DIPENJARA SERIBU TAHUN SEKALIPUN……..!
- Saya hidup karena kata-kata(baca,menulis). Saya bernapas dengan kata-kata,saya lahir dg kata-kata dan saya matipun dg kata-kata pula.Ketika saya dipenjara dalam sel tahanan Polres Lembata karna kata-kata dan karna itu saya hidup dalam penjara seribu tahun sekalipun saya tetap berkata-kata. Saya tetap menulis. Saya mengawali tulisan saya ini dg menceritakan tentang awal mula penangkapan saya bersama 12 orang Baopukang lainnya. Kami ditangkap tgl 15 April 2015 dan menjalani masa tahanan sejak tgl 16 april 2015. Kami dituduh dan dikenakan pasal tindak pidana, dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang dan atau menghasut orang melakukan suatu perbuatan. Kejadian itu terjadi pada tgl 05 April 2015, sekitar pukul 20.30 di Desa Jontona, Kec.Ileape Timur,Kab.Lembata-NTT. Kami dikenakan pasal 170 ayat 2 KUHP dan atau pasal 160,pasal 55 ayat 1 dan pasal 56 ayat 2 KUHP. Kami 13 orang baopukang yg ditangkap dan ditahan dengan pasal yg sama tersebut adalah : Patrisius Belemu(ketua dewan stasis t.mikhael baopukang),Niko Ake(kepala desa Jontona),saya sendiri (sandro wangak)wartawan suksesi Jawapos grup-Pemred suluhnusa-net,Goris making(ketua partai golkar Ileape Timur), simon sili,Antonius boro,nikolaus lema,apolonius gigo, Rafael raya asan, laurensius lanang,jhon Himalaya,Eugenius guna,Vitus boli. Semua kami dikenakan pasal yang sama.
Pihak kepolisian,ketika mendapat laporan dari Theodorus ege tgl 06 april 2015 melakukan pemeriksaan terhadap kurang lebih 11 saksi. Dari sebelas saksi ini hanya 2 orang yang layak dijadikan saksi yakni Benediktus Tulada bersama istri. (tentang kesaksian benediktus tulada bersama istri ini akan saya tulis pada bagian berikutnya).
Kepala desa Jontona Nikolaus Ake ditangkap di jalan Trans Ileape-lewoleba tepatnya didepan kantor Pertanahan Lembata. Penyidik Polres Lembata dibantu satu regu Brimob Kompi B memborgol Niko ake bagai seorang teroris. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap 8(delapan) orang lainnya, Eugenius Guna bersama kawan-kawanya.
- Saya bersama Goris Making, Laurensius Lanang dan Rafael Raya, sejak pagi dikasih penangkapan itu sudah berada di Polres Lembata.Anehnya, saat saya dan Goris Making sedang mendengarkan penjelasan dari Penyidik M. Nukman di Ruangan Riksa III/ IV Polres Lembata, salah seorang Polisi bernama Yanris Sinlaeloe menelpon melalui Polisi Abu untuk memerintahkan saya dan Goris Making harus ke kampung di Jontona agar diborgol bersama yang lain.
Melalui Penyidik M. Nukman, kami diberikan jaminan bahwa saya dan Goris saat ini sedang bersama dirinya dan tidak mungkin melarikan diri. “Mereka, Pa Sandro dan Pa Goris bersama saya di ruangan sekarang. Mereka sudah di Polres untuk apalagi ke kampung? Mereka sudah disini bersama saya mereka tidak akan kemana-mana”, jawab M. Nukman saat itu.
Tidak hanya demkian, saat rombongan Kades tiba di halaman bersama regu tangkap, saya bersama Goris Making, Rafael Raya dan Laurensius Lanang juga ikut diborgol dari dalam ruangan Riksa III/IV dan digelandang ke halaman Polres bergabung bersama yang lain. tidak lebih dari 3 menit di pertontonkan dihalaman Polres dan kami kembali di giring dengan tangan diborgol masuk keruangan Polres Lembata. Sekitar 13 Penyidik disiapkan untuk mengambil keterangan kami. Dari pengakuan teman-teman, mereka tidak diperiksa sebagai saksi terlebih dahulu tapi langsung menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Hanya Eugenius Guna, yang menjalani pemeriksaan terlebih dahulu sebagai saksi sebelum ditetapkan menjadi tersangka. Eugenius Guna diperiksa Penyidik M. Nukman.
