suluhnusa.com – Hari ini tetap hari ini. Ia datang dan pergi dengan nama yang sama hari ini. Ketika bagun pagi orang akan bertanya hari apa hari ini? Esok pun sama ketika bagun menghadapi pertanyaan yang sama hari apa hari ini. Hari ini datang dan pergi selalu dengan nama yang sama. Hal ini menggambarkan tentang pemahaman manusia tentang waktu. Waktu merupakan masalah yang kompleks. Ketika berhadapan dengan orang ekonomi tentu defenisi waktu adalah uang. Untuk seorang pekerja waktu adalah peluang. Untuk seorang pelajar waktu adalah disiplin. Bagi seorang pejuang waktu adalah kesempatan. Hal ini butuh refleksi mendalam tentang waktu.
Sedikit saja ide yang telah merasuki kesadaran manusia sedalam ide tentang waktu. Ide tentang waktu dan ruang telah menyibukkan pemikiran manusia selama ribuan tahun. Hal-hal ini sekilas tampak sederhana dan mudah dipahami, karena mereka sangat dekat dengan pengalaman sehari-hari. Segala hal hadir dalam ruang dan waktu, sehingga mereka tampak sebagai hal-hal yang akrab dengan kita. Walau demikian, apa yang akrab dengan kita tidaklah serta-merta dapat dipahami. Dengan penelitian yang lebih dekat, ruang dan waktu bukanlah hal yang mudah dipahami. Di abad ke-5, Santo Agustinus mengatakan: “Lalu, apa itu waktu ? Jika tidak ada yang bertanya, saya tahu apa waktu itu. Jika saya ingin menjelaskannya pada seseorang yang bertanya kepada saya, saya tidak tahu.” Kamus juga tidak banyak bermanfaat. Waktu didefinisikan sebagai “satu periode”, dan satu periode didefinisikan sebagai “waktu”. Kita tidak tambah pintar sama sekali! Pada kenyataannya, hakikat dari waktu dan ruang adalah sebuah masalah filsafat yang cukup kompleks.
Manusia jelas membedakan antara yang lalu dan yang akan datang. Satu pemahaman tentang waktu, walau demikian, tidaklah unik milik manusia atau hewan. Berbagai organisme memiliki “jam internal”, seperti tumbuhan, yang menghadap ke satu sisi di kala siang, dan ke sisi yang lain di kala malam. Waktu adalah satu pernyataan objektif tentang keadaan material yang berubah. Hal ini ditunjukkan bahkan oleh cara kita ketika berbicara tentangnya. Sangat jamak kita bicara tentang waktu yang “mengalir”. Pada kenyataannya, hanya materi yang berbentuk cairan yang mengalir. Penggunaan istilah waktu yang “mengalir” menunjukkan bahwa waktu tidak dapat dipisahkan dari materi. Waktu bukan sekedar hal yang subjektif. Ia adalah cara kita menyatakan satu proses aktual yang hadir dalam dunia fisik. Waktu hanyalah satu pernyataan akan fakta bahwa segala materi hadir dalam sebuah keadaan yang terus berubah. Adalah takdir dan keharusan bagi semua hal yang material untuk berubah menjadi hal yang lain daripada dirinya sendiri. “Segala yang ada ditakdirkan untuk musnah.”
Irama mendasari segalanya: detak jantung manusia, irama dalam berbicara, pergerakan dari bintang-bintang dan planet-planet, pasang naik dan pasang surut, pergantian musim. Hal-hal ini terukir sangat dalam pada kesadaran manusia, bukan sebagai pencitraan yang acak, tapi sebagai fenomena riil yang menyatakan satu kebenaran mendasar tentang alam semesta. Di sini intuisi manusia tidaklah keliru. Waktu adalah cara untuk menyatakan perubahan dalam keadaan dan pergerakan yang merupakan ciri tak terpisahkan dari materi dalam segala bentuknya. Dalam tata bahasa, kita memiliki sistem kala penunjuk waktu (tense):future tense (kala akan datang),present tense(kala kini), dan past tense (kala lampau). Penaklukan kolosal yang dilakukan nalar manusia ini memungkinkannya untuk membebaskan dirinya sendiri dari perbudakan waktu, untuk mengatasi situasi konkret dan menjadi “hadir”, bukan hanya di sini dan sekarang, tapi juga di masa lalu dan di masa datang, setidaknya di dalam pikiran.