Suluh Nusa, Lembata – Ratusan warga terdampak dari Desa Jontona, yang sampai dengan saat ini masih bertahan di posko pengungsian sudah bisa diperbolehkan pulang.
Hal ini berdasarkan Evaluasi PVMBG Ili Lewotolok yang dikeluarkan tanggal 5 Februari 2021 perihal Evaluasi tingkat aktivitas Gunung Api Ili Lewotolok.
Berdasarkan Surat evaluasi dan rekomendasi ini PVMBG membeberkan, sejak akhir November sampai 27 Desember 2020, terjadi letusan yang fluktuatif sebanyak 86 kali. Hasil pantauan juga memperlihatkan adanya penurunan letusan dari 69 kali dalam tiga minggu terakhir menjadi 19 kali letusan pada 4 Februari 2021.
Sedangkan potensi hembusan tetap tinggi sebagai ciri khas Gunung Ili Lewotolok, mencapai 148 kali pada 26 Januari 2021 menurun dan 84 kali hembusan pada 4 Februari 2021.
Pada point ketiga, data dan evaluasi PVMBG menyebutkan, Gunung Ili Lewotolok masih berpotensi mengalami erupsi dengan bahaya utama lontaran batu/lava pijar ke segala arah dalam radius 3 Km dari puncak Ili Lewotolok.
Surat Evaluasi dan Rekomendasi PVMBG :
“Ancaman bahaya dari longsoran material lapuk juga dapat terjadi ke bagian tenggara arah bukaan kawah, jika kestabilannya terganggu,” papar PVMBG Gunung Ili Lewotolok dalam data dan evaluasinya.
Brdasarkan evaluasi PVMBG Ili Lewotolok, warga Jontona yang sampai saat ini masih bertahan dipengungsian dapat dipebolehkan pulang tetapi tetap memperhatikan rekomendasi pihak PVMBG yakni tidak boh beraktivitas dalam radius 3 km.
“Masyarakat Desa Jontona agar selalu waspada dan berhati hati,” paparnya dalam kesimpulan rekomendasi tersebut.
Kepala PVMBG Ili Lewotolok, Stanislaus Arakian, kepada Suluh (weeklylin media network), mengungkapkan, rekomendasi ini dikeluarkan agar semua pihak termasuk Pemerintah Kabupaten Lembata dapat mengambil sikap dalam rangka mitigasi bencana dan penanganan warga terdampak selanjutnya.
Disinggung terkait, Satgas Bencana Erupsi Gunung Ili Lewotolok yang sudah terlanjur memperpanjang masa tanggap darurat bagi warga Jontona menjadi 14 (empat hari), terhitung sejak tanggal 6 Februari 2021, Arakian mengungkapkan hal itu menjadi kewenangan pemerintah daerah.
“Memang pemerintah melakukan koordinasi dengan kami sebelumnya. Tetapi surat rekomendasi dari Pusat PVMBG di Bandung kami terima terlambat setelah pemerintah sudah membuat pernyataan untuk memperpanjang masa tanggap darurat. Dan itu menjadi kewenangan mereka,” ungkap Arakian. Arakian bahkan meminta warga Jontona untuk mengikuti arahan pemerintah, walau pihaknya sudah membolehkan warga Jontona untuk pulang ke kampung halamanya.
Video Drone Desa Jontona:
Pemerintah Perpanjang Masa tanggap Darurat dengan Logistik yang sudah menipis
Sementara itu dilansir dari Warta NTT, Satgas tanggap darurat erupsi gunung Ile Lewotolok-Lembata kembali perpanjang masa tanggap darurat bagi pengungsi asal Desa Jontona, Kecamatan Ile Ape Timur.
Besok, Sabt, 6 Febaruari 2021 merupakan batas akhir masa tanggap darurat, namun pihak satgas melalui BPBD Lembata kembali lakukan perpanjangan hingga 14 hari kedepan.
Hal tersebut disampaikan Kalak BPBD Lembata, Thomas Tip Des Lelangrian, selaku komandan satgas tanggap darurat, Jumat, 05Febaruari 20211 di ruang kerjanya.
Menurut Thomas, masa perpanjangan yang dilakukan berdasarkan informasi terakhir pihak PVMBG Bandung dimana situasi belum kondusif sehingga rekomendasi PVMBG melalui PPGA Ile Lewotolok masih tetap berlaku hingga kini.
“Tanggal 27 Januari, teman-teman tim PVMBG Bandung datang kesini dan mereka sampaikan bahwa progres kegempaan yang terjadi perubahannya belum signifikan. Kemudian mereka kembali ke bandung untuk laporkan kepada pimpinan disana. Kemarin (4/2) informasi melalui pesan Whatsapp dari teman-teman PVMBG Bandung mereka sampaikan bahwa situasi disini (Ile Lewotolok) belum kondusif untuk perubahan rekomendasi (status masih tetap level III). Masyarakat dilarang beraktivitas dalam radius 3Km dari puncak kawah untuk desa-desa lainnya, dan radius 4Km untuk desa Jontona. Oleh karena itu kita perpanjang lagi masa tanggap darurat untuk 14 hari kedepan, terhitung tanggal 7 s.d 20 Februari”. Ungkap Thoma Tipdes seperti dilansir Warta NTT.
Saat ini, warga terdampak dari Desa Jontona berada di 2 posko pengungsian yakni eks kantor Bupati dan aula kantor kelurahan Lewoleba Tengah sebanyak 75 KK/274 jiwa, data itu termasuk 3KK/15 jiwa dari Desa Lamaau. Warga terdampak yang menjadi pengungsi mandiri tercatat ada 199KK/807 jiwa yang tersebar di rumah-rumah keluarga mereka dalam 7 Kelurahan.
Thomas juga sampaikan saat ini stok beras mulai menipis dimana pihaknya sedang melakukan upaya koordinasi dengan BPBD NTT dan BNPB.
“Untuk logistik berupa lauk pauk masih tersedia, stok yang menipis saat ini hanya beras. Kami sedang bangun koordinasi dengan BNPB dan BPBD Provinsi NTT”.
“Untuk rekening donasi juga belum ditutup karena masa tanggap darurat belum berakhir. Jadi kalau ada pihak lainnya yang hendak mendonasikan, kita masih terima” ujarnya
Terkait logistik yang kurang ini menjadi indikasi perubahan pola makan bagi warga Jontona yang saat ini ditampung di Posko Utama ex Kantor Bupati lama.
Adolfus Making, salah seorang warga Jontona kepada Suluh Nusa, 5 Februari 2021 malam, mengungkapkan bahwa sejak seminggu belakangan, terjadi perubahan pola makan dengan mendaftarkan nama terlebih dahulu.
“Ya kami makan harus daftar nama. Termasuk tamu yang datang harus daftar nama. Kalau tidak daftar nama tidak dapat jatah makan. Ini sudah satu minggu lebih. Ya, kami diatur jadi kami ikut saja,” ungkap Adolfus. ***(sandrowangak/kris/SN/weeklyline media network)