Kami 13 orang ini dikenakan pasal yang sama anehnya pada saat saya sedang menjalani pemeriksaan, Kasat Reskrim Polres Lembata Muhamad Arief Sadikin meragukan keberadaan saya melalui pesan sms kepada salah seorang Penyidik kerabat dekat saya. “Sandro dimana?!!”, demikian bunyi sms itu, seperti yang diceritrakan penyidik itu kepada saya sendiri
- Saya tidak merasa heran dan kaget dengan pertanyan Kasat Reskrim ini. Pasalnya, perintah penangkapan terhadap saya sudah pernah disampaikan oleh Kapolres Lembata Wresni. H.S. Nugroho sekira bulan Oktober atau Nopember 2014, ketika saya berhasil merekam pengakuan Gaspar Molan, salah satu saksi kunci pembunuhan Alm. Linus Notan. sayangnya, Gaspar Molan pun meninggal di sel Polres Lembata. Perintah penangkapn terhadap diri saya pada bulan Oktober-Nopember 2014 itu disampaikan Kapolres di hadapan Kasat Reskrim, saat itu Rahman Aba Mean Kapospol Ile Ape disaksikan Kades Jontona dan salah satu warga. Perintah itu disampaikan diruang Jabatan Kapolres. Mendengar informasi itu, saya lalu melakukan konfirmasi kepada Kapospol Ile Ape, dan jawaban yang saya dapat adalah, Kapolres meminta saya hadir diruangannya karena dia mau mengklarifikasi terkait rekaman itu. Saya menjawab rekaman itu untuk kepentingan pemberitaan saya.Perintah penangkapan itupun batal dilakukan.Saya terus bekerja dan menulis tentang kasus Linus Notan. Membantu pihak Kepolisian (Tim dari Polda NTT) untuk membongkar kasus Linus Notan dan berhasil menetapkan 5 Tersangka. Satu minggu sebelum 5 Tersangka Kasus Linus Notan ini ditangkap, saksi kunci Gaspar Molan meninggal dunia disel Polre Lembata. Tidak habis sampai disitu, awal April 2015 Suami Monika Kewa dan Kakak Kandung Sebastianus Seru yang bernama Elias Kasa ditemukan meninggal tidak wajar. Modus kematiannya sama dengan kematian Linus Notan. Monka Kewa dan Sebastianus Seru adalah saksi kunci Linus Notan.
Gaspar Molan meninggal, Elias Kasa meninggal saya bersama 12 orang lain saat ini berada didalam sel. Merupakan upaya-upaya pihak tertentu untuk menggangu jalurnya persidangan kasus Linus Notan.
Siapa yang bermain??
Hanya tuhan saja yang tahu, yang pasti kebenaran ditanam sekalipun akan muncul kepermukaan.
- Kembali kekasus tanggal 5 April 2015. Hari itu adalah hari kemenangan. Hari minggu Paskah, umat dari Stasi lain datang untuk merayakan hari kemenangan yang dipusatkan di Stasi Baopukang. Umat dari 7 Stasi lain Separoki Waipukang berkumpul dalam suasana kemenangan. Sayangnya tercoreng dengan keributan yang bermula dari informasi pelemparan Gereja.Kronologis kejadian hari itu bermula dari aksi lompat pagar Gereja oleh Loys Halimaking (Ponakan Theodorus Ege keluarga para tersangka kasus Linus Notan). Loys melompat pagar Gereja sekitar pkl. 17.00 ada warga yang melihat. petang hari sekitar pkl 18.00 lewat, dua kali bunyi seng pastoran gereja seperti dilempar orang. Beberapa ibu-ibu yg bertugas memasak didapur pastoran takut dan pulang kerumah diantar oleh 2 orang pemuda. Dalam. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan Benediktus Tulada (salah satu anak tersangka kasus Linus Notan) pulang dari menyuluh. Anehnya Benediktus Tulada membawa serta tombak.
Informasi tentang Pelemparan Gereja menyebar dengan cepat, Ketua Dewan Stasi Mikhael Baopukang, Patrisius Belemu, Niko Ake (Kadus Jontona) dan Goris Making juga mendengar informasi itu sebagai Panitia. Goris Making ke Gereja dan mendapati Patris Belemu sedang berada disana bersama pengurus Gereja lainnya sedang menghitung uang kolekte. Ada juga beberapa Linmas disana.
