Memimpin aksi unjuk rasa dengan menurunkan ribuan massa Masyarakat Pengungsi Palue Sikka korban letusan Gunung Rokatenda. Ia dituduh merusak mobil plat merah dan melakukan tindakan tidak menyenangkan terhadap pejabat negara. Dipenjara 7 bulan.
suluhnusa.com – Perjalanan panjang Los Morenos dalam jejak perjuangan dan politik kebenaran menyimpan banyak kisah. Apakah Los Morenos pernah di penjara karena membela sebuah kebenaran. Kisahnya ada di sini.
Hidup Tanpa Ibu Sejak Usia Dua Tahun
Yohanes Kia Nunang atau lebih akrab disapa Los Morenos, lahir pada tanggal 15 Juni 1979 di sebuah pulau di sebelah timur Pulau Flores, Pulau Ikan Paus, Pulau Lembata. Lahir dari rahim keluarga petani, anak dari Bapak Bernadus Bala Dua Nunang (Almarhum) atau biasa di panggil Bapak Dua Bala, dan Ibu Maria Jawa Bean (Almarhumah) yang sama-sama berasal dari Kecamatan Atadei.
Yohanes Kia Nunang, lahir di Lewoleba Ibu Kota Kabupaten Lembata, tinggal bersama kedua orang tuanya dan ke lima kakaknya (enam bersaudara). Namun salah satu kakak laki-lakinya meninggal dunia sehingga mereka tinggal lima bersaudara, tiga kakak perempuannya dan satu kakak laki-lakinya. Seringnya waktu Ibu Kia Nunang ini dipanggil Tuhan Sang Empunya kehidupan ini untuk menghadap kehadirat-Nya. Disaat ibunya meninggal, Kia Nunang baru berumur dua tahun.
“Bapak saya, Dua Bala menghidupi kami dengan kuat dan tegar. Dia bertani dan menjual hasil kebun seperti kelapa dan pisang di pasar Lewoleba setiap senin (waktu itu) agar kami bisa makan,” kenang Kia Nunang kepada suluhnusa.com, 8 Maret 2019.
Kumpul Batu Pasir, Cari Uang Sejak Bangku Sekolah
Yohanes Kia Nunang akhirnya disekolahkan Bapaknya di TKK Marietha Lewoleba ketika dia berumur lima tahun. Tamat TKK Kia Nunang disekolahkan Ayahnya di SD Inpres Waikomo 1, dan tamat pada tahun 1995.
SMP Negeri 1 Nubatukan adalah sekolah menengah tingkat pertama yang menjadi pilihan orang tuanya untuk disekolahkan anaknya, karena dilihat dari sisi ekonomi, sekolah ini sangat pantas untuk Kia Nunang menimbah ilmu.
Yohanes Kia Nunang sejak duduk di bangku kelas 1, SMPN 1 Nubatukan, dia sudah bisa membantu bapaknya untuk mencari uang dengan mengumpulkan batu dan pasir untuk dijual.
“Satu ketika wali kelas saya Kelas2A, SMPN 1 Nubatukan, Bapak Agnus Dei Parera, menyuruh saya untuk mencari pasir dua reit untuk perbaiki MCK sekolah. Dan keesokan harinya Pa Agnus dapati saya turut ambil bagian menghantar pasir tersebut. Ketika keesokan harinya, Pa Agnus mengumumkan di depan sekolah. Kalian harus mengambil contoh pada Yohanes Kia Nunang ini, walau kemarin dia ikut reit pasir karena dia cari uang dan tidak sekolah, tapi ketika evaluasi dan ujian, nilai matematikanya selalu bagus dari kalian semua yang ada di kelas ini,” ungkap Kia Nunang mengenang masa sulit di bangku sekolah.
Tahun 1998, Kia Nunang tamat dari SMPN 1 Nubatukan dan melanjutkan pendidikan pada sekolah menengah atas di SMA PGRI Swastika Lewoleba walau hanya di kelas satu saja namun prestasinya tidak diragukan lagi.
Kia Nunang selalu mendapatkan apresiasi dari guru gurunya sejak ia dibangku SD, ia selalu mendapatkan rengking kelas yang memuaskan. Kadang rengking satu, kadang rengking dua, dan ketika EBTANAS waktu itu ia mendapatkan nilai tertinggi di SD Inpres Waikomo 1.
Begitupun di SMPN 1 Nubatukan, ia selalu mendapatkan rengking kelas yang memuaskan. Kia Nunang akhirnya melanjutkan sekolah menengah atas di SMEAK Yos Sudarso Ende di Jalan Pahlawan.
Kehidupannya mulai semakin berat karena ditinggal pergi ayahnya pada tahun 2000 menghadap Tuhan. Ia harus bekerja keras membiayai sekolahnya dengan menumpang tinggal dengan keluarga di Radaara Ndona.
