermakna, persaudaraan yang paling dalam tanpa konflik dan saling menyejukkan.
- Sila (nobo) 3 bermakna, simbol persatuan yang dimateraikan dengan darah dan ikatan tali yang tidak dapat dibuka lagi antar sesama, bahkan musuh sekalipun, berdamai dalam ikatan “Hayu Baya”.
- Sila (nobo) 4 bermakna, Simbol berkumpul bersama-sama, duduk sebagai saudara tanpa membedakan untuk membicarakan pengabdian dan nasib rakyat.
- Sila (nobo) 5 bermakna, simbol kesejahteraan capaian hasil perjuangan pembangunan daerah harus dinikmati secara bersama secara adil.
BACA :
https://suluhnusa.com/humaniora/20140623/pancasila-dan-kita.html
Pandangan Penulis
Bertolak dari penjelasan di atas maka dapat ditarik simpulan. Bahwasanya, secara kontekstual, sila-sila dalam Nuba Lema ini sama dengan sila-sila dalam Pancasila. Yakni: 1) Ketuhanan yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; dan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, nilai-nilai yang terkandung dalam Nobo Lema pun setali tiga uang dengan nilai-nilai dalam Pancasila. Sila pertama mengandung nilai ketuhanan. Sila kedua mengandung nilai kemanusiaan. Sila ketiga mengandung nilai nasionalisme. Sila keempat mengandung nilai demokrasi. Dan, sila kelima mengajarkan nilai kesejahteraan.
Kalau keduanya memang sama secara tekstual maupun kontekstual, pertanyaannya argumentatif mengapa perlu ada Nuba Lema? Apakah Nuba Lema dapat menyaingi “kesempurnaan” Pancasila?
Menurut penulis, hal yang dilakukan oleh Wakil Bupati ini adalah wajar-wajar saja. Tidak bersinggungan secara yuridis maupun etis. Nobo Lema tidak sekali-kali sebagai rival Pancasila. Justru, Noba Lema ini adalah penerjemahan Pancasila secara lebih kontekstual bagi masyarakat Lamaholot.
Bagi kalangan terpelajar, tanpa penerjemahan seperti ini pun tidak masalah. Namun, bagi masyarakat awam, penerjemahan ini sangat dibutuhkan. Karena, dapat membumikan Pancasila sesuai dengan lidah dan isi kepala orang Lamaholot. Barangkali selama ini masyarakat awam menganggap Pancasila sebagai sesuatu yang formal. Tapi, ketika diterjemahkan secara Lamaholot seperti ini menjadi semakin membumi.
Selain berfungsi secara kontekstual tersebut, penerjemahan semacam ini pula bersifat korelatif. Artinya, Nobo Lema dapat menghubungkan antara pemahaman adat kelamaholotan yang diperoleh selama ini oleh masyarakat dengan pemahaman nasional yang lebih komprehensif. Ada titik temu antara Pancasila dan filosofi-filosofi lokal yang memiliki kandungan nilai yang sama berat dan saratnya.
Di samping itu, Nobo Lema juga dapat dimaknai sebagai sebuah martil pengetuk kesadaran orang Lamaholot. Bahwasanya Pancasila itu sudah ada di dekat kita selama ini sejak nenek moyang kita ada. Pancasila pun sehari-hari telah berbaur secara adat dan budaya dengan diri kita sebagai orang Lamaholot. Bahkan, Pancasila sudah mendetak dalam setiap detak jantung kita, mengalir dalam aliran darah kita, dan berembus dalam setiap embusan nafas kita.
Lebih jauh dari itu, diksi-diksi Lamaholot yang digunakan dalam Nobo Lema, jika mampu dikaji secara mendalam, sangat sarat nilai filosofinya. Tidak sekadar nilai yang tampak secara lahiriyah, tetapi nilai-nilai yang tampak secara batiniyah. Dan hal ini, mendorong para antropolog dan pakar linguistik untuk mengkajinya secara lebih jauh dan mendalam.

Penutup
Olehnya itu, sebagai orang Lamaholot, perlu memandang Nobo Lema sebagai sebuah upaya untuk mempertegas identitas. Bahwasanya Lamaholot juga memiliki filosofi-filosofi yang sama dengan masyarakat Indonesia secara umum. Selain itu, Nobo Lema juga merupakan sebuah upaya untuk mengangkat harkat dan martabat orang Lamaholot sebagai orang yang berbudaya, berbuah, berbudi, dan berdaya. ***
Muhammad Soleh Kadir