SULUH NUSA, LEMBATA – AKSI penolakan terhadap investasi Kerang Mutiara di Teluk Lewoleba menimbulkan situasi yang tidak elok. Penjabat Bupati Lembata, Matheos Tan diduga mengancam warga pesisir Teluk Lewoleba. Bukti Penjabat Bupati Lembata kongkalikong dengan Investor asal Kobe Jepang ini?
Usai pulang dari Jakarta setelah mengikuti kegiatan di KemenPAN RB dan beberapa agenda lainnya, Penjabat Bupati Lembata langsung disodorkan jadwal Musrenbang Kabupaten. Dalam kegiatan itu Matheos Tan, mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan publik Lembata.
Bahkan banyak pihak menilai penyataan Penjabat Bupati itu provokatif dan terkesan mengancam warga pesisir Lembata yang menolak kehadiran investor.
Pasalnya, di hadapan Pejabat Eselon II, Para Camat, Anggota DPRD Kabupaten Lembata dan ASN di Aula Kantor Bupati Lembata, Matheos Tan tidak segan segan mengatakan dirinya akan membawa aparat keamanan dengan pangkat bintang untuk mengamankan investasi Kerang Mutiara di Teluk Lewoleba.
Matheos menyampaikan dirinya telah dipesan untuk mengamankan investasi budidaya kerang mutiara.
“Saya diminta pemerintah pusat untuk mengamankan Bapak dan Ibu berarti ada orang disini yang punya pangkatnya tinggi yang pake bintang-bintang di langit sudah pasti di sini,” jelasnya.
Untuk itu Matheos Tan memohon maaf jika ada yang dipanggil di kepolisian karena dianggap menjadi provokator dalam pembangunan daerah.
Selain itu dia menyebutkan aksi penolakan ini dibeking oleh Kepala Dinas dan Anggota DPRD, sekaligus menuding nelayan yang menggelar aksi protes tidak memiliki kapal.
“Saya dengar juga di belakang yang demo demo ini ada Kepala Dinas yang bisik bisik. Mohon maaf ada Anggota Dewan juga. Saya mendapat catatan dari Jakarta. Ketika orang urus izin, orang di pusat bilang jangan ke Lembata. Lembata punya raport merah di pusat. Kenapa? Karena masyarakat Lembata tidak kooperatif. Bapa dan ibu, mohon maaf ini. Sekali lagi mohon maaf. Ini Saya sampaikan biarkan mereka masuk dulu. Ini ujicoba. Kalau berhasil kita akan bicara hak dan kewajiban”, ungkap Matheos Tan.
Untuk itu Matheos Tan meminta dukungan masyarakat untuk membiarkan investor hadir untuk melakukan investasi. Menurutnya, Kabupaten Lembata tidak mampu kalau hanya berharap pada kemampuan keuangan daerah.
“Kita butuh investor. Yang datang demo kemarin jangan jangan mereka yang selama ini menangkap ikan dengan cara cara yang tidak baik. Saya dengar mereka menggunakan pukat pursine. Jangan jangan mereka yang datang demo itu tidak punya kapal. Termasuk Heri Tanatawa juga jangan jangan tidak punya kapal. Dengar dia ada kapal ikan, ada punya kandang ayam”, ungkap Matheos Tan.
Pernyataan Matheos Tan, Penjabag Bupati Lembata ini ditanggapi keras oleh Aliansi Nelayan Teluk Lewoleba (ANTL).
Mereka meminta Presiden Joko Widodo melalui Kemendagri untuk memulangkan Penjabat Bupati Lembata, Matheos Tan ke Jakarta.
Permintaan ini disampaikan oleh Sekretaris ANLT, Sumarmo Hamid di Sekretariat ANTL, Kota Baru Utara, Kelurahan Lewoleba Tengah, Lembata, NTT.
“Kami meminta presiden Joko Widodo melalui Kemendagri menarik pulang Penjabat Bupati Lembata,” ungkap Surmamo pada Selasa, 19 Maret 2024.
“Terkait dengan pernyataan pemerintah daerah (Matheos Tan-red) pertama kami dari masyarakat nelayan mengecam keras yang mana pernyataan itu seolah mengadu domba masyarakat dengan aparat,” jelas Sumarmo.
