Suluh Nusa, Lewoleba – Ditengah pandemi Covid -19 PT Bank NTT melalui KPNL Kupang melelang sejumlah Hak Tanggungan milik Debitur yang dianggap lalai oleh PT Bank NTT salah satunya adalah agunan milik Nurlin Hasan dan Hasan H. Ahmad.
Hak tanggungan, penjaminan atas barang tidak bergerak dan atau kapal berukuran tertentu serta barang-barang yang ditentukan oleh pemerintah yang diberikan debitur kepada kreditur untuk jaminan utangnya; penjaminan dibuktikan dengan akta pembebanan hak tanggungan (APHT) (hypothecation).
Hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No.4 Tanggal 9 April 1996 Pasal 1 Ayat 1 adalah: “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”
Melalui Kuasa hukumnya Bertolomeus Take, S.H, Nurlin Hasan menerangkan bahwa kami melayangkan gugatan terhadap PT Bank NTT dan KPNL Kupang, Jumad tanggal 2 Juli 2021 lalu.
“Gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Lembata diterima langsung oleh Panitra Muda Perdata Markus Ariwibowo, SH dan teregister dengan nomor:12/Pdt.G/2021/PN.Lbt,” unglap Berto Take.
Pengacara LBH SIKAP Lembata ini pun menerangakan keliennya keberatan dengan pengumuman lelang yang dilakukan pihak PT Bank NTT sehingga melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Lembata.
“Tentu klien kami punya alasan hukum mengapa dilayangkan gugatan ini,” tandas Mantan Ketua BEM Fakultas Hukum Undana Kupang itu.
Lebih jauh Berto menjelaskan bahwa kliennya melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Lembata lantaran tidak pernah diberi surat peringatan (SP2) dan surat peringatan (SP3) tiba-tiba saja di surati bahwa harta/barang agunannya telah didaftarkan ke KPKNL Kupang untuk dilelang.
“Klien kami memang menunggak dalam melakukan cicilan kredit untuk kepentingan usaha (UMKM) lantaran usahanya mengalami gulung tikar, namun klien kami tetap punya itikat baik untuk mengangsur semampunya namun itikat baik itu tidak dihargai,” tegasnya.
Berto Take menyesalkan tindakan pihak Bank NTT yang tidak menghargai itikad baik kliennya sebab kliennya pernah bersurat ke Direktur Utama PT Bank NTT di Kupang agar piutangnya dijadwalkan kembali agar bisa mencicil sesuai kemampuan kliennya mengingat usaha kliennya dalam usaha pemulihan, namun tidak direspon oleh PT Bank NTT.
Senada dengan Berto, Ama Raya, Pengacara LBH SIKAP lainnya mengungkapkan walau kliennya masih berusaha untuk selalu beritikad baik namun pihak PT Bank NTT tetap berupaya agar agunan kliennya didaftarkan untuk dilelang oleh KPKNL Kupang pada tanggal 6 Juli 2021 mendatang.
Ama Raya juga menerangkan bahwa, jika berpedoman pada prinsip Pasal 1339 KUHPerdata, mestinya sebelum PT Bank NTT mendaftarkan ke pihak KPNL Kupang untuk agunan dilelang, harusnya terlebih dahulu memanggil kliennya dan Hasan H.Ahmad sebagai pemilik nama dalam Hak Tanggungan untuk dibicarakan atau dinegosiasikan apa solusinya sebelum diajukan untuk dilelang oleh KPKNL.
Lagi pula proses sampai kepada didaftarkan untuk dilelang oleh pihak KPKNL, PT Bank NTT tidak pernah memberikan Surat peringatan kedua (SP2) dan surat peringatan ketiga (SP3) kepada klien kami.
Lanjut Ama Raya, jika merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor:27/PMK/06/2016 Tentang petunjuk pelaksanaan lelang, maka KPKNL mestinya menolak usulan PT Bank NTT untuk dilakukan lelang atas agunan klien kami.
Jika KPKNL tetap melakukan lelang atas agunan klien kami, maka baik PT Bank NTT maupun pihak KPKNL jelas-jelas menabrak Hukum dalam hal ini menabrak peraturan menteri keuangan, mengapa demikian karna dalam Peraturan Mentro Keuangan nomor: 27/PMK/06/2016 itu ditegaskan bahwa dalam melakukan pelelangan, segala jenis dokumen haruslah lengkap.
“Nah, dalam perka ini klien kami tidak pernah diberi surat peringatan kedua (SP2) dan surat peringatan ketiga (SP3), artinya usulan PT Bank NTT itu dokumennya tidak lengkap seperti amanat PMK,” tegas kepala bidang Advokasi LBH SIKAP Lembata ini.
Kepala Divisi Korsek Bank NTT di Kupang, Hendri Wardoyo saat dikonfirmasi media ini, 5 Juli 2021 malam belum memberikan pernyataan. (sandro/red)