suluhnusa.com – Bumi Lembata sontak terkenal hingga mancanegara. Mengapa tidak. Bukit Doa Kawasan Ziarah Rohani Wato Miten, di Desa Bour, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata yang dulu hanya ditumbuhi ilalang dan saban tahun terbakar, kini kian ditata indah dengan aneka bunga dan pohon peneduh.
Sejak kepemimpinan Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur dan Wakil Bupati, Viktor Mado Watun (2011-2016), Bukit gersang Wato Miten ‘disulap’ menjadi indah, teduh, sakral dan mempesona. Gebrakan Bupati Sunur bukan berarti tanpa tantangan berbagai pihak. Tapi, ia maju terus, pantang menyerah. Komitmennya, menjadi Pariwisata sebagai Leading Sector.
Kini, diera kepemimpinan Bupati Sunur periode kedua (2017-2022) didampingi Wakil Bupati Thomas Ola, komitmennya untuk tetap membangun Pariwisata sebagai unggulan tak terbantahkan. Kedua pemimpin Lewotana Lembata ini, malah semakin gencar menata Bukit Doa dengan membangun jalan aspal lingkar Bukit Doa dua jalur dan tempat parkir serta sejumlah destinasi wisata unggulan lainnya. Sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 9 Tahun 2017 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022.
Bukit Doa yang menghadap laut didepan Gunung Boleng, Pulau Adonara itu, akhirnya sukses dibangun berkat lobi dan kerja keras Bupati Sunur dengan sejumlah pihak ketiga yang sungguh dermawan. Sungguh membahagiakan, karena Sang Gembala, Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr membaptis Bukit Doa dan memberkati Patung Bunda Maria Segala Bangsa, ketika itu, 31 Oktober 2014 silam.
Uluran tangan suci uskup menjadikan bukit itu sebagai tempat doa yang sacral dan tempat ziarah iman yang indah bagi umat Kristiani dan siapa saja yang bertekad mati raga melalui Jalan Salib dengan 14 Stasi (Perhentian). Stasi itu menyusuri lereng dan mendaki Bukit Wato Miten setinggi 140 meter dari permukaan laut.
Disini, di Bukit Doa ini, siapa pun dapat “menikmati” sengsara dan penderitaan Yesus Kristus hingga wafat di Kayu Salib. Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung,Pr ketika itu, didampingi Deken Lembata, Rm. Philipus Sinyo Da Gomez,Pr konselebran imam memberkati setiap stasi hingga stasi ke-14 di Puncak Bukit Doa.
Ribuan umat menyaksikannya penuh kusuk dalam doa. Di Bukit Doa ini pula,Uskup Mgr. Fransiskus Kopong Kung juga memberkati Patung Bunda Maria Segala Bangsa setinggi tujuh meter, ditambah tinggi pangkuan beton empat meter sehingga secara keseluruhan menjadi 11 meter. “Tetapi, jika dihitung secara keseluruhan dari permukaan laut, maka Bukit Doa Wato Miten, di Kabupaten Lembata setinggi lebih dari 140 meter. Karena itu, tidak heran bila Bukit Doa itu tertinggi didunia”, ujar Bupati Sunur.
BACA JUGA :
https://suluhnusa.com/pariwisata/20160625/inilah-empat-destinasi-unggulan-pariwisata-di-lembata.html
“Pembangunan Bukit Doa Wato Miten ini sungguh luar biasa. Tak pernah dibayangkan, jika bukit berbatu dan gersang ini menjadi tempat ziarah iman, doa dan jalan salib bagi umat yang sangat mengagumkan. Semoga Bukit Doa ini semakin memperkokoh iman umat”, pesan Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr kala itu.
Sungguh mencengankan. Betapa tidak. Arsitek yang merancang ‘master plan” pembangunan Bukit Doa Wato Miten dengan arca patung 14 stasi, kisah sengsara Yesus Kristus dan Patung Bunda Maria Segala Bangsa, adalah seorang Muslim bernama, Eko Priono, asal Kota Budaya Yogjakarta. Ide cemerlang membangun Resort Bukit Doa Lembata ini muncul dibawah duat kepemimpinan Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur dan Wakil Bupati, Viktor Mado Watun sebagai bagian yang tak terpisahkan dari terobosan pembangunan pariwisata sebagai sector unggulan.
