LEMBATA, SULUH NUSA – SEBANYAK 144 Kepala Desa se Kabupaten Lembata kembali mendatangi Komisi I DPRD Lembata menuntut hak minimal 10 persen Alokasi Dana Desa. Sayangnya, Pemerintah masih bertahan dengan perhitungan yang keliru berakibat 10 persen ADD berkurang drastis.
Kedatangan para kepala desa bertemu dengan Komisi I DPRD Lembata dihadiri Sekretaris Daerah Paskalis Ola Tapobali, PMD dan para Camat, 20 Februari 2023.
Usai pertemuan Fransiskus Boli, Kepala Desa Todanara, Kecamatan Ile Ape Timur meminta agar DPRD Lembata dan Pemerintah Kabupaten Lembata mengutak atik kembali APBD 2023 karena perhitungan 10 persen untuk mendapatkan Alokasi Dana Desa sebagai hak minimal Pemerintah Desa mengalami pengurangan yang signifikan.
Pengurangan ADD ini diduga sebagai kesalahan perhitungan yang tidak sesuai dengan skema perhitunhan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
“Peraturan Mentri Keuangan Nomor. 41 Tahun 2021 telah mengatur bahwa DTU memuat komponen DAU, DBH dan DAK. Untuk bagian ADD yang menjadi Hak desa didapatkan dari Dana Perimbangan setelah dikurangi DAK. Itu artinya 10% yang didapatkan oleh kami, pemerintah Desa mestinya 10% dari keseluruhan komponen DAU dan DBH. Memang ada point point pengaturan dalam penggunaanya diatur lebih lanjut pada PMK 212 Tahun 2022 tetapi tidak mengganggu pembagian minimal 10%. Ini angka minimal yg telah menjadi bagiannya Desa. Kami hanya meminta hak minimal kami yang sudah diatur oleh pemerintah pusat,”, ungkap. Frans Boli.
Menurut Frans Boli, Pemerintah Desa tidak sedang meminta Kebijakan Penambahan Anggaran untuk desa tetapi ini adalah perintah Aturan untuk sebuah Desentralisasi.
“Semua rujukan aturan dan Regulasi sudah sangat jelas. kami Desa punya Hak 10% paling minimal dari Pagu DTU (Dana Transferan Umum) dan DBH (Dana Bagi Hasil) diluar dari Dana Alokasi Khusus. Jadi pemerintah dan DPRD yang sudah terlanjur mendudukan ADD dalam APBD 2023 harus diutak atik sesuai aturan dengan perhitungan yang benar”, tutut Frans Boli.
Hal senada juga disampaikan oleh Tenaga Ahli Pendamping Desa Kabupaten Lembata, Philipus Neri kepada SuluhNusa (weeklyliline media network), Senin, 20 Februari 2023 menjelaskan UU No. 33 Tahun 2004 yang mengatur tentang Perimbangan Keuangan Atas Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang sebagian telah disempurnakan oleh UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, telah dengan jelas membagi Pembangunan dengan Adil dan Merata untuk Desa yakni Minimal 10% dari Dana Transfer Umum ke Daerah.
Oleh Peraturan Mentri Keuangan Nomor. 41 Tahun 2021 telah mengatur sebagai aturan pelaksanaannya bahwa DTU memuat komponen DAU, DBH dan DAK.
Senada dengan Frans Boli, Philipus Neri secara rinci menjelaskan untuk bagian ADD yang menjadi Hak desa didapatkan dari Dana Perimbangan setelah dikurangi DAK. Itu artinya 10% yg didapatkan oleh Desa mestinya 10% dari keseluruhan komponen DAU dan DBH..Apakah demikian…??? Bahwa ada point2 pengaturan dalam penggunaanya diatur lebih lanjut pada PMK 212 Tahun 2022 tetapi tidak mengganggu pembagian MINIMAL 10%, lagi angka minimal yang telah menjadi bagiannya Desa. Hal ini sesuai dengan tujuan Pembangunan Nasional Yakni Pembangunan Yang Tidak Tertuju Hanya Pada Satu Titik (Desentralisasi)”, terang Neri.
Lebih jauh Neri menjelaskan, sesuai rilis rincian Dana Transfer Umum (DTU) Tahun 2023 Menurut Kabupaten/Kota maka Kabupaten Lembata mendapatkan Total DTU senilai Rp. 583.795.626.000. Total DTU ini adalah penggabungan dari 3 komponen yakni DBH, DAU dan Dana Desa.
Lebih lanjut berdasarkan PMK 41 Tahun 2021, pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 ayat 1 sudah sangat jelas menyatakan bahwa Alokasi Dana Desa adalah Alokasi yang didapatkan dari Dana Perimbangan/Dana Transfer Umum ke Daerah setelah di kurangi DAK.
