SULUH NUSA, KUPANG – KASUSÂ dugaan penganiayaan terhadap Kepala Desa Oinlasi, Kabupaten TTS oleh beberapa oknum polisi memasuki babak SP3 dengan alasan tidak ditemukan unsur pidana. Sayangnya, Ada dugaan penerbitan SP3 ini sebagai upaya melindungi pelaku yang adalah oknum polisi dari jeratan hukum. Benarkah?
Tim Penasehat Hukum (PH) Kepala Desa (Kades) Oinlasi, Kecamatan Ki’e, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Yeremias Nomleni, akhirnya menempuh langkah bijak “menggugat” praktek ketidakadilan yang dilakukan penyidik Reskrim Polres TTS, terkait adanya Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP3) perkara dugaan penganiayaan berat atas dirinya, oleh terduga pelaku oknum polisi Polsek Ki’e, berinisial DN dan PS dari Polsek Amanatun Selatan, Polres TTS.
Menurut tim Penasehat Hukum korban Yeremias Nomleni, SP3 tanpa tanggal dengan nomor ; B / 1124/VI/ RES.1.6/2/2O23 Reskrim, perihal pemberitahuan penghentian penyelidikan, dengan alasan belum ditemukan peristiwa pidana, adalah alasan yang patut dipertanyakan, dipaksakan dan diduga kuat melindungi terduga pelaku sesama anggota Polri.
Terkait kejanggalan SP3 ini, tim Penasehat Hukum korban dari kantor advokat/ pengacara Reno N. Junaedy SH dan Rekan, akhirnya melayangkan Dumas Ke Kapolda NTT, guna memperjuangkan hak – hak hukum korban sebagai warga negara untuk mendapatkan keadilan.
Dumas dengan nomor : O1/ Dumas EKS/ KAP/ RNJ/2O23, tanggal (3/7/2O23), perihal pengaduan terhadap penghentian kasus penganiayaan oleh penyidik Reskrim Polres TTS ( Unit Pidum), yang copiannya diterima media ini menyebutkan, bila ditinjau dari pasal 184 ayat (1) KUHP, seyogyanya perkara ini sudah memenuhi minimal dua alat bukti dan atau bukti permulaan yang cukup berdasarkan keterangan korban dan para saksi, yang jelas nyata adanya peristiwa pidana.
Hal ini menjadi fakta karena adanya korban dan adanya pelaku yang didukung oleh keterangan korban dan saksi – saksi lainnya.
“Dengan demikian sudah tepat dan juga sah, jika penyidik tidak perlu ragu untuk melanjutkan proses hukum ini dan menetapkan tersangkanya”, tulis Penasehat Hukum dalam rislinya.
Ketua tim penasehat hukum korban, Reno. N Junaedy, SH, kepada media ini di Polda NTT usai menyerahkan Dumas, Selasa, 4 Juli 2023 mengatakan, langkah yang ditempuh pihaknya sudah tepat agar kasus ini dibuka kembali, demi hak hukum korban untuk mendapatkan keadilan.
“Saya tegaskan SP3 ini patut dipertanyakan. Selain terkesan dipaksakan, juga sangat bertolakbelakang dengan fakta sebenarnya. Kami menduga penyidik tidak netral dan terindikasi melindungi terduga pelaku yang adalah sesama anggota Polri”.ungkap Reno.
Dirinya menambahkan, akan tetap fokus mengawal kasus ini agar korban segera mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.
“Kami juga telah melaporkan kasus ini ke Kapolri, Bidpropam Mabes Polri, Kompolnas, dan Komisi III DPR RI. Kami juga minta pihak Polda NTT, untuk segera mengambil alih penanganan perkara ini, agar berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku, tanpa ada indikasi keberpihakan dan upaya melindungi terduga terlapor yang adalah anggota Polri,” harap Reno.
Sebelumnya Kasatreskrim Polres TTS, Iptu. Joel Ndolu, kepada wartawan mengatakan, pihaknya sudah menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP3) dan sudah memberikan kepada keluarga korban.
“Suratnya sudah kami kirim ke keluarga korban. Itu SP3 sementara. Jika ditemukan ada bukti baru maka akan dilanjutkan kembaili”.kata Joel.
Sementara itu Kabidpropam Polda NTT, Kombes Pol. Dominicus Yempormase, saat hendak ditemui tim media ini diruang kerjanya, lagi sedang ada kegiatan.
“Saya lagi ada ada kegiatan. Nanti di atur waktunya untuk bertemu.”.kata Dominicus.
Dikonfirmasi sebelumnya terkait SP3 perkara dimaksut, Dominicus mengatakan, pihaknya akan segera mempelajari dulu.
“Ya kita akan pelajari dulu”.katanya.
Sekedar diketahui, selain kasus ini dilaporkan di Polres TTS, korban juga melapor ke Bipropam Polda NTT terkait pelanggaran kode etik profesi Polri.
Hal ini dibuktikan dengan adanya SP2HP Bidpropam yang menyebut kedua oknum polisi diduga melakukan pemukulan terhadap Kades Oinlasi, Yeremias Nomleni.
Diketahui, dugaan penganiayaan terhadap Kades Oinlasi ini terjadi pada 10 Februari 2023 lalu. Penganiayaan tersebut kemudian dilaporkan oleh istri korban di Polda NTT pada 18 Februari 2023.
Laporan ini tertuang dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan, Laporan Polisi (LP) bernomor LP/14/II/HUK.13.10/2023/Yanduan tanggal 17 Februari 2023.
Kejadian itu bermula ketika korban menegur salah satu pendeta yang hendak memindahkan barang dari rumah korban yang ditempati oleh pendeta tersebut.
Korban bermaksud pemindahan barang itu harus diketahui oleh jemaat dari lima gereja yang ada. Setelah itu terlapor bersama beberapa anggota polisi lainnya datang.
Terlapor diduga menunjuk-nunjuk korban sambil mengancam korban untuk menunggu di lokasi kejadian. Sekitar 30 menit kemudian, terlapor datang bersama delapan anggota polisi lainnya lalu diduga mengeroyok korban. +++ass/tim