Lembata kaya akan berbagai khasana budaya dan obyek wisata. Termasuk obyek wisata rohani di Bukit Doa ini. Juga tidak bisa lepas dari perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata yang ingin membangun moralitas dan memperkokoh integitas wargannya. Karena itu, ketika mengawali pembangunan bukit doa ini, ditandai dengan Ground breaking (peletakan batu pertama) dan pemberkatan stasi pertama oleh Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung ,Pr pada 18 Mei 2013 silam.
TERKAIT :
https://suluhnusa.com/humaniora/20170728/kopong-kung-urapi-hamba-maria-di-tanah-lahirnya.html
Lahan yang digunakan untuk membangun taman doa dan tempat ziarah ini seluas sekitar 40 Ha, merupakan lahan hibah dari masyarakat, khususnya Tuan Tanah, Mans Wolor kepada Pemerintah Daerah Lembata. Akses jalan, air dan listrik telah dibangun dan terus dibenahi lebih baik lagi. Yayasan Kasih Peduli Lembata, boleh dibilang sebagai “trigger” untuk membangun kawasan bukit doa itu sebagai pilar dan benteng iman yang kokoh. Disisi lain, dalam perspektif pembangunan pariwisata, program pembangunan kawasan bukit doa ini memiliki pula tujuan mulia. Yakni, penciptaan lokomotif ekonomi kreatif produktif bagi masyarakat.
Arsitek seniman Eko Priono dan Ardy dari Yayasan Kasih Peduli Lembata mengatakan, ia hanya sebagai pemicu dan perintis pembangunan kawasan bukit doa ini. Tetapi sesungguhnya,kawasan ini menjadi milik seluruh masyarakat-umat Lembata. Dengan demikian, sangat dibutuhkan peran dan partisipasi masyarakat dan stakeholder lain untuk secara bersama membangun aset wisata rohani dengan sungguh dan ketulusan hati. Dukungan doa restu, kerjasama dan bantuan pikiran, tenaga, bahkan sumbangan dana bagi fasilitas pembangunan tempat ziarah iman inisungguh dibutuhkan, bukan hanya perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata melalui instansi terkait saja. Tetapi juga peran serta pihak lain.
Seniman Eko Priono dan Ardy, lebih jauh menuturkan, bukit doa ini baru tahap awal pembangunan arca patung dan jalan salib. Masih dibutuhkan beberapa tahap kegiatan pembangunan. Antara lain, pembangnan Kapela dalam bukit doa itu, pembangunan Biara Contemplasi, pembangunan Coloseum, pembangunan areal pentas budaya, kios penjualan sarana ibadah dan souvenir/cinderamata seta penginapan. Bukit doa ini, jelas Eko Priono, agar tidak tampak gersang seperti saat musim kemarau, maka perlu partisipasi masyarakat, instansi terkait, LSM dan sekolah-sekolah berpartisipasi melalukan penghijauan setiap tahun dengan aneka tanaman produktif, Mangga, Kelengkeng,Kelapa Bali dan pohon peneduh lainnya. Bukit doa ini kini semakin indah dan teduh karena dibuat taman bunga aneka warna sebagaimana salib bunga yang selalu mekar dipandang dari punggung bukit Wato Miten.
Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur, juga berpimpi dan berobesi, suatu ketika bila fasilitas hotel dan penginapan tersedia memadai, bukan tidak mungkin, para peziarah Prosesi Jumat Agung di Larantuka sebelum mengikuti prosesi dapat menginap dan menikmati jalan salib di Kawasan Wisata Rohani Bukit Wato Miten yang luas ini. Selain komitmen pembangunan sector pariwisata oleh Pemda dan dukungan kuat dari DPRD Kabupaten Lembata, terobosan berani membangun bukit doa ini juga didukung oleh Pemerintah Pusat melalui Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Bupati Sunur bahkan menghadirkan Meteri Pariwista dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu kala itu, ke Lamalera dan menikmati bukit doa ini dan bantuan dana pun dikucurkan membangun pariwisata Lembata.
Bukit Doa Lembata konon tertinggi dan indah didunia ini, kini terus ditata taman bunga aneka warna dan pohon peneduh berbagai jenis. Para peziarah terlena, dan kusuk berdoa sambil menikmati hembusan angin laut yang sejuk menggoda . Ketika memandang dari puncak bukit terlihat lingkaran jalan dua jalur meliuk menyusuri punggung bukit menjadi pemandangan indah yang mengesankan. Setiap hari wisatawan domestik dan mancanegara pasti menikmati indahnya bukit doa yang semakin mendunia. ***
Karolus Kia Burin
Sekretaris Dinas Kominfo Lembata.