suluhnusa.com_Penggantian kurikulum yang terlalu sering ini mengambil kesan pemerintah tidak pernah siap dengan apa yang dibuatnya.
Padahal harusnya satu kurikulum bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama, mungkin sampai dengan dua puluh tahun. Yang dikorbankan dalam hal ini adalah siswa dan guru. Siswa seolah-olah menjadi kelinci percobaan pemerintah dalam menggapai ambisinya.
Keberhasilan pembangunan itu sangat ditentukan oleh faktor manusia, dan manusia yang menentukan keberhasilan pembangunan itu haruslah manusia yang mempunyai kemampuan membangun. Demikian diungkapkan, Abdul Majir,M.Kpd, selaku pemerhati pendidikan, yang juga kandidat Doktor Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang, kepada Wartawan di Labuan Bajo, Selasa, 4 Desember 2013.
Dia menjelaskan, kemampuan membangun hanya dapat dicapai melalui pendidikan. Melalui kegiatan pendidikan formal dan non formal diharapkan upaya untuk menciptakan dan mengembangkan seluruh potensi sumber daya yang religius, penuh kesadaran, berkepribadian, cerdas, berperilaku serta memiliki kreativitas tinggi sehingga siap untuk mengisi pembangunan.
Untuk itu, sudah menjadi kewajiban pemerintah melaksanakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warganya. Kondisi nyata saat ini yang dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota, salah satunya adalah masih rendahnya mutu dan pemerataan pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Sementara itu sangatlah disadari bahwa kadar kualitas suatu daerah sangat tergantung dengan kualitas pendidikan warganya.
“Setidaknya, untuk mengukur daya saing suatu daerah dipengaruhi oleh tiga hal penting; pertama, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu daerah; kedua, kemampuan manajemen Kepala daerah ; ketiga, kemampuan sumber daya manusia. Usaha yang dilakukan pemerintah dalam membangun dan meningkatkan daya saing sumber daya manusia di kabupaten/kota, melalui pendidikan yang dilakukan selama ini tetaplah bermakna dalam upaya pencerdasan rakyat, walau tetap saja dihadapkan/dibenturkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang sangat cepat dan globalisasi yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat, baik kehidupan individu maupun sosial kemasyarakatan” papar Majir.
Diakui Majir, selama ini,belum ada usaha dalam mencapai pendidikan yang bermutu, beradab, dan yang dapat memanusiakan manusia perlu memperhatikan prinsip pendidikan sepanjang hayat (lifelong education) dan memperhatikan empat pilar (sendi) pendidikan, yakni learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar dengan berbuat), learning to be (belajar menjadi seseorang), dan learning to live together with to live others (belajar hidup bersama) dalam pelaksanaannya. Pemerintah daerah masih sibuk mengurus balas jasa atas kesuksesan terpilihnya sebagai kepala daerah.
Ini tercermin dari masih banyak daerah yang belum meratantanya lembaga pendidikan dari SD sampai SMA. Ada lagi daerah sudah banyak SD sampai SMK/SMA, tapi pemerintahtidak memikirkan untuk perguruan tingginya (PT).
“Banyak hal dan fakta untuk dijadikan sebagai bahan renungan dalam dunia pendidikan Indonesia umumnya, diantaranya data penilaian Human Development Index (HDI) tahun 2011,” katanya.
Kualitas pendidikan yang punya korelasi dengan kualitas SDM punya urutan buruk. Kualitas SDM Indonesia menurut Human Development Index 2011 yang di release November 2011, ternyata Indonesia berada diurutan terbawah di antara negara Asean. Kita kalah sama Philipina dan jauh dibelakang dibandingkan dengan Malaysia.
Human development index yang mengurutkan 187 negara di dunia membagi dalam empat columns of catergories: 1. very high human development dimana terdapat urutan 1 sampai 47; 2. High Human Gevelopment yang memuat urutan 48 sampai 94; 3. medium human development dengan urutan 95 sampai 141; 4. low human development dengan urutan 142 sampai 187.
Indonesia masuk dalam kategori ketiga sebagai negara dengan medium human development, dan hanya menempati urutan ke 124. Sedangkan Phillipina ada di urutan ke 112 dan Thailand di tangga 103. Malaysia berada di katagori kedua sebagai negara dengan high human development dan menempati urutan ke 61.
Sedangkan Singapore masuk dalam katagori very high human development dengan urutan ke 26. Berdasarkan data laporan data statistik world bank 2011 dan the global competitiveness report 2010 – 2011, yang menyatakan bahwa lama sekolah berkorelasi positif terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) atau human development index (HDI)” ungkapnya. (Richard Kandy)