Untuk kepentingan ADD maka pembagiannya adalah Komponen DAU dan DBH dikalikan minimal 10%.
Untuk Kabupaten Lembata Tahun 2023 bisa kita gambarkan sebagai berikut =
Pertama, total Dana Alokasi Umum
Rp. 456.993.936.000 yang terbagi dalam 2 komponen yakni (BLOCK GRANT Rp. 320.340.185.000 + SPESIFIC GRANT Rp. 136,653,751,000).
Kedua, Dana Bagi Hasil (DBH) = Rp. 5.273.295.000.
“Dengan begitu total yang masuk dalam skema pemotongan 10% untuk bagiannya Desa adalah Rp. 462,267,231,000 x 10%
menjadi Rp.46.226.723.100, sehingga dari perhitungannya maka boleh kita dapatkan
total ADD Tahun 2023 dengan perhitungan yang benar sesuai regulasi PMK.41/PMK.07/2021 ADALAH = Rp. 46.226.723.100. Bahwa angka ini adalah angka minimal pembagian 10% yang harus didudukan dalam APBD Kabupaten Lembata tahun 2023”, tegas Neri.
Neri mempertanyakan dari mana angka ADD yang didudukan dalam APBD 2023 oleh pemerintah kabupaten hanya sebesar Rp. 32 milyar.
“Dasarnya dari mana, pemerintah mendapatkan angka ADD Rp. 32 milyar? Sementara 10 persen dari skema pemotongan untuk bagiannya Desa adalah Rp. 462,267,231,000 x 10% menjadi Rp.46.226.723.100, sehingga dari perhitungannya maka boleh kita dapatkan
total ADD Tahun 2023 dengan perhitungan yang benar sesuai regulasi PMK.41/PMK.07/2021 ADALAH = Rp. 46.226.723.100”, tegas Neri.
Desa diberi hak minimal 10 persen dan hak maksimal 11-12 persen. Dan di Lembata Pemerinrah Desa hanya menuntut hak minimal yang 10 persen.
“Di Kabupaten lain mereka sudah menerapkan hak maksimal, ada yang 11 persen dan ada yang sudah 12 persen. Kita di Lembata hanya menuntut hak minimal 10 persen. Itupun masih ribut. Itu pun masih rebut. Saling rebut padahal itu hak minimal pemerintah desa yang sudah diatur jelas dalam PMK oleh pemerintah pusat”, tegas Neri.
Baik Philipus Neri maupun Fransiskus Boli meminta Pemerintah dan DPRD Lembata untuk legowo mengutak atik kembali APBD 2023 sesuai aturan bukan legowo memotong tunjangan anggota DPRD dan honor pemerintah kabupaten.
Oleh karena Pemerintah Kabupaten Lembata masih ribut rebut 10 persen ADD yang menjadi hak minal desa berakibat 133 desa dari 144 di kabupaten Lembata sampai dengan Febeuari 2023 belum menyusun APBDes nya.
“Ini fatal. Desa yang sudah menyusun seselai menyusun APBDes tahun 2023 hanya 11 desa. Dan mereka sudah pencairan tahap I. Sementara 133 desa lainnya APBDes saja belum selesai. Ini fatal akibatnya”, ungkap Neri.
Kondisi ini akan berakibat pada kerja pemerintah desa selama tahun 2023 dipastikan tidak bisa mengelolah dana desa karena keterbatasan waktu. Dan sampai akhir tahun 2023 terdapat silpa 30 persen APBDes maka pemerintah pusat akan mengurangi transferan dana desa.
Neri menegaskan keterlambatan penyusunan APBDes ini berakibat pemerintah desa merealisasikan dengan prinsip kejar persentase sebagai syarat salur tapi waktu tidak memungkinkan akibatnya terjadi silpa. Dan kalau silpa dalam APBDes mencapai 30 persen maka Dana Desa dikurangi.
“Di Perbup belum mengatur sehingga alasan keterlambatan itu bisa akibat fatal pada terlambatnya penyerapan DD Tahun 2023”, jelas Neri.
Selain itu, Neri memberi warning kepada pemerintah daerah kabupaten Lembata untuk segera mendudukan ADD sesuai aturan. Langkahnya harus mengutak atik kembali APBD II Kabupaten Lembata tahun 2023.
“Dan mereka (Pemda) jangan main gila dengan persoalan ini. Karena kalau mereka mengeksekusi ADD dengan nilai yang sudah ditetapkan tanpa ada perubahan sesuai aturan dan skema perhitungan yang benar maka sanksinya DTU tiadak disalurkan Ama. Maka prosesnya makin berlarut. Dan saat asistensi APBD juga akan ditolak mentah mentah”, demikian Neri mengingatkan. +++sandrowangak