suluhnusa.com – Ukuran kedewasaan yang harus dicapai peserta didik sering disalahartikan. Sukses hidup seseorang (peserta didik – Red) hanya mampu diraih dengan mengandalkan adanya kedewasaan pada diri orang tersebut.
Sukses hidup yang diraih tanpa melalui proses pendewasaan diri hanya bersifat semu. Idealnya dunia Pendidikan Katolik, harus menjadi tempat subur persemaian dan sekaligus pemeliharaan-conditioning, dalam menghantar kedewasaan peserta didik. Sehingga pada akhirnya dapat merengkuh sukses hidup yang didambakan seluruh umat manusia.
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 memang tidak secara explisit menyebut terminologi dewasa. Namun pasal 3, menyebutkan beberapa ciri ciri yang bisa ditafsir sebagai indikator kedewasaan antara lain : beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, Sehat, Berilmu, Cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas Pasal 3 ini, pendidikan sejatinya perlu menekankan betapa pentingnya Sekolah Katolik untuk mengupayakan pencapaian kedewasaan bagi peserta didik selain kecerdasan intelektual.
Di dalam lembaga pendidikan katolik, pendewasaan pribadi dan penghayatan nilai hidup sebagai manusia baru yang dibangun atas tata nilai Kristiani diupayakan dengan sungguh sungguh.
Penidikan Membangun Kesadaran dan Keberanian
Pendidikan Katolik dibuka untuk menjadi representasi gereja dalam mengupayakan pendidikan yang bermutu dan manusiaei. Pendidikan Katolik perlu mempertahankan ciri unggul dalam pelayanan yang bermutu demi menciptakan pendidikan karakter yaitu terbentuknya insan insan pendidikan yang terintegrasi kepribadiannya (kematangan pribadi, keseimbangan jasmani rohani) yang karena dimekarkan oleh nilai nilai kristiani dalam wadah Negara dan Bangsa Indonesia.
Pendidikan katolik juga mempunyai tanggungjawab untuk membantu membangun idealisme yang benar bagi peserta didik. Apapun bidang studi yang diajarkan di Sekolah Katolik harus diselipkan misi idealisme Kristiani untuk menuntun peserta didik dalam membangun kesadaran yang menjadi gerbang kesuksesan hidupnya.
Guru sejarah, misalnya, dalam menampilkan tokoh tokoh Pahlawan Kemerdekaan bisa menyisipkan pesan heroisme tanpa pamrih demi kemerdekaan negara. Demikian halnya
Pula dapat menyisipkan tokoh Yesus yang memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan setiap umat manusia.
Kesadaran peserta didik perlu dibangun sejak dini untuk menggelitik rasa kepeduliaan antar para peserta didik sehingga mereka mulai mengenal habitat mereka. Para peserta didik ini perlu mendapat perhatian dari para pendidik sebagaimana layak untuk digugu dan ditiru, sehingga merdeka dapat berrtumbuh dan berkembang menuju kedewasaan dalam suasana batin yang bebas.
Menyetir pendapat pakar pendidkan J. Donald Walters, pendidikan yang mendewasakan harus membuang jauh jauh paradigma lama, bahwa pembelajaran sekedar memberikan fakta dan menjejalkan data sebanyak mungkin ke dalam kepala peserta didik.
Logikanya, jika masih ada akal sehat yang tersisa dalam benak peserta didik akan tahu apa apa yang harus dilakukan dengan segunung informasi kekinian. Pendidikan semacam ini, sudah pasti memberikan peta petualangan kegagalan dalam diri peserta didik menemukan kesadarannya untuk mengembangkan diri sampai pada potensi yang sepenuhnya sebagai manusia.
Tugas pendidikan membantu agar peserta didik bisa menemukan bakat dan minat yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadiannya. Peserta didik dibantu untuk berani unjuk kepribadiannya dalam semangat rendah hati, solider-saling berbagi antar manusia.
Intinya pendidik mempunyai tanggungjawab besar untuk mendampingi sesuai kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan sehingga peserta didik berani, tekun dan bertanggubgjawab atas apa yang sedang dialaminya. Sebagaimana Yesus menentang segala ketidakdilan yang terjadi pada zamannya.
Pekerjaan rumah bagi dunia pendidikan Katolik dewasa ini, disatu sisi dituntut mampu memberikan perhatian yang serius terhadap individu (peserta didik), sesuai dengan kebutuhan. Di samping itu juga harus mampu mengemas banjir informasi secara apik dan merakit menjadi masukan ke dalam bilik ola budi dan hati nurani peserta didik agar menjadi semakin berarti dan berani dalam ketulusan agar mencapai sebuah kedewasaan.
Mewujudkan Kedewasaan Melalui Pendidikan Karakter di Sekolah Katolik
Pendidikan dalam rangka mendewasakan peserta didik harus mengacu pada ciri manusia dewasa itu sendiri. Seperti apa ? Ciri manusia dewasa itu bukan saja kedewasaan fisik tapi memiliki kedewasaan psikis dan spiritual. Ketiga konten ini harus mendapat tempat dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Dengan ini pendidikan untuk mewujudkan peserta didik mengacu pada pendewasaan agar dapat membangun relasi dengan diri sendiri, sesama dan Tuhan Penciptanya serta lingkungannya.
Filosofi pendidikan adalah mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan dalam memahami dan memguasai suatu bidang ilmu.
Dalam hal ini guru sebagai pendidik harus memiliki komitmen tinggi yang ditandai dengan seven habits, (seperti pro aktif) melakukan sesuatu perubahan dalam diri peserta didik untuk mencapai tujuan akhir-the begin with the end mind, mengasah bidang kehidupannya, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial emosional.
Hal ini selaras dengan ajaran Yesus Sang Guru sejati,” hendaklah kamu sempurna seperti Bapamu yang di Sorga sempurna adanya,” (Mat: 5:8)***
Elias Bengaman
Guru Agama Katolik
Tinggal di Lembata