
Berdasarkan UU NO 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup. Pasal 23 ayat (1) menjelaskan tentang kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting wajib dilengkapi dengan AMDAL.
suluhnusa.com – Rencana pembangunan Jeti dan Kolam Apung oleh Pemerintah Kabupaten Lembata di Aulolon atau awalolong yang merupakan sebuah Pulau Pasir Putih (kosong) yang sangat indah khususnya bagi masyarakat Lewoleba dan sekitarnya ditolak oleh Wahana Lingkungan Hidup NTT-WALHI NTT. Bagi WALHI pengembangan pariwisata di Pulau yang memiliki keunikan tersendiri karena pulau ini akan hilang jika air pasang dan sebaliknya pulau tersebut akan muncul jika air surut di duga menyimpan tindak pidana lingkungn dan Maladministrasi.
Pulau Siput adalah pulau yang indah. Memiliki keunikan. Namun keunikan ini tidak diakui Pemerintah Kabupaten Lembata sebab areal pulau itu hendak dibangun kolam apung yang menurut Pemerintah Kabupaten Lembata kolam apung tersebut akan menjadi ciri khas. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah tidak dapat membedakan mana yang menjadi ketertinggalan dan mana yang menjadi ciri khas.
Ihwal dugaan tindak pidana lingkungan dan maladministrasi ini disampaikan Dominikus Karangora, Divisi Media dan Komunikasi Walhi NTT, saat menghubungi suluhnusa.com, menanggapi pernyataan Bupati Lembata, Eliazer Yenti Sunur yang tetap berkomitmen melanjutkan pembangunan Jeti dan Kolam Apung di Awalolong, Pulau Siput.
TERKAIT:
Bupati Lembata: ‘Awalolong Tetap Dilanjutkan, Karena Saya Mau Lembata Maju’
“Pembangunan tersebut menjadi persoalan bagi masyarakat Lewoleba dan sekitarnya sebab secara history sebagian masyarakat Lembata berasal dari pulau tersebut. Selain itu pembangunan ini berdampak pada lingkungan sehingga harus harus dihentikan. Pembangunan ini juga menjadi salah satu contoh pengabaian pemerintah Kabupaten Lembata terhadap warisan budaya masyarakat lewoleba dan sekitarnya,” ungkap Karangora, Rabu, 13 Februari 2019.
Sikap Walhi NTT ini seturut perspektif hukum pembangunan ini juga syarat dengan pelanggaran-pelanggaran administrasi dan juga patut diduga sebagai salah satu bentuk pidana lingkungan yang perlu menjadi perhatian seluruh elemen terutama penegak hukum. Walhi pun memberikan gambaran atas beberapa substansi pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lembata.
Wajib AMDAL
Setiap aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya selalu memberikan dampak terhadap lingkungan. Hal inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah sehingga pembangunan itu harus menerapkan prinsip keberlanjutan dan berwawasan lingkungan agar pengendalian dampak dapat disiapkan sejak dini.
“Hal ini dapat diakomdir melalui izin lingkungan yang didahului melalui Analisis Dampak Lingkungan. Berdasarkan UU NO 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup. Pasal 23 ayat (1) menjelaskan tentang kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting wajib dilengkapi dengan AMDAL,” ungkap Domi Karangora.
Dalam menentukan kriteria “berdampak penting” maka ada indikator yang harus dipertimbangkan. Pertama, Mengingat komponen-komponen lingkungan pada dasarnya tidak dapat berdiri sendiri maka dampak pada satu komponen lingkungan akan berdampak pada komponen lainnya. Dengan pengertian ini maka dampak tergolong “penting” apabila rencana atau kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan dampak lanjutan lainnya sama nilainya atau lebih dari komponen yang terkena dampak primer.
Dalam pembangunan Kolam Apung Awelolong, menurut Pemerintah Kabupaten Lembata bahwa pembangunan itu hanya mengunakan wilayah laut yang artinya bahwa tidak berdampak langsung pada Awelolong atau dengan kata lain Aulolon akan terkena dampak sekunder. Sedangkan yang terkena dampak primer adalah wilayah laut. Kembali pada penjelasan sebelumnya bahwa dampak sekunder dan dampak lanjutan lainnya bernilai sama dengan dampak primer maka dikategorikan sebagai “berdampak penting”.