Saban hari ia harus menghantar koran ke para pelanggannya dengan berjalan kaki berkilo kilo meter. Ia menjadi loper koran ‘SAKSI’ waktu itu, sambil berjualan juga di terminal Wolowona. Ia tidak pernah putus asa untuk terus berjuang membiayai sekolah dan hidupnya.
“Yah, menjadi anak yatim piatu memang tidak enak. Tapi bagi saya justru itu menjadi cambuk untuk semakin terpacu meraih mimpi-mimpi saya” ungkap mantan wartawan RRI Maumere ini.
Pada tahun 2011, ia mulai mendaftarkan diri masuk ke Universitas Nusa Nipa Maumere, mengambil program studi Ilmu Komunikasi. Ia sudah mulai aktif di organisasi intra kampus dan ekstra kampus. Bekal pengalaman dia waktu masih di Lewoleba, ketika pernah berkecimpung di dunia radio, waktu itu dia aktif di radio lokal Lewoleba, ada Radio Kalong FM dan Radio Pelangi FM, sehingga ia begitu fasihnya berkutat di radio kampus yaitu Suara Nipa FM.
Pernah dijebloskan dalam penjara karena membela kebebaran
Dan dalam perjalanan, dia dipilih menjadi Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Kota Maumere (2012/2013). Sejak saat itu, dia aktif advokasi persoalan Masyarakat dan membantu masyarakat yang merasa hak-haknya tidak dihargai.
Hingga akhirnya pada tanggal 3 Januari 2013, ia ditangkap setelah memimpin aksi unjuk rasa dengan menurunkan ribuan massa Masyarakat Pengungsi Palue Sikka korban letusan Gunung Rokatenda.
Ia dituduh merusak mobil plat merah dan melakukan tindakan tidak menyenangkan terhadap pejabat negara.
Ketika ia di dalam penjara di Rutan Maumere, dia sempat berontak dan ingin menjadi pengantin bom bunuh diri/teroris karena ia merasa hukum di Indonesia sudah tidak lagi berpihak pada kebenaran, tapi lebih melindungi mereka yang punya uang dan kuasa (Opini Flores Pos, ‘Dari Balik Penjara Saya Bertemu Tuhan).
Tanggal 1 Agustus 2013, ia kembali menghirup udara bebas, selama penjara 7 bulan di Rutan Maumere. Ia di jemput Masyarakat Palue, Aktivitas LMND dan PRD dengan linangan air mata. Di depan pintu Rutan Kia Nunang bersuara lantang, “konsekuensi menjadi pengikut Kristus Yesus adalah, masuk penjara atau mati,” katanya.
Kia Nunang akhirnya melanjutkan kuliahnya dengan menulis berita ketika ia dipercayakan pegang salah satu media massa lokal NTT ‘Surya NTT’.
Dari hasil tulisannya itu, termuat di korannya dan dia langsung menjual korannya tersebut di dosen dan masyarakat sekitarnya untuk menambah biaya kuliahnya.
Hingga pada tahun 2016 ia diwisuda dengan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.K) dengan IPK 3,35.
Berpolitik Untuk Kebenaran
Kini, Yohanes Kia Nunang punya harapan untuk berjuang di parlemen agar bisa menyuarakan suara Rakyat yang selama ini ia perjuangkan di jalanan.
“Kita harus perjuangkan kepentingan Rakyat dalam sistem (DPR) dengan berlandaskan komitmen, integritas diri dan prinsip-prinsip perjuangan kita agar bisa terwujud dengan baik dalam tiga fungsi yang diemban. Tapi kekuatan rakyat di luar (ekstra parlemen, harus tetap hidup agar kita terus bersinergi dalam mengawal kepentingan Rakyat yang sesungguhnya, ” ungkap Kia Nunang.
Memilih kendaraan Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi tumpangannya dalam pertarungan pemilihan legislatif tahun 2019 ini.
Ia lebih melihat sosok Fransiskus Limawai Koban (Ferry Koban) yang menakodahi partai ini, sehingga ia dengan sadar melabuhkan impiannya di pelabuhan PAN Lembata. Ferry Koban, bukan saja menjadi Ketua PAN Lembata, tapi beliau juga sosok petarung sejati, kebapaan, cerdas, tegas, kritis dan revolusioner.
Hal ini yang membuat Kia Nunang jatuh cinta pada pilihannya, yaitu PAN. Yohanes Kia Nunang, Calon DPRD Lembata, Dapil 1 Nubatukan, Nomor Urut 2 dari PAN ini sangat getol menyuarakan untuk TOLAK PEMBANGUNAN APAPUN DI AWOLOLONG, terbukti di baliho dan kartu nama atau stikernya ada tertulis ‘Tolak Pembangunan Restoran Terapung di Awololong/Pulau Siput’.
Bagi dia, Awololong bukan sekedar cerita sejarah, namun Awololong merupakan situs adat rumpun suku-suku Lamaholot yang perlu di lindungi. Ia bernasar, jika Tuhan, leluhur ina ama, tua magu, koda kwokot restui dia duduk di gedung Peten Ina menjadi salah satu Anggota DPRD Kabupaten Lembata, maka Awololong tidak saja berjuang untuk menolak apapun pembangunan di atasnya namun yang paling hakiki adalah di dorong agar bisa ada peraturan daerah.
