Batu Payung, Surga Yang Melekat di Lembata

SULUH NUSA, LEMBATA – Di Tanah Lembata, dulu kita mengenal wisata bahari masyarakat Lamalera Kecamatan Wulandoni, dengan kisah heroisme penangkapan ikan super besar-paus-, yang melintas di perairan Laut Sawu. Pada musim ‘leva’ bulan Mei-Oktober, ikan mamalia ‘kotek lema’, selalu melintas di perairan depan kampung nelayan Lamalera, memancing teriakan baleo-baleo dan para nelayan berbondong-bondong berlari mengayuh peledang ke laut lepas untuk berburu ikan paus.

Dengan ketangkasan ‘lamafa’ yang berdiri di ujung buritan ‘tena urin’, dengan siap memegang tempuling dan sigap meloncat seraya menikam paus biru dan mencebur diri ke laut, suatu risiko yang teramat besar.

Hal ini memancing para turis asing berwisata ke Lamalaera untuk menyaksikan kisah perburuan ikan paus.

Lembata juga memiliki wisata bahari lainnya, Pantai Bean di Desa Bean Kecamatan Omesuri. Keunikannya, garis pantai yang cukup panjang dengan hamparan pasir putih nan lembut sejauh 4 km, membuat daya tarik untuk berkecerama dengannya.

Namun, kini Lembata memiliki ikon baru pariwisata yang cukup viral mengungguli destinasi wisata lainya yaitu Batu Payung.

Batu Payung, sebenarnya ada tersebar di beberapa tempat di Provinsi NTT, Nusa Flobamorata. Di Nusa Lote Rote Ndao, Adonara Barat Flores Timur, bahkan ada juga di Kedang Lembata. Di Flores Timur ada di Desa Waibao, Tanjung Bunga.

Batu Payung, pada umumnya berpengertian, batu karang laut yang berdiri kokoh di pesisir pantai, saban hari dicumbui ombak, membuat bagian bawah terkikis dan membentuk ‘konfigurasi’ payung.

Namun, Batu Payung di Tanah Tereket, Desa Baopana Kecamatan Lebatukan, sangat ikonik dan ekslusif sehingga menjadi destinasi wisata yang sangat ramai dikunjungi.

Menuju lokasi wisata, dari Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata, menggunakan kendaraan roda dua atau empat melintas jalan Trans Lembata menuju arah timur yang sudah didandani hotmiks mulus, sehingga perjalanan cukup memakan waktu 10-15 menit.

Atau menyusuri dengan jalan kaki, sekedar bernostalgia dan menambah sensasi karena dahulunya, banyak tempat di Lembata dicapai dengan jalan kaki. Setelah melewati kampung Tanah Tereket, kita pun tiba di destinasi wisata. Tampak gapura di pinggir jalan bertuliskan, Wisata Batu Payung. Anda memarkir kendaraan di pinggir jalan, lalu berjalan kaki santai menuruni bukit kecil.

Tidak butuh waktu lama. Cukup 2-3 menit untuk mencapai area tujuan. Setiba di pelataran pada ketinggian kurang lebih 50 meter di atas permukaan laut, mengarahkan pandangan mata menyusur dari arah barat, anda akan dibuat terkesima dan takjub. Betapa Tidak!

Air laut menjorok cukup jauh ke darat, dikelilingi pepohonan menghijau, termasuk mangrove yang menancapkan akarnya merambat memagut erat pada bumi, lalu ditingkahi ombak kecil manja menghempas, mencipta nada-nada alam yang lembut dan merdu. Tampak kemolekan Gunung Ile Ape yang menjulang semampai pada tatapan romantisme Gunung Boleng di Adonara.

Batu Payung, tidak memiliki garis pantai, namun dipagari pepohonan dan tebing-tebing batu karang, menjadikan suatu pemandangan yang tidak kalah eksotik.

“Kalau yang berjiwa seni, bisa dikreasikan, batu-batu karang dipahat dan diukir, menjadi sangat menarik untuk titik spot berfoto”, usul Serly, salah satu pengunjung yang dimintai komentarnya.

Pada sudut lainya, ada konfigurasi dari bahan lokal bambu membentuk HATI, simbol LOVE, dibalut vernis kuning emas gading, menjadikan titik spot yang cukup instagramable.

“Di manakah batu payung itu?’ tanya Serly keheranan. “Itu, di LOVE sana” jawab penjaga sekenanya saja.

“Inikah yang membuat jadi heboh”, ungkap Serly membathin.

Ada pengunjung merasa heran, karena tidak melihat dengan kasat mata.

Saat diamati, ternyata ada batu payung yang berdiri kokoh pada jarak kurang lebih 2 m dari dinding teluk. Di atas batu payung dikreasikan membuat figura membentuk HATI dan dihubungkan dengan darat menggunakan kayu sehingga sangat menarik karena posisinya agak menjorok ke teluk. Di situlah sebenarnya Batu Payung itu sendiri dengan figura LOVE, bertengger manja di atasnya dan menjadi ikon wisata bahari baru di Lembata.

Akan sangat menarik kalau mengabadikannya pada malam hari. Dalam keremangan malam nan sunyi, terpancar warna keemasan dari lampu-lampu hias pada pigura LOVE, lalu duduklah dua sejoli atau suami istri beserta buah hati, ibaratnya bertakhta di atas singga sana istana yang megah untuk mereguk mahligai kebahagiaan.