Kedua, indikator berdampak penting lainnya adalah apabilah di areal (KBBI: bersangkutan dengan area) memiliki spesies endemik. Dari dulu sampai hari ini, Aulolon selalu menjadi bagian dari ruang hidup masyarakat pesisir sebab di Aulolon memiliki beberapa spesies endemik misalnya siput (mollusca), timun laut atau trepang, dan lainnya sebagainya. Selain menjadi komsumsi masyarakat
Ketiga, pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk usaha dan/atau kegiatan, mengubah atau memodifikasi areal (kkbi: bersangkutan dengan area) yang mempunyai nilai keindahan yang tinggi. Keindahan Aulolon sebagai pulau pasir putih menjadi keunikan tersediri khususnya bagi masyarakat Lewoleba. Pada poin ini tentu setiap orang memiliki pandangan sendiri karena berbicara tentang estetika. Namun apresiasi terhadap Awelolon yang selama ini terjadi bukan sebatas estetika lingkungan tetapi melapaui itu yaitu apresiasi terhadap etikan lingkungan. Tentu hal ini dapat dibantah secara gamblang tetapi hal pentingnya adalah pemerintah menjadikan Awelolon sebagai salah satu objek wisata maka pemerintah sendiri sudah mengakui Aulolon memiliki nilai keindahan yang tinggi. Objek yang diakui indah inilah kemudian arealnya dimodifikasi dengan membangun kolam apung tersebut maka dikategorikan sebagai “berdampak penting”
Keempat, Rencana atau kegiatan akan mengakibatkan konflik atau kontroversi dengan masyarakat. Kita semua tau bahwa pembangunan kolam apung Awelolong sudah mendapat penolakan dari masyarakat, baik itu penolakan dalam aksi nyata maupun penolakan dalam ruang-ruang diskusi masyarakat, media sosial dan lainnya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah karena penolakan masyarakat termasuk dalam kategori ‘’berdampak penting’’ sehingga pemerintah tidak punya alasan untuk tidak memerluhkan AMDAL.
Kelima, adalah dampak komulatif. Pemerintah juga perlu memahami bahwa ada sifat komulatif terhadap dampak lingkungan maupun dampak sosial. Maksud dari sifat komulatif adalah bertambanhnya dampak, bertumbuhnya dampak dan bertimbunnya dampak. Proses akumulatif dampak ini terlihat jelas pada sosial masyarakat seperti yang sudah saya katakan sebelumnya bahwa ada penolakan dari masyarakat dan semakin bertambah. Contohnya adalah sampai hari ini kami masih menerima laporan terkait kasus Awelolon dan perkembangan dari masyarakat. Dua contoh ini menjelaskan bahwa ada akumulatif dari dampak sosial sehingga pembangunan kolam apung ini “berdampak penting”.
Dugaan Pidana Lingkungan
Berdasarkan penjelasan inilah maka kegiatan pembangunan Kolam Apung Aulolon wajib memiliki dokumen AMDAL.
“Seperti yang kita tau bersama bahwa AMDAL atau penetapan kelayakan lingkungan merupakan syarat untuk mendapatkan izin lingkungan. Jika pembangunan tidak memiliki izin lingkungan seperti yang dijelaskan pasal 36 ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup maka dapat dipidanakan sesuai ketentuan pasal 109 ayat (1) No 32 Tahun 2009 Tentang (PPLH). Sejak pembangunan pemasangan tiang pancang sampai dengan hari ini WALHI NTT sebagai Komisi penilai AMDAL di tingkat Provinsi tidak memiliki dokumen AMDAL terkait pembangunan itu Kolam Apung,” beber Dominikus.
Dugaan Maladministrasi
Selain itu, Walhi NTT juga menemukan adanya dugaan Maladminisyrasi. Berdasarkan penjelasan pertama Pemerintah Kabupaten Lembata bahwa pembangunan kolam apung Aulolon sudah memilik izin lingkungan namun kenyataannya tidak ada dokumen AMDAL. Sedangkan pernyataan kedua bahwa belum memiliki izin lingkungan tetapi sedang mengurus UKL/UPL (Upaya Pengelolahan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan).
“Yang menjadi pertanyaannya adalah dasar hukum apa yang dipakai sehingga pembangunan kolam apung Aulolon tidak membutuhkan AMDAL dan hanya mengunakan UPL/UKL untuk mendapatkan izin lingkungan ? Sebab dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 5 Tahun 2015 Tentang bahwa suatu usaha atau kegiatan tidak wajib AMDAL apabila tidak “berdampak penting”. Sedangkan seperti penjelasan sebelumnya bahwa pembangunan kolam apung Aulolon berdampak penting. Selain itu dalam permen ini mensyaratkan UKL/UPL hanya bisa dilakukan apabila ditetapkan oleh Menteri. Maka penetapan itu harus ditunjukan kepada masyarakat sehingga masyarakat tau.,” tuturnya.
sandro wangak