Di dunia aktivitas, sosok Kia Nunang tidak asing lagi bagi Masyarakat khususnya Masyarakat Lembata. Ia pernah memimpin demonstrasi penyegelan jober di Lewoleba, memimpin demonstrasi tolak tambang Kedang, memimpin demonstrasi usut kasus korupsi PD Purin Lewo, kasus pasar terbakar dan masih banyak lagi perjuangan yang ia pimpin langsung.
Hingga ia harus hijrah tinggal dua minggu di Hokeng bersama almarhum Pater Pit Nong, karena ia mau diintimidasi kaum penguasa. Sosok Che Guevara, sang revolusioner asal Argentina ini menjadi idola Yohanes Kia Nunang.
Ia kagum akan perjuangan membebaskan kaum petani dan buruh masyarakat Kuba dari penindasan para pemodal. Ia juga sangat mencintai presiden pertama RI, Ir. Soekarno.
Dari tokoh-tokoh pejuang ini ia banyak belajar akan arti pengorbanan bagi kaum miskin.
Kia Nunang juga punya pengalaman segudang di bidang pengorganisasian masyarakat, diantaranya menjadi mediator dalam menyelesaikan konflik antara Masyarakat Nangahure Kabupaten Sikka dengan oknum Anggota Angkatan Laut/Lanal Maumere, secara adat Maumere Sikka, sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik antara keluarga tukang ojek dg oknum anggota Polres Sikka dalam perselisihan, menjadi mediator dalam menyelesaikan persoalan dua karyawati PDAM Sikka dan Direktur PDAM Sikka, hingga kedua karyawati ini kembali bekerja di PDAM Sikka.
Kia Nunang juga berpengalaman di bidang pembangunan desa atau pelayanan masyarakat diantaranya berjuang bersama Masyarakat Waioti Kabupaten Sikka, hingga turap penyangga gelombang laut yang selama ini meresahkan masyarakat dapat dibangun, mendampingi Masyarakat Tana Ai Kabupaten Sikka dalam pembuatan peta wilayah adat, memberikan training kepada aparatur desa, metode pembuatan Perdes tentang Lingkungan Hidup di Desa Ndororea 1, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Advokasi penyelamatan rumah Nelayan Muslim dan Masjid di Kelurahan Wuring, Kabupaten Sikka, yang hendak di gusur karena terjadi pelebaran dermaga Wuring.
Dan akhirnya perjuangan ini membuahkan hasil yang menggembirakan bagi Masyarakat Wuring. Rakyat menang.
Yohanes Kia Nunang alias Los Morenos mempunyai cita-cita yang maha luhur yaitu ia bisa membuat orang lain tersenyum, merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Merdeka secara politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan dan HAM.
Ia juga berpesan kepada generasi muda agar selalu mereparasi bukan hanya dengan kata-kata tetapi juga dengan tindakan nyata. Sebab, kata-kata senantiasa mengajak tetapi teladan adalah tindakan yang menarik (verba movent, exempla trahunt).
Pengalaman dan jejak perjuangan
Yohanes Kia Nunang pernah memimpin organisasi-organisasi besar diantaranya, Ketua Mudika Lingkungan Mater Dolorosa, Ketua Forum Pemuda Lembata Demokratik, Ketua Organisasi Ojek Kamtibmas Kabupaten Sikka tahun 2011-2012, Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eskot Sikka, tahun 2012-2013, Ketua Forum Mahasiswa Lembata (Formal) Sikka, tahun 2012-2015 dan pernah menjadi Staf Divisi Organisasi Pemuda pada Paguyuban Keluarga Besar Lamaholot Sikka, tahun 2010-2018.
Selain itu seorang Kia Nunang berpengalaman bekerja sebagai Wartawan Radio Rama FM Maumere, sebagai Kontributor RRI Ende, sebagai Wartawan Surya NTT, wartawan ASAS NTT, sebagai Staf Eksekutif Divisi Non Litigasi pada Kantor Perhimpunan Bantuan Hukum Nusa Tenggara (PBH Nusra) di Maumere dan pernah bekerja sebagai Surveyor pada Bank Indonesia di Maumere Sikka.
Ketua perkumpulan tongkrongan anak muda di Lewoleba Lembata yang lebih dikenal Jalur Gaza atau JGC Eropaun, juga pernah mengikuti pelatihan-pelatihan diantaranya, pelatihan Motivator Pemuda dalam Pembangunan oleh PRD, pelatihan Participatory Learning Action (PLA) oleh LSM PIKUL, pelatihan Gender oleh Perempuan Mahardika Indonesia di Jakarta, tahun 2007. Dan masih banyak lagi pelatihan-pelatihan yang di ikuti Kia Nunang yang tidak sempat ditulis di media ini, suluhnusa.com. ***
M.D.N