suluhnusa.com_Bali memang sudah tersohor di manca negara, utamanya wisata alam dan budayanya yang demikian mempesona.
Pulau kecil yang juga menebar pesona magis dari ribuan pura yang dipuja umat Hindu sering dijuluki Pulau Seribu Pura. Selama ini para wisatawan domestic maupun mancanegara masih terkonsentrasi di bagian selatan pulau Bali padahal bagian utara pulau Bali juga menyimpan banyak objek wisata alami yang masih belum sepenuhnya terdengar gaungnya, namun keberadaannya sesungguhnya sangat menjanjikan .
Kali ini kami akan menyajikan informasi mengenai sebuah objek wisata seputaran wilayah Kabupaten Buleleng sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Jembrana.
Bukan kebetulan lewat, tetapi kami, suluhnusa.com sengaja mendatangi tempat yang memiliki mithologi yang terbilang unik menyerupai Kisah Romeo dan Juliet di benua Eropa.
Objek wisata sekaligus tempat pemujaan yang kami kunjungi kali ini adalah sebuah tempat yang disebut oleh masyarakat sekitar dan masyarakat Bali umumnya sebagai Pura Jayaprana.
Tempat ini, terletak di area Taman Nasional Bali Barat, tepatnya di Teluk Terima, Desa Sumber Klampok, Kecamatan Gerokgak. Dari Denpasar kita bisa mengendarai kendaraan roda dua atau roda empat menuju Kota Singaraja lewat jalur bedugul. Dari Singaraja kita menuju barat sekitar 67 km. Atau bisa juga melewati jalur Denpasar Gilimanuk lalu menuju ke timur sekitar 2 km .
Perjalanan dari Denpasar menuju tempat objek wisata Jayaprana memang cukup jauh memakan waktu sampai sehari.
Namun dalam perjalanan kita dapat berhenti untuk menikmati objek wisata lain semisal Kebun Raya Bedugul, Danau Beratan, Air Terjun Gitgit, Pantai Lovina, dan wisata laut khususnya diving di Desa Pemuteran, Buleleng. (Denpasar Singaraja lewat jalur bedugul).
Tempat ini terletak di tepi sebuah teluk, di atas bukit kecil . Untuk mencapai tempat ini kita harus mendaki beberapa tangga sekitar 15 sampai 20 meter dari jalan raya. Di sepanjang jalan terdapat pohon pohon yang pada saat kami kunjungi meranggas, menggugurkan daunnya karena musim kemarau. Tapi justru itu yang terlihat unik, sebab sepanjang jalan pemandangan hampir sama.
Selain itu waspadai juga beberapa kera yang nakal, yang mungkin akan sedikit membuat anda terkejut ketika barang anda dicuri mereka. Jadi lebih baik untuk memasukkan semua barang dalam tas yang dipegang erat di depan, bukan di punggung.
Yang menarik dari tempat ini adalah sebuah legenda yang hidup secara turun temurun dalam masyarakat Buleleng, Bali, mengenai tempat ini serupa dengan kisah Romeo dan Juliet yang berkembang di Eropa.
Alkisah ada sebuah keluarga yang mempunyai tiga orang anak. Mereka hidup sangat miskin. Suatu hari keluarga tersebut terkena penyakit menular dan meninggal dunia. Hanya satu orang anak laki lakinya yang masih hidup.
Karena hidup sebatang kara maka anak tersebut yang bernama Jayaprana memohon untuk dijadikan pelayan di istana Kerajaan Kalianget. Sang Raja menyetujui permintaan Jayaprana. Bertahun tahun mengabdi sampai dewasa. Jayaprana pun menjadi anak kesayangan dari Sang Raja.
Ketika Jayaprana dewasa, Sang Raja menyuruhnya untuk segera menikah. Maka pergilah Jayaprana ke sebuah pasar dekat istana. Di sana , ia bertemu dengan Layonsari dari Banjar Sekar, anak Jro Bendesa, seorang prajuru adat Desa Banjar. Maka Sang Raja pun menulis surat kepada Jro Bendesa agar memberikan putrinya untuk menikah dengan Jayaprana.
Tak berapa lama mereka menikah dan pergi menghadap Raja. Raja pun terkesima dengan kecantikan Layonsari. Timbullah niat jahatnya untuk mendapatkan Layonsari sebagai istri. Maka dibuatlah sebuah rencana untuk membunuh Jayaprana.
Dipanggillah Jayaprana ke istana tepat setelah seminggu pernikahannya berlangsung. Raja menugaskan Jayaprana untuk mengatasi kekacauan di Teluk Terima. Jayaprana tidak berani menolak perintah Raja walaupun sudah tau itu adalah rencana jahat Sang Raja.
Pergilah Jayaprana ke Teluk Terima setelah berpamitan dengan istri yang baru saja dinikahinya. Di Teluk Terima, Jayaprana dibunuh oleh Patih Sawunggaling. Dari darahnya keluar aroma yang harum dan wangi. Jenasahnya dikubur di atas bukit di Teluk Terima.
Adapun Layonsari setelah mengetahui kematian suaminya, langsung bunuh diri, setia sampai mati walaupun Raja sudah memintanya menjadi istri. Karena kematian Layonsari Raja menjadi gila dan membunuh prajuritnya. Rakyat tidak terima dengan perlakuan Raja , kemudian memenjarakan Raja mereka sendiri.
Menurut masyarakat sekitar jasad Layonsari dikuburkan di Desa Kalianget sedangkan jasad Jayaprana dikuburkan di Teluk Terima. Namun dari beberapa analisa dan penelitian ilmiah, tidak ditemukan fakta sejarah dari kisah tersebut.
Baik keturunan Jro Bendesa ataupun keturunan Patih Sawunggaling yang ditugaskan membunuh Jayaprana pun tidak ada jejak keturunannya baik di Kalianget ataupun Banjar Sekar.
Jadi cerita ini memang hanya legenda, bukan sejarah, yang kemungkinan besar, mulai muncul pada jaman penjajahan Belanda karena terinspirasi oleh kisah Romeo dan Juliet di daratan Eropa dan hidup secara turun temurun dalam masyarakat Bali karena diperkuat oleh adanya kidung (lagu) memuat kisah Jayaprana dan Layonsari yang dibuat pada tahun 1893
Jro Mangku Dalem Ketut Carka, Pengempon Pura Jayaprana menuturkan adalah sebuah kepercayaan dari masyarakat sekitar bahwa pasangan pengantin pantang untuk melewati jalan di depan Pura dan mencari jalan alternative lain.
Apabila pasangan pengantin melanggar pantangan tersebut maka akan terjadi malapetaka yang mengakibatkan perpisahan diantara kedua mempelai.
Terlepas dari benar tidaknya cerita tersebut berupa sejarah maupun legenda, yang terpenting adalah saat ini kita mempunyai kesempatan untuk memelihara dan menikmati peninggalan indah dan menakjubkan. Bukan hanya dari latar belakang kisahnya tetapi juga keindahan alam sekitar tempat ini sangat indah .
Saat berada di puncak bukit dan menoleh ke belakang. Disana akan ditemukan pemandangan sebuah teluk yang airnya tenang, dibatasi oleh bukit yang hijau. Sungguh menakjubkan.
Menurut masyarakat setempat, terkadang kita bisa melihat guratan guratan berwarna merah oranye pada air di teluk. hal itu dipercaya sebagai darah Jayaprana yang mengalir ke Teluk saat dibunuh Patih Sawunggaling. (dias/sandrowangak)