suluhnusa.com_PDIP resmi mengusung Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo sebagai Presiden. Penetapan dilakukan karena Joko Widodo diprediksi mampu mendongkrak suara PDIP di pada pileg mendatang, walau dengan mengkhianati warga Jakarta.
Hal ini membuat banyak kalangan menilai PDIP sedang memainkan politik ajimumpung dan prgamatis. Ambisi politik yang tak etis sebab, Jakarta sebagai ibukota Negara masih butuh Jokowi untuk melakukan pembenahan. Tetapi munmpun Jokowi lagi naik daun, apa boleh buat, mengkhianati warga Jakarta pun tak apalah. Demi ambisi politik PDIP.
Koordinator Tim Penegak Demokras Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus, SH menilai, pencalonan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi menjadi calon presiden dari PDI Perjuangan, bukan saja mengecewakan puluhan juta pemilih dan warga DKI Jakarta, tetapi juga akan menurunkan tingkat kepercayaaan publik terhadap kepemimpinan Jokowi karena masyarakat akan menilai Jokowi dan PDI Perjuanga menganut paham pragmatisme, dan ajimumpung.
Bahkan Jokowi juga dinilai mudah mengkhianati komitmen politiknya yaitu membangun Jakarta selama lima tahun, mengubah wajah Jakarta menjadi sebuah kota yang humanis, toleran dan bebas dari macet dan banjir. Petrus Selestinus mengatakan itu ketika menghubungi wartwan suluhnusa.com dari Jakarta, Sabtu 15 Maret 2014.
Diikatakannya, dari sisi PDI Perjuangan, langkah mencapreskan Jokowi tanpa mempertimbangkan janji PDI Perjuangan dan Jokowi dalam kampanye Pilgub setahun yang lalu yaitu membangun Jakarta untuk 5 tahun, sebagai blunder politik.
“Publik akan menilai Jokowi sebagai calon pemimpin yang tidak memiliki karakter kepemimpinan yang baik, pemimpin yang tidak punya pendirian, mudah didikte dan ketergantungan yang amat sangat kepada Ketua Umum PDI Perjuangan sebagai patron,” katanya.
Petrus menambahkan, kondisi demikian membuktikan bahwa Jokowi sesungguhnya bukan politisi dengan kriteria memiliki karakter personality yang kuat atau berpendirian, melainkan ia seorang pekerja yang hanya loyal kepada patronya.
Padahal, kata Petrus, publik tahu bahwa kultur korup di PDI Perjuangan yang masih berakar ketika berkuasa ditambah lagi dengan banyak benalu yang ingin menjadikan PDI Perjuangan sebagai lahan mencari nafkah bukan sebagai alat perjungan kesejahteraan rakyat.
“Bukti lain bahwa Jokowi tidak memiliki karakter personality yang kuat adalah lebih memilih menjadi capres atas mandat dari Megawati dari pada konsisten memenuhi janji kepada 25 juta penduduk DKI Jakarta untuk mengubah Jakarta yang manusiwi selama lima tahun,” jelasnya.
Jokowi Tidak Memiliki Etika Politik
Dia juga menyebutkan, Jokowi tidak punya etika ketika menerima mandat dari Megawati menjadi capres, karena secara etika atau fatsun politik mestinya baik Megawti maupun Jokowi, sebelum memberi atau menerima mandat sebgai capres terlebih dahulu harus meminta persetujuan warga Jakarta atau DPRD DKI Jakarta untuk menjadi capres.
“Negara ini membutuhkan pemimpin dengan karakter kepemimpinan yang kuat, tidak gampang didikte atau bekerja berdasarkan kehendak patronnya atau Ketua Umumnya,” ujar Petrus.
Itu pasalnya, kata Petrus, TPDI sejak awal sudah mengingatkan Jokowi dan PDI Perjuangan agar hati-hati dalam mencapreskan seseorang.
“PDI Perjuangan harus benahi kondisi internal terutma kultur korup dengan benalu-benlunya dan komitmen penuh mendahulukan kepentingan rakyat. PDI Perjuangan dan Jokowi akan menuai kritik, protes bahkan somasi agar meninjau kembali pencapresan Jokowi krena PDI Perjuangan dan Jokowi belum memenuhi janji memimpin Jakarta lima tahun kedepan dan belum lagi tidak meminta restu kepada warga pemilih Jakarta yang memilih Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta,” katanya.
Karena TPDI Akan melakukan Somasi
TPDI sambung Petrus sedang mempertimbangkan untuk mensomasi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Jokowi terkait pencapresan Jokowi. Bahkan, menurut dia, jika perlu akan mengajukan gugatan ke Pengadilan sebagai wanprestasi Ingkar Janji PDI Perjuangan dan Megawati kepada publik.(sandro wangak/lorens leba tukan)