Lanjutnya, kami akan berkomunikasi dengan LSM, Pemerintah Pusat, DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi dan DRRD RI untuk menolak investasi budidaya kerang mutiara.
Sumarmo menegaskan, ANTL pada prinsipnya tidak menolak investasi. Menurutnya, banyak investasi yang baik. Tapi untuk investasi yang merugikan lingkungan, ekonomi dan masyarakat pasti akan ditolak.
ANTL sendiri akan melakukan aksi besar-besaran untuk menolak investasi budidaya kerang mutiara.
Sumarmo pun menegaskan bahwa pemerintah jangan pernah mengabaikan kontribusi nelayan di Lembata terhadap kemajuan daerah baik berupa sumber protein dan sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Bahkan perna di tahun 2017, PAD dari nelayan mendekati satu miliar yaitu sekitar 900an juta. Sebab saat itu, satu kapal membayar 1 juta per tahun.
Saat ini, nelayan di Teluk Lewoleba tetap memberikan sejumlah uang kepada pemerintah melalui DKP ayang kemudian disebut Sumbangan Pihak Ketiga.
Sumbangan pihak ketiga ini diberikan setiap kali ada pengiriman Ikan. Namun tidak termuat sebagai pendapat DKP.
“Selama ini DKP Lembata yang tidak perna jujur dengan masyarakat terkait PAD. Yang mana sumbangan PAD nelayan tidak termuat dalam PAD dinas Perikanan dan Kelautan,” jelas Sumarmo.
“Kami siap buktikan jika pemerintah menyangkal soal ini. Bukti pembayaran ada pada nelayan,” tegasnya.
Salah satu nelayan, Burhan H. M Tahir mengatakan, dirinya merasa heran dengan pemerintah Kabupaten Lembata.
Dalam pandangannya, Matheos Tan datang ke Lembata untuk mengurus masyarakat Lembata. Namun sebaliknya, mengurus investor.
“Jelas-jelas masyarakat nelayan di sini sudah tolak kenapa penjabat seperti itu. Dia datang ini bukan urus kami tapi dia urus investor,” ungkap Burhan.
“Kalau perusahaan memaksakan kehendaknya maka kami akan turun ke laut. Tidak ada kata lain selain tolak karena itu kebun kami,” sambungnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Lembata, pattai Demokeat, Hironimus Lukas Kirun, memandang Investasi mutiara ini akan berjalan puluhan tahun untuk itu pemerintahb daerah harus perimbangkan perkembangan Lembata ke depan, akan ada banyak pembangunan di sisi laut.
Dia mencontohkan Teluk Lewoleba sangat berpotensi untuk nelayan karenan 2 selat yaitu tanjung Kolipadan dari laut flores dan Tanjung Naga dari laut Sawu) yg menjadi pintu masuk ikan ke Teluk Lewoleba.
Dengan potensi ini sehingga teluk Lewoleba menjadi pendapatan utama nelayan kita sehingga Pemda jangan gegabah mengambil keputusan dan tergiur dengan sejumlah uang yang ditawarkan untuk PAD karena masih banyak potensi daerah lain sebagai sumber PAD.
“Terhadap ruang penyerapan tenaga kerja juga tidak banyak yang dibutuhkan dengan luas area laut yang dikapling, apa lagi dengan upah yangg hanya cukup buat kebutuhan makan sebulan, ingat, ini perusahan asing, mereka menerapkan standar kerja perusahaan tetapi standar upah masih regional”, tegas Hilarius Lukas Kirun (Hiluks).
Ia menegaskan belajar dari pengalaman hadirnya mutiara di Teluk Hadakewa tahun 80an sampai hari ini terus berkembang dan tidak punya dampak signifikan terhadap masyarakat setempat, pembangunan desa masih dengan sana desa, nelayan terus mengeluh maka apa pun alasannya saya tetap menolak investasi mutiara di Teluk Lewoleba”, tegas Hiluks.
Orator ANTL, Heri Tanatawa Purab menyayangkan pernyataan Penjabat Bupati Lembata, Matheos Tan. Bagi Heri, sebagai Penjabat Bupati, Matheos Tan tidak layak membuat pernyataan yang bernada provokatif dan terkesan mengancam warga yang menolak. +++sandro.wangak/aldino