suluhnusa.com_Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) mencatat tingkat inflasi di Bali-Nusra telah mencapai 8,83 persen year on year (y o y) atau lebih tinggi dengan inflasi nasional yang sebesar 8,79 persen (y o y). Tingkat inflasi ini berada pada ambang level dua digit atau mendekati batas atas yakni 10 persen. Demikian dikemukakan Sekretaris Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Bali-Nusra, Dwi Pranoto, selasa, 7 Oktober 2013.
Ia mengatakan, inflasi tertinggi terjadi di wilayah Nusa Tenggara Barat sebesar 9,83 persen, disusul Nusa Tenggara Timu mencapai 8,36 persen dan Bali inflasi mencapai 8,35 persen.
“Tingkat inflasi ini sudah berada di ambang level dua digit dan upayamenahan laju kenaikannya menjadi sangat krusial, Karen jika inflasi pada level tinggi dan tidak stabil, akan mengganggu roda perekonomian, iklim investasi dan pada akhirnya bermuara pada penurunan kesejahteraan masyarakat,” ujar Pranoto.
Menurutnya, tekanan inflasi sepanjang tahun 2013 sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM bersubsidi yang mulai diberlakukan 22 Juni 2013 lalu.
Penyesuaian harga BBM ini memberikan dampak lanjutan berupa kenaikan signifikan harga-harga kebutuhan pokok dan ongkos transportasi. “Di samping itu, kenaikan tarif dasar listri turut menyumbang tekanan inflasi wilayah. Momen perayaan bulan Ramadan, Idul Fitri, musim liburan sekolah dan tahun ajaran baru yang terjadi bertepatan dengan momen kenaikan harga menyebabkan inflasi terakselerasi pada level yang lebih tinggi,” ungkapnya.
Dia memperkirakan risiko tekanan inflasi ke depan masih cukup tinggi. Sebab, bergejolaknya nilai tukar rupiah juga memberikan tekanan pada inflasi secara langsung maupun tida langsung. Secara langsung, inflasi terakselerasi melalui jalur imported inflation berupa kenaikan harga barang-barang impor, baik bahan pangan maupun non pangan.
“Secara tidak langsung, inflasi akan terakselerasi akiba kenaikan ekspektasi inflasi masyarakat terkait makin melebarny defisit neraca pembayaran Indonesia,” ucapnya.
Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Ketut Wija mengatakan, ada lima strategi strategi pengendalian inflasi melalui pendekatan lima pilar TPID yakni kelembagaan, distribusi, regulasi, informasi dan edukasi secara sistematis terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik antar-TPID, stakeholder non-TPID maupun dengan pemerintah pusat. Saat ini terdapat tempat TPID di wilayah Bali- Nusra. Tiga di antaranya TPID level provinsi yaitu Bali, NTT dan NTB serta satu TPID level kabupaten di Maumere.
Sementara sebanyak 11 TPID di level kabupaten/kota akan dibentuk di antaranya TPID Denpasar, Singaraja, Mataram, Bima, Sumbawa Besar, Kupang,Labuan Bajo, Ende, Waingapu, Atambua, dan Ruteng. “Kami bersama pemerintah daerah berkomitmen untuk mendukung paket kebijakan fiskal dalam mengendalikan impor melalui penggunaan produk dalam negeri dan mendorong pertumbuhan ekspor,” katanya.
Ditambahkannya, pihaknya secara bersamaan akan pemberdayakan tim di provinsi untuk melakukan rencana kerja yakni mengupayakan kelancaran produksi dan pasokan, sosialisasi regulasi terkait Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 terkait buah lokal, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 terkait Usaha Kecil Menengah (UKM).
Wija menyampaikan sebagai perwujudan edukasi dan informasi akan dilakukan pengembangan klaster ketahanan pangan dan penyusunan kajian pemenuhan komoditas. Terkait dengan kesenjangan informasi harga pada pasar komoditas pangan pokok akan diminimalisir dengan pembangunan pusat informasi harga pangan strategis (PIHPS). (sandro wangak)