
suluhnusa.com – Pertanian merupakan bidang yang sangat strategis karena menyangkut berbagai sendi kehidupan manusia. Indonesia sebagai negara agraris, pertanian mempunyai makna yang sangat penting karena berbagai hal.
Pertama, kebutuhan dasar manusia terutama pangan dan sandang berasal dari bidang pertanian. Bahan pangan, sayuran, buah, bahan industri makanan hanya dapat dipenuhi dari bidang pertanian. Selain itu, berbagai bahan olahan untuk sandang, karet, serat dan sebagainya yang dihasilkan melalui industri juga membutuhkan bahan baku dari pertanian.
Secara politis, sebenarnya negara yang tidak mempunyai basis kehidupan di bidang pertanian mempunyai tingkat ketergantungan yang sangat besar dari negara lain karena suplai bahan pangan dan bahan baku industri pertaniannya berasal dari negara agraris. Dengan demikian keberadaan pertanian sangat menentukan keberlanjutan kehidupan manusia.
Goncangan terhadap sektor pertanian dapat berimbas pada sektor ekonomi, politik, bahkan sosial budaya. Prospek ekonomi pangan dan pertanian Indonesia diperkirakan tidak akan banyak berbeda dengan memberi dampak yang kurang signifikan terhadapa pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh. Namun, tantangan yang akan dihadapi ekonomi pangan hampir dapat dipastikan akan lebih berat ketimbang karena dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi global yang kian pesat.
Dampak kekeringan ekstrem El Nino yang menekan sebagian produksi pangan dan keterlambatan musim tanam akan mulai terasa. Di dalam negeri, ekonomi pangan dan pertanian Indonesia harus menghadapi kenaikan harga pangan pokok karena kinerja produksi dan manajemen stok yang bermasalah.
Dan ketika dampak kekeringan tersebut telah mulai terasa, ratusan hektare (ha) lahan padi mengalami puso dan gagal panen. Masyarakat perdesaan terpaksa harus berjalan berpuluh kilometer hanya untuk memperoleh air bersih. Rasa percaya diri terhadap kenaikan produksi pangan spektakuler tersebut pun perlahan berkurang.
Fenomena sebaliknya justru dijumpai di tingkat global. Hampir seluruh harga pangan strategis mengalami penurunan yang signifikan.Dalam ekonomi global modern, harga-harga pangan strategis sangat berhubungan dengan harga minyak bumi.
Bahkan, penurunan harga pangan global tersebut telah menekan sektor perkebunan secara amat signifikan karena rendahnya harga karet, kelapa sawit, teh, dan lain-lain yang sempat mengurangi insentif bagi petani dan usaha perkebunan untuk menggenjot produksi. hal ini akan mempengaruhi ekonomi pangan Indonesia menderita persoalan struktur pasar dalam negeri, governansi ekonomi, dan tata niaga komoditas yang kurang efisien. Pelaku ekonomi yang paling lemah selalu menanggung dampak dari buruknya struktur pasar komoditas pangan tersebut.
Dalam pandangan teori kualitas pertumbuhan, pertumbuhan ekonomi makro Indonesia memiliki kualitas rendah atau kinerja ekonomi makro tidak berkualitas sehingga cukup sulit untuk menghasilkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menetapkan sasaran kedaulatan pangan dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019.
Secara sederhana, kedaulatan pangan dimaksudkan sebagai suatu kekuatan untuk mengatur masalah pangan secara mandiri, yang didukung oleh (1) ketahanan pangan, terutama kemampuan mencukupi pangan dari produksi dalam negeri; (2) pengaturan kebijakan pangan yang dirumuskan dan ditentukan bangsa sendiri; dan (3) kemampuan melindungi dan menyejahterakan pelaku utama pangan terutama petani dan nelayan.
Kementerian Pertanian yang merasa sebagai instansi pemerintah yang ikut bertanggung jawab untuk mencapai sasaran kedaulatan pangan telah menerjemahkan amanat RPJM tersebut dalam suatu strategi besar Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Upsus Pajale). Setidaknya terdapat empat gugus kegiatan besar dalam Upsus Pajale, yaitu (1) peningkatan produktivitas padi melalui program Gerakan Penerapan-Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), yang merupakan ‘fotokopi’ atau penyempurnaan dari program pada pemerintahan sebelumnya, yaitu Sekolah Lapangan-Pengeloan Tanaman Terpadu (SL-PTT); (2) perluasan area dan pengelolaan lahan melalui pengembangan atau rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RIJT) dan optimasi lahan (oplah); (3) Pengamanan produksi pangan melalui bantuan benih, pupuk, dan traktor atau alat-mesin pertanian, dan (4) dukungan manajemen pengawalan/pendampingan dan kelembagaan yang melibatkan aparat militer di segenap pelosok Tanah Air dan sivitas akademika beberapa universitas.
Strategi Upsus Pajale tersebut merupakan respons dari tekanan besar yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada berbagai kesempatan kepada Menteri Pertanian untuk mencapai swasembada padi, jagung, dan kedelai dalam waktu tiga tahun, atau pada akhir 2017.
Walaupun secara semantik istilah swasembada tidak terlalu tepat karena di atas kertas Indonesia sebenarnya telah mencapai swasembada beras, ‘kontrak politik’ telah telanjur disepakati.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) agak longgar mendefisikan swasembada pangan, yaitu apabila setidaknya 90% dari kebutuhan pangan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Prospek ekonomi pangan dan pertanian akan cerah apabila pemerintah mampu bekerja sama dengan seluruh stakeholders bidang pangan. Strategi Upsus Pajale hanyalah salah satu pendekatan.
Pembangunan pertanian yang berhasil tidak hanya akan memperkuat sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani saja, tapi juga berkontribusi pada keberadaban proses transformasi struktural perekonomian. Maknanya, pembangunan pertanian yang akan dikenang sepanjang masa oleh warga negaranya sendiri dan oleh warga dunia ialah apabila pembangunan tersebut mampu memberikan dampak pendapatan dan dampak lapangan kerja bagi warga negara dan bagi sektor-sektor ekonomi yang lain.***
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
Penyuluh Pertanian di Kabuapten Lembata
Phone : 081245756178)
Email : wuwuryoseph@yahoo.com