Suluh Nusa, Larantuka – Bencana alam bisa terjadi di mana saja dan menimpa siapa saja. Bila alam sudah menghendaki, manusia tak kuasa menolaknya. Bencana juga bisa terjadi kapan saja. Ia hadir tanpa disadari seorang pun. Entah manusia siap atau tidak. Di saat terjaga tau terlelap. Bencana selalu datang tanpa ada rencana.
Sebagaimana banjir bandang yang melanda beberapa wilayah di pulau Adonara Minggu (04/04/2021) lalu. Banjir itu terjadi di malam gelap, saat semua sedang terlelap. Tak ada yang menyangka bahwa malam itu bencana akan menghampiri mereka.
Bencana yang terjadi secara tiba-tiba selalu membawa dampak mengerikan. Hingga tiga minggu berlalu, kesedihan masih menyelimuti para korban. Dan rasa trauma masih menghantui mereka. Dampak lain yang masih membekas adalah endapan lumpur dan sisa-sisa puing reruntuhan rumah-rumah yang tersapu banjir. Juga sisa-sisa material bawaan banjir seperti lumpur, batu, batang pohon, dan potongan kayu masih berserakan di daerah yang dilalui banjir.
Menghadapi bencana yang biasa datang secara tiba-tiba, manusia seperti bertaruh nyawa. Sebagaimana kisah Pak Agus Priyanto bersama keluarga saat bandang di Adonara. Anggota komunitas Guru Garis Depan (GGD) Flores Timur ini berjuang menyelamatkan diri di tengah terjangan banjir malam itu. Di saat bencana hidup dan mati jaraknya cuma sejengkal.
Pak Agus bersama keluarga tinggal di rumah kontrakan di muara kali dusun 01, RT 01 desa Waiburak. Daerah ini merupakan jalur banjir bandang saat itu. Rumah yang sudah ditempati selama enam tahun oleh guru asal Cilacap, Jawa Tengah ini tertimbun lumpur. Beruntung, guru SMK Negeri Ile Boleng ini selamat bersama istri dan kedua anaknya.
Dikisahkan pak Agus, pada Sabtu (03/04/2021) malam sebelum peristiwa naas tersebut, bersama warga sekitar tidak pernah menyangka kalau banjir bandang akan melanda daerah mereka. Hujan dengan intensitas sedang mengguyur Waiburak dan sekitarnya. Namun tak ada firasat apa pun yang terlintas bahwa akan terjadi banjir bandang.
Sebagaimana warga yang lain, malam itu pak Agus dan keluarga tidur seperti biasa. Sekitar jam 1 (Minggu, 04/04/2021) dini hari, seorang (Pak Ridwan) memanggil nama anak pertamanya (Nehan) dan memberitahu bahwa ada banjir. Mendengar pemberitahuan tersebut, pak Agus bangun membuka pintu untuk mengecek keadaan di luar. Ternyata banjir di depan rumah sudah setinggi lutut.
Walau air mulai meninggi, belum ada niat untuk menyelamatkan diri. Tidak berselang lama, terdengar suara gemuruh air yang deras. Dan listrik tiba-tiba padam. Suasana menjadi gelap. Pak Agus menyalakan dua batang lilin. Menerangi mereka berjaga-jaga malam itu.
“Ketika pak Ridwan memberitahu bahwa ada banjir, saya sempat mengecek keadaan di luar. Walau air sudah tinggi, kami tidak ada firasat bahwa akan datang banjir bandang. Karena itu kami memilih untuk tetap berjaga-jaga di dalam rumah,” kisah pak Agus.
Suara gemuruh air semakin keras. Namun tidak ada kecurigaan kalau suara itu sebagai alarm bencana banjir bandang. Dan tiba-tiba saja, ketika nyala lilin belum setengah batang, pintu belakang rumah mereka jebol dihantam banjir diikuti luapan air yang memenuhi seisi rumah.
Kaget melihat luapan air yang dalam sekejap menggenangi rumah, secara refleks pak Agus bersama istri menggendong kedua buah hati mereka. Keadaan menjadi gelap dan mencekam, namun merek tidak panik. Dengan tenang bersama istri berusaha menyelamatkan anak mereka, palagi mereka memiliki seorang bayi yang baru berumur tiga hari (lahir 01 April 2021).
Pak Agus menggendong anak pertamanya yang berumur 3 tahun dan istri menggendong anak kedua. Ketika hendak keluar rumah untuk menyelamatkan diri, banjir sudah mengepung mereka. Air sangat deras. Motornya yang diparkir di teras rumah pun sudah hanyut disapu banjir. Mereka memutuskan untuk bertahan di teras rumah sambil menggendong kedua anak mereka.
