suluhnusa.com – Diskusi ala Tunas Kelapa adalah nama salah satu mata acara dalam Perkemahan HUT Pramuka ke-56 Tingkat Kwarcab (baca: kabupaten) Flores Timur (Flotim) di Desa Waiwuring, Kecamatan Witihama.
Diskusi ini terjadi pada Minggu (13/08/2017) dari pukul 13.00-17.00 Wita.
Meneropong Gerakan Literasi dalam Frame Gagasan dan Aksi adalah topik diskusinya. Narasumbernya, Alexander Take Ofong, S.Fil (Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT), Drs. Bernardus Beda Keda, M.A.P (Kadis PKO Flotim), Dr. Lanny Isyabella Koroh, M.Hum (Pegiat Literasi), Gusty Richarno (Pimpinan Media Pendidikan Cakrawala NTT), dan Maksimus Masan Kian, S.Pd (Ketua Agupena Flotim). Nah, moderator yang menyajikan catatan yang tak ilmiah ini adalah Pion Ratulolly alias Muhammad Soleh Kadir.
Membaca dan menulis adalah Fondasi Literasi. Kira-kira itu catatan pertama yang moderator tangkap dari diskusi tersebut. Betapa tidak, membaca adalah meng-input data, sedangkan menulis adalah meng-output data. “Kepala kita seperti pita kaset. Ketika mata membaca maka kepala kita merekam atau menyimpan semua data dari bahan bacaan itu. Saat menulis, di situlah kita sedang memutar hasil rekaman,” Gusty Ricrharno berpendapat.
Literasi perlu dibentuk melalui sebuah gerakan, itu catatan kedua. Mengapa gerakan? Karena berdasarkan data, minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Makanya, perlu aksi bersama untuk berpindah tempat (gerak) dari titik start I minat baca yang rendah menuju titik finish I minat baca yang tinggi, hingga sanggup berdampak sistemik pada titik start II yakni aksi menulis.
“Literasi tidak boleh dipandang sebagai program semata. Literasi adalah gerakan. Dilakukan secara bersama oleh semua komponen masyarakat untuk menggapai kepentingan bersama,” Alex Ofong beri pendapat.
Pembentukan karakter adalah tujuan utama gerakan literasi. Demikian catatan ketiga. Setelah seseorang giat melaksanakan kegiatan membaca dan menulis maka endingnya adalah pembentukan karakter. Ada perubahan sikap dan perilaku. Dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik menjadi baik, dari tidak benar menjadi benar.
“Sama halnya Gerakan Pramuka, Gerakan Literasi mencapai titik akhir yakni pembentukan karakter. Makanya, manfaatkan buku agenda Pramuka untuk kegiatan membaca dan menulis. Dengan begitu, karakter sebagai insan ilmiah secara perlahan terbentuk,” Lanny Koroh berargumentasi.
Pemerintah mendorong Gerakan Literasi, termasuk Gerakan Literasi Sekolah (GLS), catatan keempat. Pasal 4 ayat 5 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 berbunyi, Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Mencermati regulasi tersebut serta regulas-regulasi senafas lainnya, Kadis PKO Flotim menerbitkan surat edaran kepada seluruh intitusi pendidikan, baik tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, pendidikan nonformal, dan taman bacaan, agar merealisasikan formula 7M.
“Formula 7 M itu, yakni setiap lembaga pendidikan diharapkan: 1) Memiliki perpusatakaan sekolah; 2) Memiliki tenaga perpustakaan; 3) Memiliki program membaca secara terjadwal; 4) Memiliki buletin sekolah atau majalah dinding; 5) Memiliki ruang baca gambar; 6) Memiliki lomba membaca dan menulis; dan 7) Melibatkan orang tua dalam GLS di rumah,” Bernardus Beda Keda memberi tahu peserta diskusi.
Aksi nyata Gerakan Literasi di masyarakat salah satunya dengan menyediakan pojok baca di setiap rumah. Ini catatan kelima.
“Rumah sebagai tempat tinggal, sudah disesaki dengan berbagai perabotan. Kursi, meja, lemari, lemari es, dan lainnya. Cobalah geser sedikit ruang kosong untuk diisi dengan rak buku. Selanjutnya, orang tua memberi contoh untuk memulai aktivitas literatif. Anak-anak didorong untuk berliterasi. Dengan begitu, nuansa literasinya pasti terasa,” Maksi kasih solusi.
[muhammad soleh kadir]
Pengurus Agupena Flotim