
suluhnusa.com – 06 Mei 2018, Puluhan mahasiswa asal Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Aksi solidaritas mengusut kasus human trafficking sekaligus kasus penembakan salah satu warga NTT yang beberapa waktu lalu ditembak mati oleh aparat kepolisian.
Aksi yang bertemakan “ Balada Duka di Nusa Trafficking Tinggi” berlangsung sekitar pukul 18.00 – 22.00 WIB dan bertempat di 0 kilimeter Jogja ini diikutsertakan oleh para mahasiswa NTT dan juga berbagai masyarakat Jogja yang ikut ambil bagian. Aksi yang berjudul festival duka lara ini merupakan salah satu agenda forum diskusi Dialog Publik Anak NTT (DILAN) yang dibentuk di Jogja dengan anggota segenap para pelajar asal NTT yang memiliki satu visi dan misi.
Seruan suara dan sikap para mahasiswa dalam gugatan kasus human trafficking dalam menyikapi kasus ini antara lain (pertama) menolak human trafficking, (kedua) menuntut pemerintah untuk serius menangani masalah human trafficking, (ketiga) Usut tuntas kasus penembakan Poro Duka dan (keempat) Mengharapkan berbagai pihak untuk bahu-membahu mengawal proses ini.
Mereka merilis jumlah korban sepanjang tahun 2016 hingga awal tahun 2018, menurut data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berjumlah 126 korban dari Malaysia sejumlah 46 korban pada tahun 2016, 62 korban pada tahun 2017 dan 18 korban pada bulan Januari-Maret 2018.
Sekilas laporan sekretaris utama BNP2TKI bahwa Nusa Trafficking Tinggi seolah predikat yang tepat untuk NTT, sebab 2,7 -3 juta jiwa TKI asal NTT di Malaysia tidak memiliki dokumen legal akibat pemalsuan oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Aksi yang dibuka dengan orasi perkenalan kasus di NTT oleh Yohanes Bosco Mawar selaku ketua Keluarga Mahasiswa Adonara Yogyakarta (KMAY) ini sangat menarik perhatian para pengunjung Malioboro ditengah situasi macet dan kurangnya pengawalan dari pihak kepolisian yang telah dihubungi.
Pasalnya keadaan tetap terkendali dan berjalan normal tanpa adanya hambatan. Aksi yang bermula dari depan pasar Malioboro ini.
Menurut koordinator Festival Duka Lara Grace Gracella ketika ditemui sebelum acara berlangsung, juga menegaskan bahwa tujuan dari aksi ini bukan semata-mata hanya untuk menunjukan kepada masyarakat Indonesia bahwa NTT sekarang tidak berada di zona nyaman, tetapi juga membuktikan bahwa para mahasiswa juga mempunyai peran dan partisipasi kepedulian sebagai wujud iba, asa, dan rasa kemanusiaan tertinggi akan NTT.
Perarakan aksi ini diiringi dengan lagu daerah asal Timor “Bolelebo” serta para peserta aksi membawakan atribut seperti peti jenazah, bendera merah putih yang diikat diujung tombak, berbagai poster yang bertuliskan sikap para mahasiswa dan menggunakan sarung tenunan dari berbagai daerah asal masing-masing. Acara tersebut semakin memuncak dengan berbagai orasi dari beberapa perwakilan mahasiswa dari beberapa daerah seperti Sumba yang menyuarakan kasus penembakan Poro Duka.
Selain itu hadir juga para suster yang juga menyumbang suara lewat lagu dan juga partisipasi mahasiswa dalam membumikan suasana festival tersebut seperti pembacaan puisi, paduan suara oleh mahasiswa dari daerah Ende, musikalisasi puisi oleh anggota Dilan, aksi media, drama singkat sekilas tentang human trafficking, dan penghormatan terakhir kepada peti jenazah dengan menaburkan karangan bunga oleh segenap perwakilan mahasiswa dari tiap-tiap daerah di NTT yang kemudian ditutup dengan doa bersama dan menyanyikan lagu Bolelebo. Hadir juga dalam aksi tersebut Sastrawan muda NTT Mario F lawi.
Para peserta aksi yang sebagian besar ialah anggota Dilan juga telah berusaha menyikapi situasi dengan beberapa seperti kajian intelektual yang memacu logika beberapa kali digelar untuk membuka tabir dari persoalan tersebut agar dituangkan dalam Buku Putih yang nanti diharapkan menjadi suatu rekomendasi yang berarti untuk pemerintah daerah Pemerintah NTT.***
Fani Stefani