“Ketika banjir menjebol pintu belakang rumah, walau dalam keadaan gelap, kami tidak panik. Saya menenangkan istri sambil menggendong kedua anak kami. Saya gendong anak pertama, istri gendong anak kedua yang baru berusia tiga hari. Kami keluar rumah dan berdiri di teras,” cerita pak Agus.
Air semakin deras dan ketinggiannya semakin bertambah hingga mencapai dada. Pak Agus coba memanggil tetangganya tetapi semua dalam keadaan kalang kabut berupaya menyelamatkan diri dan keluarga. Dalam kondisi terendam banjir mereka hanya pasrah. Menyerahkan diri seutuhnya pada Allah.
Kurang lebih lima belas berlalu. Dan Tuhan masih memelihara pak Agus sekeluarga. Pertolongan itu datang lewat sebatang kayu yang tiba-tiba tersangkut melintang antara kontrakan pak Agus dan rumah pak Ridwan. Melihat kayu yang terlintang tersebut, Pak Agus mengajak istrinya untuk menyeberang ke rumah pak Ridwan. Sambil terus menggendong anak mereka berusaha menerobos banjir dengan berpegangan pada batang kayu tersebut agar tidak terbawa banjir.
Dari rumah pak Ridwan mereka menuju rumah tetangga lagi. Dan terus berusaha untuk keluar dari jebakan banjir; menyelamatkan diri dengan menerobos banjir, lumpur dan material banjir lainnya. Dalam upaya menyelamatkan diri di tengah malam yang gelap gulita, keadaan sekeliling sudah dipenuhi material banjir berupa lumpur, potongan kayu, dan batu dan material lainnya. Resiko terkena material banjir tidak dihiraukan. Biar terluka yang penting nyawa selamat.
Bersama sekitar 14 warga mereka bertahan di sebuah rumah warga menunggu air surut. Setelah air agak surut salah seorang warga memberanikan diri keluar mencari jalan dan tempat bagi mereka untuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman. Dengan bantuan warga tersebut, mereka semua menyelamatkan diri di mesjid Baburrahman Waiburak. Hingga pagi (Minggu, 040/04/2021) pak Agus bersama istri dan anak dijemput keluarga Haji Yunus untuk menumpang di rumah mereka.
Bencana yang menimpa anggota komunitas Guru Garis Depan (GGD) Flores Timur, Agus Priyanto juga turut dirasakan seluruh anggota komunitas. Sebagai ungkapan solidaritas atas peristiwa sedih yang dialami pak Agus, GGD Flotim hadir membantu keluarga pak Agus.
Solidaritas itu diwujudkan dalam bentuk bantuan bahan kebutuhan pokok, kebutuhan bayi dan anak, peralatan memasak, dan peralatan tidur. Selain itu GGD juga ikut membersihkan rumah kontrakan pak Agus dari sisa-sisa material banjir seperti lumpur, potongan kayu dan batu.
Sebagaimana disampaikan ketua GGD Flores Timur, Fandi Setiyanto GGD Flotim ikut membantu meringankan beban akibat bencana yang menimpa salah seorang anggotanya. Pada Sabtu (24/04/2021) barisan GGD Flotim menuju Waiburak. Kegiatan yang dilakukan di sana adalah menyerahkan bantuan dan membersihkan rumah kontrakan pak Agus dari sisa material banjir.
“Ada anggota komunitas GGD Flotim, pak Agus yang terdampak banjir bandang di Waiburak. GGD tentu turut merasakan apa yang dialami pak sekeluarga. Sebagai bentuk solidaritas GGD Flotim selain memberikan bantuan berupa barang juga ikut membantu teman kami membersihkan rumah kontrakan dari sisa material banjir,” ujar Fandi.
Selain menyerahkan bantuan GGD Flotim juga melakukan pembersihan rumah kontrakan pak Agus. Hari pertama, Minggu (25/04/2021) pembersihan dilakukan secara manual. Karena banyaknya material yang menumpuk dan endapan lumpur yang keras, material tersebut tidak dapat dibersihkan dengan menggandalkan tenaga manusia.
GGD Flotim memberanikan diri meminta bantuan kepada Satgas Zeni TNI AD. Permintaan tersebut dipenuhi dengan mengirimkan sebuah alat berat dan beberapa anggota TNI untuk melakukan pembersihan. Dalam dua hari, Senin dan Selasa sisa-sisa material banjir tersebut dapat dibersihkan.
Atas bantuan teman-teman GGD Flotim tersebut, pak Agus menyampaikan terima kasih. Keluarganya merasa terhibur dengan kehadiran teman-teman GGD, apalagi sampai membantu membersihkan rumah kontrakannya. “Terima kasih untuk teman-teman GGD Flotim. Kehadiran mereka selain membantu juga menghibur kami sekeluarga,” ungkap Agus.***
Gerardus Kuma Apeutung
Tetap semangat. Salam Kemanusiaan.