Mengamati seantero destinasi wisata Batu Payung, rasa-rasanya kita tidak akan jemuh-jemuhnya menikmati dan menjelajahi aneka keindahan panorama alamnya. Lautnya jernih, bersih, tanpa tercemar bahan kimiawi dan sampah, lautnya tenang dengan ombak kecil karena seolah bersembunyi dari keganasan laut Flores di Utara Lembata, menggoda selera wisatawan untuk bersufing ria, berendam dan berenang santai seraya menikmati panorama alam bawah laut. Pengunjung, dengan perahu bercadik, mendayung berlayar menyusuri area teluk, menjadikan suatu pengalaman nan unik dan berkesan.

Atau…. Pengelolah bisa membangun satu wahana dilengkapi papan titian, menguji adrenalin dengan meloncat dari ketinggian dan mencebur ke laut. Bila perlu sambil melakonkan adegan ‘lamafa’ memegang tempuling seraya menikam paus biru….

Semuanya berpadu erat, menyuguhkan konfigurasi panorama alam yang sangat indah memesona dan menakjubkan untuk dinikmati. Semuanya menciptakan titik-titik spot yang sangat instagramable, seantero pemandangan alam di sekitaran destinasi wisata Batu Payung, sangat menarik menjadi objek jepretan fotografer amatir maupun profesional untuk dipromosikan pada aneka plat form media sosial atau hanya jadi koleksi pribadi pada galeri HP android. ‘Bisa juga menjadi foto praweding, saat lagi mendayung perahu atau pada titik spot lainya”, usul Serly lagi. Semuanya menjadi kenangan terindah sepanjang hidup.

Dan…pada unggahan media sosial, atas keajaiban kreasi alam dari sang Pencipta nan Agung, memancing jiwa seorang pelukis untuk turun gunung mengabadikan keindahan alam di atas kanvas. Pasti, aneka tulisan berbagai genre diciptakan untuk memberikan makna pada Batu Payung.

“Kita memberikan makna dalam sudut pandang berbeda”, tulisku di WAG Pancawindu SMAN 1 Nubatukan, membalas komentar Thomas Swalar yang mengirimkan puisi gubahannya sebagai tanggapan juga atas rekaman pembicaraan dengan Anwar Bahi, salah satu pengunjung destinasi wisata Batu Payung yang sekarang lagi viral.

“Keunggulan lain adalah dibangun fasilitas untuk kebutuhan pengunjung”, tutur Anwar polos ketika dimintai komentarnya melalui telepon seluler. Ada enam lopo kecil dibangun di pinggiran teluk. Ada semacam aula ukuran 3 x 4 meter dilengkapi kursi meja untuk tempat istirahat dan menikmati sarapan. “Bangunan los ini bisa dimanfaatkan untuk pertemuan terbatas dengan kapasitas 8-10 orang, dan dilengkapi listrik sehingga bisa diupayakan sound system untuk mendukung kegiatan”, beber Anwar.

Di samping itu, dibangun pelataran beralaskan pavling blok untuk wahana bermain anak-anak, didirikan tiang dan dipasang lampu-lampu berjejer bak di jalan protokol untuk mendukung penerangan malam. Toilet juga sudah dibangun. Untuk menambah kecantikan, ada pohon dihiasi bunga plastik aneka warna, lampu-lampu hias yang dililit pada pepohonan atau media lainnya guna menambah sensasi keindahan pada keremangan malam.

Untuk itu, menurut Anwar dan dibenarkan oleh Serly yang diminta komentar pada waktu berbeda, menyatakan, waktu yang paling bagus untuk mengunjungi Batu Payung adalah sore hingga malam hari. Saat matahari hendak menurun perlahan dengan pancaran sinar lembayung senja dari cakrawala, mengkreasikan bayangan pepohonan memantul pada hamparan laut, bak lukisan alami nan agung, memanjakan mata untuk tak bosan-bosan memandangnya.

Pandangan mata dialihkan ke arah Barat, ketika malam menjemput, di bawah kaki Gunung Lewotolok, sinar keemasan membias menciptakan ‘sunset’ yang juga sangat menarik untuk dinikmati.

Para pengunjung jangan merasa khawatir dengan urusan kampung tengah, alias soal konsumsi. Ada kuliner yang tersedia setiap waktu untuk memanjakan para pelancong. Tidak usaha membawa konsumsi dari rumah.

“Ada jagung rebus, ketupat, keleso (makanan tradsional khas Lamaholot dari bahan beras), ikan bakar, cumi bakar dan aneka pangan lokal lainya, tinggal saja pengunjung membeli sesuai selera dan isi kantong”, ungkap Serly.

Untuk menikmati semua keindahan alam dengan segala nuansanya, tidak butuh biaya besar. Cukup merogok kocek antara Rp 2000-7000 per orang.

Dengan demikian, bila anda berkunjung ke Lembata, destinasi wisata yang direkomendasikan untuk diakrabi adalah Batu Payung.

“Suasana cukup tenang, jauh dari keramaian, sepi dan ada fasilitas yang disiapkan, menjadi menarik untuk dikunjungi”, ungkap Anwar Sanga Wara Bahi.

Anda bakalan tidak menyesal. Semua suguhan panorama alam yang indah memesona dan sangat menakjubkan serta menghadirkan nuansa suasana alam pantai yang sepih, membuat hati dan jiwa ini tenang, teduh, menyejukkan, pikiran dan otak menjadi segar kembali setelah berkutat dengan segala rutinitas aktifitas yang melelahkan dan mungkin membosankan. Semoga. +++simon.kopong.seran

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *