ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) adalah kelompok militan yang hendak mendirikan negara Islam di Timur Tengah. Pada bulan Juni 2014, kelompok ini resmi mengubah nama menjadi Islamic State, tetapi masih dikenal sebagai ISIS. ISIS dianggap sebagai gerakan teroris paling radikal dan mampu mentransformasi politik Timur Tengah. Mereka memiliki kombinasi kekuatan fanatisme religius dan skill militer mumpuni.
ISIS membangun jaring organisasi begitu rapi dan rahasia untuk merekrut simpatisan dan loyalis. Kemampuan organisatoris inilah yang membuat ISIS semakin ditakuti. Karena radikalitas dan brutalitasnya, ISIS menjadi acaman bagi negara-negara di Timur Tengah dan negara-negara di dunia. ISIS menjadi musuh negara-negara yang berbasis agama (Islam) dan negara-negara sekuler.
Setiap negara di dunia memasang “kuda-kuda” untuk melawan kelompok ISIS. Perang terhadap kelompok ISIS ini lebih bersifat terbuka dengan wilayah yang sudah diketahui. Perang terbuka melawan kelompok ISIS tersebut justru semakin berat dengan risiko yang besar. Risikonya tidak hanya terhadap warga sipil tetapi juga risiko fatal pada pasukan yang melawan kelompok ISIS.
Patrick Cockburn dalam bukunya berjudul “The Rise of Islamic State: ISIS and The New Sunni Revolution”(2014) mencatat tanggal 10 Juni 2014 merupakan hari krusial bagi ISIS karena berhasil kota Mosul, Irak. Dalam 105 hari, kekuatan ISIS telah mencaplok wilayah sampai Syria. Tentara Irak dan Syria yang dibantu jet tempur Amerika tidak berdaya menghadapi kekuatan ISIS. Unik, ISIS mengklaim kemenangan itu berkat campur tangan Sang Ilahi (Divine intervention). Atas kemenangan itu, pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi, bermaklumat “Syria is not for the Syrians, and Iraq is not for the Iraqis. The Earth is Allah’s” (Syria bukan untuk orang Syria, Irak bukan untuk orang Irak. Dunia ini milik Allah).
Itu berarti, dalam seratus hari geografi politik Irak dan Syria berubah begitu drastis. Dalam kontrol kelompok ISIS, batas kedua negara tersebut menjadi kabur. Atas nama negara Islam, daerah kekuasaan ISIS adalah teritori negara Islam versi ISIS. Oleh karena itu, kelompok ISIS terus bergerak untuk mencaplok wilayah yang lebih luas untuk mendirikan negara Islam.
Kelompok ISIS ingin mendirikan negara Islam dengan setuju kekejaman dan menebar ketakutan. ISIS sangat ahli dalam ketakutan. Cockburn menulis, ISIS are experts in fear. Mereka tak segan membunuh warga sipil dan jurnalis dan tak risih pula menyebarkanya dengan video. Mulai dari James Foley (jurnalis Foto Amerika) sampai jurnalis Jepang, dibunuh secara kejam, direkam dan sebarluaskan. Mereka memanfaatkan teknologi komunikasi sebagai alat kampanye dan menyebarkan teror kepada masyarakat dunia. Ribuan foto warga Irak publikasi di internet setelah dibunuh dengan senjata dan pisau. Dalam bukunya yang berjudul “ISIS: The State of Teror”(2015), Jessica Stern dan J.M. Berger menulis, ISIS menggunakan pemancungan (beheading) sebagai bentuk strategi “pemasaran”, manipulasi dan perekrutan, dengan maksud menginstalasi ruang sosial-politik ke dalam keadaan teror (state of teror).
Dengan keadaan seperti itu, ISIS sedang memanggil jutaan simpatisan di seluruh dunia untuk memperjuangkan negara Islam. Menurut ISIS, negara yang mereka cita-citakan akan bermanfaat dan aman bagi umat (the believers) untuk hidup menurut pengetahuan dan ajaran Islam. Di situ, musuh-musuh Islam, khusus Amerika dan the allies of America, akan dimusnahkan. Pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi dan para loyalis fanatiknya mengekspolitasi dinamika sosial dan memanfaatkan teknologi baru untuk mempengaruhi politik dunia. Maka, ISIS pun mendapatkan simpatisannya di Indonesia sebagai salah negara dengan umat Islam terbesar di dunia.
Indonesia Melawan ISIS
Nolens volens (suka atau tidak suka) “ideologi” ISIS sudah sampai di Indonesia. ISIS sudah mendapatkan simpatisannya di Indonesia. Para siampatisan tersebut adalah orang-orang lama yang berkecimpung dalam gerakan Islam radikal dan kebenciannya terhadap Amerika dan Eropa. Sebagian dari mereka sudah bergabung bersama kelompok ISIS di negara Timur Tengah.
Respon cepat pemerintah Indonesia perlu diapresiasi dalam mengusir ISIS dari bumi Nusantara. Pasukan anti-teror telah melacak dan menangkap orang-orang yang diduga terkait ISIS. Situs-situs yang bernuansa radikal dan menyebarkan ajaran “jihad” mulai diblokir. Hal ini sangat penting, sebab ISIS menggunakan teknologi internet dan multimedia sebagai media jihad dan kampanye ideologinya.
Ideologi ISIS di Indonesia akan sangat mengancam pluralitas dan integrasi bangsa. Ideologi ISIS akan memicu konflik berbasis agama, ras dan gologan. Oleh karena itu, selain mengapresiasi kinerja pemerintah, masyarakat dan para pemimpin agama perlu saling meningkatkan komunikasi untuk berpadu dan bersatu melawan gerakan-gerakan ISIS yang mulai muncul di tengah ruang sosial masyarakat.
Dengan demikian, Indonesia membutuhkan langkah strategis, politis dan humanis untuk melindungi diri dari bahaya ISIS. Secara strategis, pemerintah harus menjamin rasa keadilan dan kesejahteraan rakyatnya sehingga masyarakat tidak tergiur oleh kampanye ideologi dan ekonomi palsu ISIS. Pemerintah Indonesia dari kepala negara dan pejabat di daerah perlu memiliki sikap tegas dan kemauan politik untuk bersama segenap elemen masyarakat dalam melawan “virus” ISIS. Akhirnya, setiap tindakan dalam melawan “virus” ISIS di Indonesia harus tetap humanis. Melindungi rakyat Indonesia harus tetap dengan cara beradab, bukan dengan kekerasan apalagi dengan teror negara. Sebab, musuh kita bukan rakyat sendiri, melainkan radikalisme dan fanatisme religius.
Ruteng, 2015