Atas inisiatif Linmas, mereka mengecek batu diatas dapur pastoran yang baru, tapi tidak ada batu disana. Salah seorang lalu mengatakan, siapa yang kurang ajar lempar gereja ini. Pernyataan Linmas itu disambung oleh Theodorus Ege dengan mengatakan “Ah…cukup sudah kalau tidak kita rusuh malam ini”. Jawaban Theodorus Ege ini yang memicu keributan malam itu. Terjadilah pelemparan rumah, pemanahan terhadap Gereja sampai Ignasius Keko membawa senjata tajam yang diambil oleh Kades Jontona Niko Ake.
- Kekacauan ditanggal 5 April malam itu, menghasilkan tiga buah laporan perkara di Kepolisisan Resort Lembata.
Pertama, Laporan Polisi oleh Pastor Paroki Waipukang Rm. Noldi Koten, PR, tentang Pelemparan Gereja
Kedua, Laporan polisi oleh Theodorus Ege tentang penghasutan dan pelemparan rumah-Nya.
Ketiga, Laporan Polisi oleh Kades Jontona Niko Ake tentang kepemilikan senjata tajam.Proses hukum dari ketiga kasus ini sedang dilakukan ole Pihak Kepolisian Resort Lembata.Naifnya informasi yang berkembang di Pihak Kepolisian bahwa Laporan yang pertama dan kedua Pihak kepolisian memanggil saksi Benediktus Tulada, dan dalam kesaksiannya Tulada menyebutkan Goris Making dan Elias Geroda yang melempar Gereja disaksikan oleh Kades Jontona. Tulada juga bersaksi atas laporan Theodorus Ege bahwa kami 13 orang ini yang melakukan penghasutan dan pelemparan rumah terhadap Theodorus Ege.
Awalnya Tim Pilda NTT sudah melakukan Pemeriksaan terhadap beberapa saksi terkait Laporan Romo Noldy.
Dan Tulada menjadi saksi Laporan Theodorus Ege.
Patut untuk dicermati bahwa, kejadian Pelemparan Gereja dan rumah Theodorus Ege terjadi pada waktu yang tidak bersamaan.
- Kejadian Pelemparan Gereja terjadi sekitar pkl 20.00 dan keributan yang mengakibatkan Rumah Theodorus Ege dilempar terjadi pada Pkl. 20.30.Apakah Benediktus Tulada adalah benar-benar saksi??? Wait and see saja di Pengadilan nanti.
Patut diduga, karena Tulada memberikan kesaksian yang berbeda dengan istrinya.
Ada kisah lain yang menarik untuk disimak, bahwa sehari sebelum penangkapan Laurensius Lema (menantu salah seorang tersangka Kasus Linus Notan), meminta Nikolaus Lema untuk lari keluar dari Lembata, pasalnya menurut Laurensius, Nikolaus juga masuk dalam daftar tangkap yang ditulis oleh Alo Bagasi (anak sulung Stefanus Lodan salah satu tersangka kasus Linus Notan) untuk deserahkan kepada Pihak Kepolisian. Akan tetapi Nikolaus tidak menghiraukan. Bahkan Lorensius menurut cerita nikolaus bersitegang dengan Alo Bagasi yang membela Nikolaus yang pada malam kejadian sepengetahuan Laurensius, Nikolaus sedang berada dirumah kaka Laurensius. Tetapi Alo Bagasi tetap menulis nama Nikolaus Lema dalam daftar tangkap itu.
- Hal yang sama juga dilakukan Mikhael Gelema (adik kandung Stefanus Lodan, salah satu tersangka kasus Linus Notan).Mikhael meminta kepada salah seorang pemuda di Jontona berinisial BS untuk melarikan diri keluar Lembata karena menurut Mikhael BS juga masuk dalam daftar tangkap.
Permintaan Mikhael itu dijawab BS dengan mengatakan “untuk apa lari kalau malam kejadian tidak berada di TKP.
Semua kisah ini saya tulis tidak untuk membela diri dalam status saya sebagai tersangka, tetapi seperti pada awal tulisan saya, bahwa saya hidup karna kata-kata, saya mati karena kata-kata, saya bernapas dengan kata-kata. Maka dipenjara seribu tahun sekalipun saya tetap berkat-kata.
Dari Sel Tahanan
POLRES LEMBATA, Mei 2015
=SANDRO WANGAK=