suluhnusa.com – Presiden Joko Widodo mengatakan, dia tidak ingin ada anak Indonesia yang putus sekolah karena persaingan antarnegara di dunia yang makin ketat membutuhkan sumber daya manusia yang tangguh.
Bahwa Indonesia merupakan negara besar dengan 17.000 pulau, 516 kabupaten/kota, 34 provinsi, 714 suku, dan lebih dari 1.100 bahasa lokal. Dan Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan negara sesuai amanat UUD 1945. Namun, hingga usia 72 tahun kemerdekaan RI, segenap masyarakatnya masih belum mempunyai akses mengenyam dunia pendidikan formal selayaknya.
Data UNICEF tahun 2016 sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Begitupula data statistik yang dikeluarkan oleh BPS, bahwa di tingkat provinsi dan kabupaten menunjukkan terdapat kelompok anak-anak tertentu yang terkena dampak paling rentan yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Ada temuan menarik. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, mengumumkan hasil penelitian Hasil Bantuan Siswa Miskin Endline di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan.
Sebanyak 47,3 persen responden menjawab tidak bersekolah lagi karena masalah biaya, kemudian 31 persen karena ingin membantu orang tua dengan bekerja, serta 9,4 persen karena ingin melanjutkan pendidikan nonformal seperti pesantren atau mengambil kursus keterampilan lainnya.
Mereka yang tidak dapat melanjutkan sekolah ini sebagian besar berijazah terakhir sekolah dasar (42,1 persen) maupun tidak memiliki ijazah (30,7 persen). Meski demikian, rencana untuk menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ternyata cukup besar, yakni 93,9 persen. Hanya 6,1 persen yan menyatakan tidak memiliki rencana untuk itu.
Kasus anak putus sekolah saling mempengaruhi satu sama lain dengan persoalan kemiskinan. Putus sekolah mengakibatkan bertambahnya jumlah pengangguran, bahkan menambah kemungkinan kenakalan anak dan tindak kejahatan dalam kehidupan sosial masyarakat. Begitu seterusnya karena tingkat pendapatan yang rendah, akses ke pendidikan formal pun sulit dicapai.
Kemudian di luar faktor ekonomi, faktor budaya misalnya membuat orang tidak berhasrat untuk pergi ke sekolah. Karena kompleksnya persoalan, banyak masyarakat menilai sekolah tidak lagi menarik. Sehingga sering terdengar keluhan untuk apa sekolah.
Tetapi ini menjadi upaya penting pada daerah-daerah tertentu ketika pendidikan formal tak bisa menjangkau. Dia mengingatkan bahwa substansi sekolah adalah membangun tradisi literasi, kemelekan terhadap kehidupan ini.
ngan bersekolah anak memiliki kemampuan dalam berpikir secara optimal. Setidaknya dengan memiliki bekal pendidikan, anak dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-sehari. Intinya anak-anak akan memiliki pemikiran yang berkembang dan maju.
Orang bersekolah bertujuan agar mampu berpikir, menalar secara rasional obyektif, dan bisa memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
Angka putus sekolah tidak hanya terjadi di lima provinsi di atas. Ibukota Jakarta juga punya data angka putus sekolah. Terbukti, di di Jakarta Barat, ada sekolah untuk anak anak putus sekolah.
Sekolah ini, nama PKBM Amari, di Merayu Utara, Jakarta Barat, tepatnya beralaat di Jalan Paket B, Jl. H. Saaba. PKBM ini sudah berdiri selama dua puluhh tahun melayani anak anak putus sekolah di wilayah Ibukota Negara Bagian Barat.
Salah seorang pengajar di PKBM tersebut, Sri Rahayuningsih, S.Pd kepada suluhnusa.com, melalui email, 1 Agustus 2017, mengungkapkan PKBM Amari sejak dua puluh tahun lalu melayani pendidikan untuk warga Jakarta yang putus sekolah dengan membuka kelas Paket.
Untuk melayani pendidikan Aksara juga ilmu pengetahuan kepada warga Jakarta Barat yang putus sekolah, PKBM Amari membuka kelas belajar setiap hari Senin-Rabu dan apabila menjelang ujian mereka menambkah kelas pelajaran pad har Sabtu dan Minggu.
Sistem pelajaran di PKNM Amari menggunakan tatap muka selama 90 menit untuk satu mata pelajaran dimuli pkl . 19:00 wib- 20:30 wib dan 20:30 wib – 22:00 wib.
Selain tatap muka PKBM Amari juga menggunakan sistem Sistemnya modular dan komunikasi intensif lewat media sosial Facebook sebagai sarana mengkomunikasikan semua palajaran dengan para siswa.
“Karena keterbatasan waktu, biasanya beberapa guru memposting bahan – bahan mata pelajaran di Group Facebook yang anggotanya adalah murid – murid PKBM Amari. Karena mereka tak memiliki banyak bahan ajar untuk belajar. Jadi aku bantu dan aku Share di grup. Masalah terbesarnya kurangnya minta membaca. Buka buku mereka malas. Kalau mereka bisa buka di HP, lebih gampang. Makanya aku Share aja di Grup FB. Dan alhamdulillah cukup membantu”, ungap Rahayuningsih yang mengaku sudah bekerja pada PKBM tersebut selama tiga tahun belakangan dan mengasuh tiga pelajaran sekaligus yakni IPS, Bahasa Inggris dan Komputer.
Tahun 2017, PKBM Amari memiliki 123 murid untuk Paket B, 56 Murid untuk Paket C dan 2 orang Paket A dengan tenaga pengajar sebanyak 15 orang.
Rahayuningsih dalam emailnya menulis, di Jakarta juga banyak warga yang putus Sekolah Dasar. Selain warga pendatang yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga warga asli Betawi juga banyak yang putus sekolah.
“Kan orang betawi malas nyekolahin anak,” tulis Rahayuningsih.***
sandrowangak