suluhnusa.com – Markus Lela Udak, saat ini dipercaya oleh Bupati Lembata, Eliazer Yentji Sunur sebagai Kepla Badan Perizinan Satu atap dan penanaman Modal Kabupaten Lembata. Dia dianggap mampu dan cakap mengemban tugas ini. Perjalanan panjang Markus Lela Udak, sejak menjadi staf dan Camat juga kepala Bidang di Kesbangpol Lembata enjadi catatan panjang perjalanan Karies Markus di Lingkup Pemkab Lemnbata. Seiring kisah sukses dalam berkarir, Markus Lela Udak juga memiliki catatan panjang dalam fakta dan kasus yang melilitnya.
Tahun 2008 menjadi terdakwa dalam kasus pengukuhan kawasan hutan lindung di Kabupaten Lembata
Petrus Bala Pattyona menyurati Menteri Kehutanan RI, Malam Sabat Kaban terkait penetapan lahan pertanian warga Lembata menjadi hutan lindung yang berbuntut ditetapkannya Gregorius Molan bersama rekan petani lainnya, Lodofikus Leban, Mateus Leban, dan Lorensius Kia Liman sebagai pelaku illegang logging di lahan milik mereka. “Saya sudah menyurati Pak Menteri Kehutanan untuk meminta penjelasan tentang pengukuhan kawasan hutan lindung di Kabupaten Lembata. Surat bernomor: 044/MP/PBP/XII/2008 itu sudah kami layangkan pada 6 Desember 2008 lalu,” kata Kuasa Hukum Gregorius Molan, dkk, Senin, 8 Desember 2008. Gregorius Molan bersama rekan petani lainnya, Lodofikus Leban, Mateus Leban, dan Lorensius Kia Liman kini sedang menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Lembata dengan nomor register perkara 55/Pid.B/2008/PN.Llb. Keempatnya didakwa melakukan tindak pidana yaitu melanggar Pasal 78 ayat 2 jo Pasal 50 ayat 3 huruf c Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Selain Goris dkk, PN Lembata juga sedang mengadili tiga terdakwa lainnya yakni Donatus Kase, terdaftar dengan No. 57/B/2008/PN.llb, terdakwa Kristianus Kristo, terdaftar dengan No. 58/Pid.B/2008/PN. Llb dan terdakwa Markus Lela Udak terdaftar dengan No. 60/Pid.B/2008/PN. Llb.
Dalam surat itu, Petrus menguraikan secara ringkas laporan yang disampaikan kepada Menteri MS Kaban. Menurutnya, pada Sabtu, 23/8/2008, sekitar jam 11.00 WITA, bertempat di Daerah Aliran Sungai (DAS) kawasan Hutan Lindung Hadakewa Labalekan tepatnya di Desa Paobokol, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata. Para terdakwa, Gregorius, Lodofikus, Liman dan Boli Leban melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan. Radius dari tempat penebangan sekitar 100 meter dari aliran tepi sungai dan menebang pohon, memanen, memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang yakni Dinas Kehutanan Kabupaten Lembata dengan cara menebang kayu hutan jenis ipi, mangga hutan dengan menggunakan chain saw karena mereka menebang dalam lahan milik pribadi.
Tahun 2009, tersandung kasus yang mencemarkan nama baik Petinggi KPU Lembata
Tahun 2009 adalah tahun pemilihan umum. Markus lela Udak tersandung kasus yang melibatkan petinggi KPU Lembata Wilhelmus Panda Mana Apa. Markus dilaporkan ke Polres Lembata karena mencatut nama ketua KPU dalam kasus pemerasan terhadap beberapa ketua Partai dalam urusan verifikasi partai politik pada pemilu 2009. Markus memeras beberapa ketua partai dengan jaminan partainya akan lolos verifikasi KPU jika menyerahkan sejumlah uang sesuai permintaan. Wilhelmus melaporkan Markus Lela Udak yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan Parpol Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Kabupaten Lembata karena telah melakukan pungli dan pemerasan dengan mencatut nama Wilhelmus untuk memeras sejumlah parpol yang ingin lolos verifikasi. Menurut Wilhelmus, dirinya mendengar kabar itu langsung dari ketua salah satu parpol yang tak lolos verifikasi, yaitu Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Buruh Indonesia (PBI) Yoseph Emanuel Lamabelawa. Bahkan, dikabarkan parpol yang diperas tak hanya PBI, melainkan juga ada tujuh parpol lainnya. Ini fakta berdasarkan laporan kepolisian.
