WEEKYLINE.NET_Pemerintahan Jokowi-JK dengan Kabinet Kerja-nya dinilai belum mampu bekerja secara cerdas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Juga belum cerdas menjamin keamanan dan kenyamanan dalam serta menyelesaikan secara bijak dan arif persoalan politik dalam negeri.
Hal itu terungkap dalam rilis hasil survei YLKI terkait dampak kenaikan BBM.
“Pemerintahan Jokowi-JK ternyata sampai hari ini hanyalah fenomena kosong, dan kekecewaan luar biasa tentang besarnya harapan masyarakat Indonesia untuk hidup lebih baik dan sejahtera,” kata Koordinator Survei Daerah Bali YLKI, Mohammad Ali Ashar di Denpasar, Rabu, 1 April 2015.
Survei YLKI dilaksanakan bersama mitra daerah di 6 kota, yakni Jakarta, Bandar Lampung, Denpasar, Lombok, Manado dan Pontianak. Jumlah sampel yang diambil 589 orang, terdiri atas 298 pemilik kendaraan bermotor, 61 petugas SPBU, 122 sopir angkot, dan 108 pengecer. Masing-masing kota sebanyak 100 orang. Poling dilakukan dalam rentang Desember 2014 hingga Januari 2015.
Dari hasil survei, kenaikan harga BBM selalu mempunyai dampak luas karena secara langsung akan menaikkan harga barang-barang yang disebabkan naiknya ongkos transportasi. Menurut Ali, bagi sopir angkot, kenaikan harga BBM mempunyai dampak penurunan pendapatan.
Dari 112 responden yang merupakan sopir angkot, 79 responden (90 persen) mengaku mengalami penurunan pendapatan. Sisanya 33 responden mengaku tidak mengalami penurunan pendapatan. Besarnya penurunan bervariasi antara 10 sampai 80 persen.
Dari akses mendapatkan BBM jenis premium dan solar, ada dua kota yang tingkat kesulitan mendapatkan BBM cukup tinggi, yakni Manado dan Lombok. Jenis kesulitan yang dihadapi masyarakat untuk mendapatkan BBM antara lain harus antri yang lama, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk antri BMM dalam situasi normal sekitar 5 – 60 menit.
Kesulitan lainnya adalah stok BBM kurang sehingga SPBU kosong dan jenis BBM bersubsidi tidak tersedia sehingga masyarakat membeli BBM nonsubsidi.
Terkait semua itu, YLKI mendesak pemerintahan Jokowi-JK segera menyiapkan kebijakan cepat dan tanggap untuk mengantisipasi gejolak ekonomi dan dampak domino akibat kenaikan harga BBM dan sektor umum lainnya dalam bentuk penguatan usaha masyarakat dan kemudahan investasi dalam negeri yang mampu menyerap tenaga kerja massal.
Pemerintah juga diminta segera menyiapkan kebijakan yang melindungi sektor usaha dalam negeri dan menjamin meningkatnya kesejahteraan masyarakat dalam bentuk kemudahan mendapatkan semua kebutuhan pokok.
Pemerintah juga dituntut menjelaskan kepada publik mengapa BBM impor kembali dinaikkan, sementara subsidi APBN untuk bahan bakar nabati yang 100 persen diproduksi di dalam negeri dan ramah lingkungan justru sangat kecil dan tidak jelas alokasinya.
“Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia lebih senang membeli BBM impor jenis fosil karena diduga menguntungkan beberapa pihak dibanding mendorong sikap berdikari untuk mulai peduli menggunakan bahan bakar nabati karena didukung oleh ketersediaan lahan dan infrasturktur di dalam negeri,” pungkasnya.(Kresia)