Beranda » Jurnal » Perampok Akal Sehat

Perampok Akal Sehat

(Catatan pinggir tentang sebuah Kepedulian)

Pada Senin, 4 Maret 2019, ada pengiriman jenasah TKI ke Tambolaka, dengan identitas Lidia Dona Wola yang ternyata berasal dari Tanah Righu Sumba Barat. Keluarga menjemput dengan berbagai ekspresi. Beberapa di antaranya terlihat mendalam dalam duka, tetapi beberapa yang lain terlihat kebingungan. Saya lebih tertarik membahas tentang apa yang sedang terjadi hingga keluarga korban tampak kebingungan. Setelah ada dialog, ternyata ada beberapa hal aneh yang terjadi.

Pertama, korban diketahui selama ini bekerja di Bali. Ketika berita duka diterima oleh keluarga pada tgl 12 Februari 2019, tampak ada yang tidak beres karena ternyata korban ada di luar negeri. Kedua, untuk dapat melihat kembali wajah almarum, dan disemayamkan secara pantas di bumi Marapu, keluarga harus membayar sejumlah uang sebagai transportasi agar proses ini diperlancar. Padahal, ada surat resmi dari Kementrian Luar Negeri untuk BP3TKI di NTT untuk memfasilitasi pengiriman jenasah korban.

Karena rasa cinta yang mendalam akan mendiang ibunda Lidia, maka keluarga membuat semacam “patungan” untuk mencapai jumlah tawara sesuai perintah itu. Sepertinya, “telah jatuh, tertimpah tangga pula”….. Ketiga, beberapa dinas terkait bahkan pimpinan wilayah seolah-olah tidak memiliki respon positif terhadap sebuah penodaan kemuliaan manusia. Bahkan ia telah menjadi jenasah pun, dia tetap berharga bagi setiap orang yang mencintainya. Bagaimana mungkin pemerintah setempat masih membiarkan prilaku penodaan terhadap harkat manusia ini terus terjadi?

Beberapa hari sebelumnya, yaitu pada tanggal 28 Februari 2019, saya bertemu dengan seorang Gadis, korban pekerja migran di Malaysia yang telah mengalami penyiksaan hingga terjerat dalam pengalaman traumatik yang luar biasa. Saya mencoba untuk mendekati dari sisi yang berbeda sebab telah mendengar beberapa cerita tentang kondisi beliau sangat mengharukan. Perbincangan yang cukup panjang, sekaligus saya mencoba untuk mengatribusi setiap ekspresi, gerakan, dan emosinya.

Yang menarik adalah ketika dialog kami meruncing pada motivasi menjadi Pekerja Migran. Awalnya, sang gadis hanya ingin bekerja. Bahkan ingin membantu orang tua mengolah tanah agar menghasilkan sesuatu. Namun, ada pihak-pihak tertentu yang telah merampas akal sehat sang gadis. Menyebut gaji sejuta perhari, iming-iming hp terbaik, bisa berhasa inggris dalam seminggu, bagi orang-orang yang berpendidikan minim adalah sebuah cita-cita yang luar biasa. Namun, pemikiran kritis kita, hal ini sama saja dengan merongrong akal sehat masyarakat tak bersalah, merusak masa depan orang lain dan melecehkan martabat mulia manusia.

Bagaimana bisa terjadi bahwa orang yang memiliki pendidikan melakukan sebuah pengkhianatan terhadap ilmu pendidikannya dan merusak hidup manusia yang lain? Saat ini sang Gadis masih dalam kondisi trauma akud secara psikologis. Hari-harinya selalu dihantui dengan sebuah kenangan pahit penyiksaan yang terjadi pada dirinya 2013 silam. Hati dan akal budi semacam apa yang tega menjual harkat dan masa depan orang lain hanya untuk memenuhi nafsu dan ketamakkannya sendiri akan uang?
Inilah kenyataannya!

Para Perampok
Dewasa ini, dunia terlalu kejam pada peremuan dan anak-anak. Pemerkosaan, pelecehan hak, perampasan akal sehat, dan berbagai bentuk kekerasan fisik dan mental terjadi lebih banyak terhadap kaum hawa. Ketika kita menyimak tentang tingkat kekerasan yang mulai menanjak pada perempuan dan anak, kita mencoba untuk bercermin pada salah satu aspek penting yakni pendidikan. Pendidikan memang selalu menjadi dasar untuk menunjang mutu dan kualitas pribadi bahkan mempengaruhi mutu relasi sosial. Pada pengalaman yang telah terjadi terutama dua pengalaman kemanusiaan di atas, yang memberikan beban tersendiri pada kaum anak dan perempuan di atas, saya melihatnya sebagai sebuah krisis pendidikan, krisis akal sehat. Ketika pendidikan begitu saja diabaikan, kita tertinggal dalam ketidaktahuan bahkan terus diperalat dengan mudah. Pentingnya pendidikan bagi kita harus dilihat sebagai sebuah kebutuhan untuk mengolah diri dan hidup menjadi lebih baik.

