suluhnusa.com – Sebagaimana berita yang diturunkan sebelumnya, LBH Sikap Lembata mempersoalkan Perbub No 41 tahun 2018 atas Perubahan Perbub No 52 tahun 2017 tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2018. LBH Sikap menilai Perbub No 41 tsb ilegal dan tidak sah, karena melakukan pergeseran, penambahan dan pengurangan anggaran yang tidak sesuai dengan Perda No 10 tahun 2017 tentang APBD Tahun Anggaran 2018.
Akhmad Bumi saat dikonfirmasi terkait Perbub No 41 tahun 2018 ini pada Kamis, 5 Juli 2018 menyatakan sependapat dengan LBH Sikap Lembata.
Menurut Bumi, seorang Plh. Sekretaris Daerah tidak dibenarkan menandatangani Lembaran Daerah dan Berita Daerah. Plh Sekda menandatangani Perbub No 41 tahun 2018 itu bertentangan dengan UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam UU tsb mengatur Sekretaris Daerah definitif yang menandatangani Lembaran Daerah dan Berita Daerah. pada pengundangan Perbub No 41 tahun 2018 dalam lembaran daerah ditandatangani oleh Plh Sekda. Itu bertentangan dengan UU. Hal ini membawah konsekwensi hukum.
Bukan hanya Lembaran Daerah dan Berita Daerah tapi Plh Sekda juga tidak boleh tandatangan DPPA maupun SPM UP dan SPM GU selaku Pengguna Anggaran untuk diajukan pada BUD sebagai dasar penerbitan SP2D. Hal itu melanggar PP No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No 13 tahun 2006 yang telah diubah dengan Permendagri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, urainya.
Plh Sekda juga tidak bisa menjadi Ketua Tim Penilai Kinerja PNS atau Ketua Baperjakat yang memimpin rapat Baperjakat mengusulkan mutasi PNS. Ini bertentangan dengan UU ASN dan PP No 11 tahun 2017 tentang Manajmen PNS.
Plh Sekda menjabat sejak Bupati keluarkan surat bebas tugas kepada Sekda definitif pada bulan Januari 2018, dihitung sekitar kurang lebih 5 bulan lamanya.
Padahal sesuai Peraturan Presiden No 3 tahun 2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah mengatur masa tugas seorang Pelaksana Harian Sekda kurang lebih hanya 15 hari, bukan 5 bulan.
Surat bebas tugas dari bupati kepada Sekda definitif itu sejak tgl 2 Januari 2018. Kemudian Gubernur NTT memerintahkan Bupati mencabut surat bebas tugas tsb. Akhirnya tgl 13 Maret 2018 Bupati mencabut surat bebas tugas tsb. Artinya bupati mengakui salah dengan menerbitkan surat bebas tugas tsb sampai dengan mencabut surat yang telah bupati terbitkan. Karena melanggar UU ASN, PP No 11 tahun 2017 dan PP No 53 tahun 2010.
Akan tetapi Plh Sekda ini menandatangani beberapa dokumen penting daerah terkait anggaran. Antara lain Perbub No 41 tahun 2018, DPPA, SPM dan beberapa dokumen penting lainnya. Ini semua memiliki konsekwensi hukum. Karena Plh Sekda tidak memiliki legitimasi dan kewenangan. Plh itu tidak sebagai Sekda Definitif dan tidak sebagai Kepala Perangkat Daerah karena tidak diangkat dengan SK Bupati, tidak dilantik oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, tidak mengangkat sumpah atau janji dihadapan pejabat PPK atau pejabat yang ditunjuk dan tidak dilakukan serah terima jabatan (Sertijab) dari Sekda definitif.
“Olehnya seluruh tindakan yang dilakukan seluruh SKPD dengan merujuk pada dokumen yang ditandatangani Plh Sekda itu melanggar hukum, apalagi sampai mengeluarkan anggaran berdasar dokumen yang ditandatangani Plh Sekda, itu bermasalah dan mengarah pada tindakan kejahatan anggaran,” jelasnya.***
sandro wangak