2010, bersama Massa Pendukung ke Polres lembata dalam kasus pencemaran nama baik bupati Lembata
Saat itu Bupati Lembata adalah Drs. Andreas Duli Manuk. Membawa pendukung ke Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Lembata, 15 April 2010 malam, saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi korban kasus pencemaran nama baik.
Kedatangan massa membalas penyidik Direskrim Polda NTT dan Polres Lembata atas penyitaan mobil suzuki vitara warna merah pada tahun lalu dari kediaman pribadi dan rumah jabatan bupati. Mobil milik putri bupati, Theresia Abon Manuk alias Erni Manuk, yang telah divonis 17 tahun penjara digunakan pelaku membunuh Yohakim Laka Loi Langodai.
Ratusan massa berkonvoi di malam hari sekitar pukul 19.15 Wita. Kaum pria dan wanita, di antara pegawai negeri sipil dan puluhan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berkendaraan mobil dan sepeda motor, memenuhi halaman depan Mapolres Lembata di Jalan Trans Lembata.
Beberapa orang utusan, di antaranya Kasat Satpol PP, Markus Lela Udak, menghampiri Kapolres Lembata, AKBP Marthin Johannis, S.H, yang datang dari rumah dinasnya berjalan kaki ke Mapolres.
Kapolres Lembata, Marthin Johanis, heran dan menanyakan kepada bupati, mengapa membawa massa ke Mapolres? Bupati hanya diam menanggapi kehadiran pendukungnya di Mapolres itu. Situasinya sempat panas selama 30 menit.
Kapolres Lembata, AKBP Marthin Johannis, membenarkan kehadiran ratusan orang pendukung bupati. “Saya tanya kepada pak bupati, mengapa bawa ratusan orang ke kantor saya? Sepertinya beliau juga bingung,” kata Marthin.
Ia menjelaskan, beberapa orang menghampirinya menyatakan mereka membawa massa membalas tindakan kepolisian yang membawa massa saat penyitaan mobil milik Erni Manuk, di rumah jabatan bupati.
“Saya tegaskan, polisi tidak pernah mengerahkan massa dalam penyiataan mobil itu. Massa hadir saat itu spontanitas mereka. Mana ada polisi kerahkan massa pergi sita kendaraan? Yang benar saja. Yang datang saat itu hanya penyidik Polda NTT dan Polres Lembata. Kehadiran massa saat itu karena lamanya proses evakuasi mobil. Ban mobil sudah gembos,” tandas Marthin.
Ia mengatakan, permintaan keterangan kepada bupati sebagai saksi korban kasus pencemaran nama baik dilakukan Sekretaris Aldiras, Alex Murin, direncanakan dilakukan malam hari. Pertimbangannya, agar kehadiran bupati tidak menyolok, karena bupati merupakan pejabat publik. Namun ternyata dibawa juga massa. “Apakah maksudnya melakukan tekanan, polisi tidak terpengaruh,” tegasnya.
Pemeriksaan kepada bupati, demikian Marthin, dilakukan di ruang kerja kapolres. Ia hadir bersama penasehat hukum dan ajudanya. Kapolres berada di dalam ruangan bersama penyidik.
“Sekitar satu jam pemeriksaan. Pendukung tetap berada di halaman Mapolres sampai selesai. Substansi pemeriksaan, bupati menyatakan dia tidak pernah menyatakan menolak konservasi. Justru diharapkan sebelum konservasi didahului sosialisasi kepada masyarakat pesisir,” jelas Marthin.