Tetapi pada pihak lain, krisis akal sehat terjadi pada kaum intelektual bahkan para pemangku kuasa struktural. Dengan kemampuan berpikir yang ada, oknum berpendidikan semacam menggunaka pola “The end justifies the means”, memberikan tawaran yang mematikan akal sehat siapa pun, asalkan tujuannya tercapai. Bahasa Machiavelli ini diyakni oknum tertentu sebagai sebuah kebenaran, bahwa ketika ia ingin berkuasa dan melakukan tindakan tertentu, dia tidak wajib membahas etikan dan moral sebagai dasar tindakannya. Ia harus fokus pada tujuan yang memberikan kepuasan.

Para perampok akal sehat adalah kaum berpendidikan dan memiliki kedudukan yang telah melacurkan intelektualitas dan kepercayaan masyarakat dalam suatu struktur perhambaan pada uang dengan cara-cara kotor bahkan mengorbankan orang lain. Para perampok akal sehat adalah orang-orang yang memberi harga kepala sesamanya dalam nilai jual uang dan melecehkan harkat dan martabat mulia kemanusiannya. Di sini, perampok akal sehat yang adalah kaum intelektual telah berkhianat pada tujuan pendidikan yang benar yakni membawa keluar manusia dari ketidaktahuan, kebodohan, kebingungan dan hiruk pikuk kekerasan pada dunia pengetahuan, penuh dengan wawasan, dan mencapai kebijaksanaan untuk menolong diri sendiri, sesama, dan menjaga semesta dalam koridor etika dan moral yang benar.

Pada strata terbawah, para perampok akal sehat merupakan orang-orang yang tidak tahu diri! Mereka mungkin saja memiliki pengetahuan akademis atau semcamanya tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan akan diri sendiri. Sebab, seorang yang telah mengklaim memiliki pengetahuan apapun, ia harus mendasarkan pengetahuannya pada pengetahuan akan diri sendiri, “Tahu Diri”. Tahu diri adalah dinamika pikiran, perasaan, kehendak, dan mengikutsertakan segala pertimbangan untuk memberikan sebuah keputusan pada tindakan kebaikan bersama, dengan tidak merugikan pihak tertentu, dan atau meminimalisir kerugian bersama. Orang yang tahu diri adalah orang yang menjadikan dirinya sendiri sebagai subjek tindakan sekaligus berpikir tentang dirinya sendiri sebagai objek tindakan yang sama. Jika anda ingin membunuh, berpikirlah tentang bagaimana kalau tindakan yang sama terjadi pada dirimu sendiri. Maka, didikan pertama adalah tentang bagaimana kita bisa memiliki porsi tahu diri sebesar mungkin!

Sapere Aude!
“Beranilah Berpikir Sendiri!” Ajakan Kant sangat relevan dan memiliki dua aspek yang saling berkaitan.

Pertama, Sapere Aude sebagai seruan untuk membuka cakrawala berpikir tentang pentingnya pendidikan. Dan yang kedua, Sapere Aude sebagai sebuah seruan untuk merekonskruksi tujuan pendidikan sebagai sebuah proese penyadaran.
Pendidikan harus terlihat sebagai sebuah kebutuhan sekaligus menyadarkan kita akan eksistensi nilai luhur kemanusiaan kita. Kita membutuhkan rasa ingitahu yang mengantar kita untuk mencari tahu dan memproduksi sebuah pengetahuan. Pusat-pusat pengetahuan tampak dalam kehidupan sehari-hari, dari pengalaman, imajinasi, dan kreativitas. Baik pendidikan formal maupun non formal, keduanya adalah mata rantai yang tak bisa putus dalam membangun cara pikir dan prinsip yang mandiri. Artinya, kebutuhan akan pendidikan dan pengetahuan harus mengantar kita pada kemandirian cara berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan. Rendahnya tingkat pendidikan atau kemundurannpendidikan pada anak-anak kita akan menjadi lahan basah bagi para perampok akal sehat yang merusak masa depan genersai muda dengan cara yang asusila. Pada dasarnya, pendidikan yang baik membawa kita kepada kebaikan.Dengan memberi perhatian dan keseriusan pada pendidikan anak-anak maka pada titik pertentu kita bisa melawan para perampok akal sehat karena kita sanggup berpikir mandiri untuk mempertahankan prinsip yang baik dan benar.

Bertepatan dengan hari perempuan ini, ajakan pertama-tama ditujukan kepada kaum yang bukan perempuan untuk menghargai setiap rahim yang ada dan melekat pada setiap perempuan sebagai sumber yang mengalirkan kehidupan, perhatian, kasih sayang dan pengampunan. Setiap kaum Adam harus bisa menginternalisasi nilai kemuliaan tersebut pada dirinya agar tidak bertindak semena-mena terhdap kaum perempuan. Untuk kaum perempuan, jadilah pribadi yang sanggup mengalahkan para perampok akal sehatmu! Kaummu memang mengandalkan rasa. Tetapi, gunakanlah hatimu untuk menubah setiap akal busuk siapa pun yang ingin merampas setiap nilai dirimu! Mungkin selalu saja terlihat tidak logis, tetapi paling tidak, penyesalan akan prilaku busuk selalu datang dari HATI yang sanggup merasa!

Sapere Aude!

A.Ubas.T

Weetebula, 8 Maret 2019

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *