suluhnusa.com – Pendidikan di tanah air masih belum maju khususnya di kawasan Indonesia Timur. Kampung Atti adalah salah satu bukti pendidikan di tanah air belum maju. Kampung ini terdapat di Distrik Minyamur, Kabupaten Mappi, Propinsi Papua.
Persoalan yang mendasar pendidikan di kampung ini tidak maju yakni guru tidak menetap di tempat. Hal ini menyebabkan sekolah tidak normal. Kondisi lain yang sangat memprihatinkan yakni semua peserta didik belum mengenal angka dan huruf.
Bahkan kelas 6 sekalipun belum mengenal bentuk huruf dan angka. Ketidaknormalan sekolah tersebut membuat semua aktivitas terhambat secara total. Administrasi sekolah semuanya tumpang tindih. Hal yang sangat miris yakni tidak ada data siswa yang patut dijadikan pedoman. Bahkan peserta didik masih belum mengetahui bahwa mereka berada di tingkat berapa.
Kecenderungan kepala sekolah ke kota berbulan-bulan menyebabkan pendidikan macet total. Motivasi kepala sekolah untuk memperoleh dana BOS yang besar sehingga harus memanipulasi data siswa.
Lebih miris lagi adalah aktivitas sekolah mandek, namun dana BOS tetap saja dicairkan sesuai tahapan yang ada. Muncul pertanyaan bahwa dana BOS selama ini digunakan untuk keperluan sekolah atau keperluan pribadi?
Kondisi ini dapat dikatakan bahwa kurang adanya pengawasan yang ketat dan intens dari pihak terkait sehingga muncul problematika seperti ini.
Hasil dari kehadiran guru-guru baru di SDN Atti ini sudah mulai terlihat yakni semangat dari peserta didik mulai berkobar lagi, kebiasaan masyarakat merusak bentuk fisik sekolah dan mencuri fasilitas sekolah mulai tidak terlihat lagi.
Bahkan saat ini, guru-guru baru hanya berkunjung ke kampung tetangga saja masyarakat sangat keberatan, karena mereka takut guru-guru akan kabur dari kampung tersebut. Masyarakat sangat takut apabila guru-guru pergi dari kampung.
Kondisi ini dapat digambarkan bahwa kerinduan masyarakat terhadap guru-guru baru seperti umat Israel menantikan seorang Nabi menggantikan Nabi Musa. Ini dapat dikatakan sebuah prestasi kecil yang patut diapresiasi karena sangat sulit mengubah kebiasaan masyarakat kampung Atti yang pola hidup masih peramu, dengan memberikan pengetahuan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka.
Cinta kasih masyarakat sangat besar terhadap guru-guru. Masyarakat tidak menginginkan guru-guru kelaparan, kehausan dan kehabisan bahan makanan atau stok lainnya. Sagu, ikan betik, ikan gastor dan hasil buruan lainnya menjadi makanan favorit bagi guru-guru di kampung ini. Satu catatan sangat penting bahwa apabila kita bertindak baik dengan masyarakat satu kali maka mereka lebih baik hingga seribu kali.
Sebagai bentuk refleksi bahwa pertama kali guru-guru baru menginjak kaki di kampung ini, keadaan sekolah yqng hanya tiga ruang kelas dihiasi rumput-rumput, kaca jendela dipecahkan, pintu dirusakkan, bangku dan meja sebagian sudah dicuri, tembok sekolah dicoret, plafon dirusakkan, sekat yang membagi kelas 1, 2 dan 3, 4 sudah hilang dicuri, bahkan bauh amis di ruang kelas karena sudah dikotori dengan air kencing.
Ketika kehadiran guru, anak sekolah dan muda-mudi mulai tergerak hatinya untuk membersihkan sekolah. Dengan bantuan aparat kampung untuk memberitahu secara tegas bahwa fasilitas sekolah harus dikembalikan, maka warga masyarakat mulai mengembalikan bangku dan meja meskipun kondisinya tidak seperti dahulu.
Kondisi anak sekolah di kampung ini sangat memprihatinkan karena mereka tidak berseragam dan tidak memiliki alat tulis. Hanya satu yang diandalkan bahwa semangat mereka harus lebih besar dari apapun.
Hari pertama masuk sekolah sangat sedih ketika melihat mereka tidak berseragam dan tidak memiliki alat tulis. Selama ini anak-anak hanya mengandalkan hafalan, sehingga saat ini mereka sangat lihai saat menghafal. Namun ketika disuruh membaca dan menulis di papan dengan kapur mereka tidak tahu apa-apa.
Selain itu, akibat kondisi ruang kelas hanya tiga saja terpaksa kelas 1, 2 dijadikan satu kelas begitupun kelas 3, 4 dan 5, 6. Satu catatan lagi bahwa kantor guru tidak ada, sehingga ketika jam istirahat guru tetap berada di ruang kelas.
Saat ini meskipun kondisi seperti itu tidak menyurutkan semangat guru dan peserta didik dalam belajar.
Rencana ke depan guru-guru akan bersinergi dengan aparat kampung dan pihak lainnya untuk membangun Taman Baca Masyarakat dan juga sekolah masyarakat sebagai lembaga pendidikan nonformal. Tujuan dari rencana ini untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan.
Alasan sekolah masyarakat ini dijalankan guna memanfaatkan gedung balai kampung yang sudah mulai rusak karena tidak diurusi lagi. Dengan berjalannya kegiatan di dalam gedung maka bentuk fisik gedung akan terawat. Selain itu, apabila tidak ada dana untuk membangun Taman Baca Masyarakat, maka gedung balai kampung sekaligus dijadikan TBM. Anak-anak kampung yang sudah mengenyam pendidikan tinggi dan lulus SMA masih bisa di hitung dengan jari. Lebih dari itu banyak yang putus sekolah.
Target dari rencana tersebut masyarakat dapat membaca, menulis dan berhitung. Dengan bisa mengetahui pentingnya pendidikan, para orangtua akan mendorong anak-anak mereka untuk bersekolah. Selama ini orangtua cenderung membawa anak-anak ke hutan daripada membawa mereka ke sekolah.Harapan semoga rencana mulia ini bisa berjalan dengan baik dan sesuai target.
Klementinus Bengan Aman
Diutus ke Kabupaten Mappi menjadi guru di daerah terpencil. Program ini adalah kerjasama antara pemerintah daerah kabupaten mappi dan Universitas Gadjah Madah Yogyakarta. Program ini dinamakan Guru Penggerak Daerah Terpencil atau lazim disebut GPDT. Program ini bertujuan untuk merekrut guru-guru untuk ditempatkan di daerah terpencil kabupaten mappi, sehingga dapat menetaskan permasalahan pendidikan dasar yang selama ini belum diselesaikan dengan baik. Pendidikan di kabupaten mappi masih minim akibat pendidikan dasar belum kuat.