suluhnusa.com – Saya membuat catatan sederhana ini sebagai bentuk apresiasi. Selebihnya sebagai perayaan atas kabar gembira. Karena ada semacam keriangan di hati. Keriangan tatkala menyaksikan pergumulan romantis dua anak muda. Keduanya mau bersila dengan tulus dan rendah hati untuk bercakap soal gerakan literasi. Itu sebuah gerakan yang tengah gandrung di Kabupaten Flores Timur saat ini.
Adalah seorang Fransiskus Padji Tukan, berbilang hari yang lalu. Sebagai anak muda yang selalu gelisah, Frano Tukan, sapaannya, curhat melalui sebuah opini yang dimuat apik pada sebuah media online. Frano datang sebagai pengingat yang santun. Ia ingatkan soal wacana Perbup Gerakan Literasi yang tengah gulir sepekan ini.
Lalu senada dengan kegelisahan itu, Muhammad Soleh Kadir bertandang melawan baper. Lalu, Pion, sapaannya, memberi sedikit koreksi melalui counter opini yang dimuat pada media online lainnya.
Dan saya, melalui catatan ini memaknai kegalauan keduanya sebagai kegelisahan yang romantis. Pion dan Frano Menjadi Romantis Karena Gelisah. Apa pasal?
Frano dan Pion telah memberikan warta baik kepada semua kita. Bahwa semangat literasi itu mestilah selalu dipercakapkan. Dibicarakan, entah dalam keadaan yang sangat terjaga, entahpun dalam kondisi setengah tidur. Agar, kita tidak benar-benar tidur dalam gerakan literasi ini. Dan percakapan yang dilakukan hendaklah romantis.
Gerakan Literasi sebagai salah satu simpul gerakan kultural memang tak butuh perihal remeh-temeh semacam sensansi, opurtunisme politik, apatah lagi disponsori oleh semangat komersialisasi ekonomis. Gerakan literasi adalah gerakan membangun peradaban.
Gerakan Literasi adalah membangun iklim ilmiah, yang padanya kita titipkan asa pembangunan. Manusia seutuhnya selalu kerap dibangun dari berbagai perspektif, tidak terkecuali Gerakan Literasi. Gerakan Literasi itu idealistis. Karenanya, tidaklah sekali-kali dilumuri dengan kepentingan pragmatis.
Namun, juga tak salah jika kita menyerukan kepada para pemangku kepentingan, tertutama pemerintah, untuk dapat berjejer dalam barisan gerakan ini. Pemerintah mesti mengambil sedikit peran praksisnya. Ihwal ini sebagai pengejawantahan, peran pemerintah sebagai pemenuh kebutuhan hidup rakyatnya, termasuk Gerakan Literasi.
Bertolak dari itu, dalam langgam yang sama, kita butuh semacam legal praksis keterlibatan pemerintah dalam wujud Perbup dan lain sebagainya. Pemerintah mesti hadir menjadi regulator untuk menjembatani rakyatnya menuju kesejahteraan kemanusiaan. Di sini, pemerintah boleh jadi sedang bergerak menuju penuntasan konstitusi secara praktis dan kontekstualitas.
Maaf, Sodaraku berdua. Melalui Perbup, atau semacamnya, Gerakan Literasi bisa diproduksi secara terlembaga, terarah, dan tersistem. Gerakan ini nantinya, tidak hanya menjadi kepentingan segenap komunitas literasi semata, atau Dinas Pendidikan sahaja. Tidak semata demikian. Gerakan Literasi diharapkan mampu dinikmati seluruh lapisan masyarakat sebagai sebuah kebutuhan primer, tidak hanya urusan perut dan atap rumah.
Meminjam istilah dari bidang olahraga, sudah saatnya kita memasyarakatkan literasi dan meliterasikan masyarakat. Bahwa literasi itu menjadi sebuah ibadah kemanusiaan dalam wajah yang lebih lembut dan berperikemanusiaan.
Maaf, Saudaraku Frano dan Pion. Sampai di sini mungkin, saya agak emosional sehingga sedikit terlibat dalam percakapan romantis kalian berdua. Keinginan tulus saya semata, agar pandangan kita lebih beraneka. Ini literasi dan literasi itu membutuhkan sebanyak mungkin khazanah berpikir, apatahlagi dari kaum cendekiawan seperti Saudara berdua.
Saudaraku berdua, sesungguhnya, percakapan menjadi semacam penggoda bagi pemerintah Kabupaten Flores Timur untuk merefleksi visi misi kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati saat ini. Semangat Desa Membangun Kota Menata, itu hendaklah diterjemahkan secara utuh. Pasalnya, membangun dan menata itu temanya bukan soal batu, pasir, semen dan beton semata. Namun, semangat visi misi ini mesti melingkahi semua aspek. Sebab membangun manusia dan menata masa depan adalah soal yang bukan spele. Boleh jadi perihal itu merupakan pintu masuk yang tak kurang lebihnya adalah melalui gerakan literasi ini. ***
Muhamad Ikram Ratuloli
Penulis adalah pegiat literasi, Anggota DPRD Kabupaten Flores Timur