2014, Dana Bansos
Penyidik polres lembata menetapkan mantan Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Markus Lela Udak sebagai tersangka setelah melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang saksi.
“Kami sudah memeriksa 10 saksi dan telah menyita sejumlah dokumen dalam kasus ini,” papar Kasat Reskrim Polres Lembata Ajun Komisaris Briston Napitupulu.
Untuk melengkapi berkas pemeriksaan, penyidik telah meminta BPK Nusa Tenggara Timur untuk mengaudit kerugian negara. Ada dana bantuan social berupa uang tunai kepada masyarakat, saying proposalnya fiktif.
2016, Tenaga Honorer Kategori II
Bertahun-tahun menanti sejak 2013, sekitar 70an tenaga honorer Kategori II di Kabupaten Lembata akhirnya kembali menggelar aksi di kantor BKD dan kantor Bupati Lembata. Kedatangan mereka bertujuan untuk mempertanyakan kejelasan nasibnya, sebab pasca dinyatakan lulus test oleh Panitia Seleksi Nasional (PANSELNAS), Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KEMENPAN-RB), baru 48 orang yang memperoleh NIP dari total 384 yang telah dinyatakan lulus.Saat itu ada 330 orang yang belum diturunkan NIP nya oleh BKN regional X Denpasar karena 6 orang mengundurkan diri. Dari total 330 orang tersebut, 3 orang telah meninggal dunia sehingga tersisa 327 orang. Namun, pemerintah daerah tidak pernah menjelaskan secara tuntas dimana letak persoalan sebenarnya, sehingga nasib 327 anggota K II Lembata, masih terus menanti. Ketua FPKL Lembata, Johannnes E. K. Konde alias Jens Konde dalam dialog bersama Kepala BKD Lembata, berhasil membungkam mantan Kabid Formasi, Frans Bala Duan. Frans membeberkan indikator yang digunakan team verifikasi bentukan daerah untuk menyeleksi ulang 384 yang telah dinyatakan lulus test yaitu yang tertera dalam edaran Menpan nomor 5 tahun 2010. Jens Konde membantahnya dengan menunjukan data bahwa dari 48 orang yang telah memperoleh NIP, sebagian besarnya tidak memenuhi syarat sesuai edaran Menpan tersebut. Jens Konde mengatakan, penjelasan Bala Duan jauh dari fakta dan data yang ada. Menanggapi data yang disajikan Jens Konde, kepala BKD Lembata, Markus Lela Udak akhirnya meminta seluruh anggota K II yang ikut dalam dialog tersebut untuk tidak lagi mengungkit 48 orang yang sebagaiannya diamini telah dimanipulasi datanya tersebut. Markus mengatakan, sebagai kepala BKD Lembata dirinya berniat mencari solusi terhadap nasib 327 orang tersebut kendati sebagian besar dari 48 orang tersebut juga bermasalah. Markus juga mengakui, persoalan 327 ini masih terkendala, Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur belum mau menandatangani Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). Dia bahkan secara jujur mengatakan telah berkonsultasi dengan pihak BKN Reginal X dan dipastikan BKN sendiri masih menunggu salah satu berkas yang menjadi syarat mutlak yakni penandatanganan SPTJM oleh Bupati Lembata. Untuk itu, Markus menghimbau seluruh anggota K II Lembata yang lulus test dan belum mendapat NIP untuk tetap bersabar hingga pihaknya berkoordinasi dengan team verifikasi, yakni Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Watun, selaku ketua team dan anggota team yang terdiri dari Sekda Lembata, Petrus Toda Atawolo, Asisten III, Yuli Lazar, mantan Kepala BKD, Sakarias Paun, pihak dinas PPO Lembata dan Inspektorat Lembata.
2019, Klik dan Baca
sandro wangak