suluhnusa.com – Beberapa hari di bulan Ramadan ini warganet disajikan berita tentang aktivitas kemanusiaan yang dilaksanakan oleh sekelompok anak muda. Melalui akun Facebook Hawa Sengadji, Muhammad L. S. Wutun berita-berita itu kita dapat membacanya.
Media online ber ISSN-suluhnusa.com juga sempat menyajikan kabar baik ini dengan judul ‘Berdedekah Untuk Puasa Para Dhuafa”. Bahkan Harian Umum Pos Kupang pada hari sabtu, 19/05/2018 pun memuat berita tentang aktivitas inspiratif kelompok anak muda ini dengan judul “Wathan Lamahala Menyapa Kaum Dhuafa di Bulan Suci Ramadan” yang sedang melaksanakan satu program lembaganya yakni “Kado Sambut Ramadhan” (KSR).
Program KSR ini tengah dieksekusi oleh sekelompok anak muda Lamahala yang tergabung dalam komunitas Lembaga Silaturrahmi dan Komunikasi Wathan Lamahala (LSKWL). Sebuah lembaga swadaya yang bergerak dalam kerja-kerja kemanusiaan. Mereka saat ini sedang membagi-bagikan bingkisan berupa sembako demi membantu dan memenuhi kebutuhan pokok kaum dhuafa disekitar desanya dalam berpuasa Ramadan. Menariknya sembako-sembako tersebut didapat dari para donatur yang sebagian besar adalah warga diaspora Lamahala diberbagai kota di Indonesia.
Lembaga ini dinahkodai oleh Muhammad Lusi Suku Wutun, S.Pd. Sebagai ketua dan Muhammad Soleh Kadir sebagai sekretaris. Keduanya merupakan putra asli Lamahala yang kini menjadi guru pada SMP Negeri 1 Adonara Timur.
Kedua pria ini cukup masyhur di jagat NTT khususnya Flores Timur, terutama dikalangan penggiat literasi. Berawal dari keresahannya terhadap kondisi pendidikan di Flores Timur, keduanya menggagas berdirinya Pondok Baca Watan Lamahala. Kedua pria ini sangat piawai dan perfeksionis dalam urusan kelembagaan.
Boleh jadi, karena keduanya berlatar belakang aktivis. Kedua pria ini ketika menjadi mahasiswa tercatat sebagai anggota aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Kupang. Bahkan lebih dari itu Muhamad Soleh Kadir atau Pion Ratulolly adalah salah seorang penulis handal. Gagasan-gagasannya kadang menyentak, eye catching.
Kedua guru muda ini menjadi ruh kelembagaan yang memberikan citra tersendiri di mata publik. keduanya memiliki ide-ide briliant, inovatif, segar dan visioner dalam kerja-kerja kemanusiaan di tanah kelahirannya.
Mengapa saya memutuskan untuk menulis hal ini. Jawabannya adalah sebagai seorang muslim ketika melihat dan mendengar kerja-kerja anak-anak muda ini, saya merasa persoalan penyantunan fakir miskin dan pengentahan kemiskinan baik melalui program pemerintah maupun swasta selama ini, belumlah maksimal kita lakukan. Mengapa tidak?,
Selama ini kita hanya berpikir untuk dapat menghidupi diri pribadi. Padahal kita sama-sama tahu bagaimana sebenarnya kondisi masyarakat dan umat. Sebagian besar dari mereka hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Kerja kemanusiaan yang sedang dilaksanakan oleh LSKWL ini mengingatkan kita akan kewajiban mengeluarkan zakat dan bagaimana pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Lembaga Pengelolaan Zakat. Lalu bagainama upaya kita dalam pengelolaan zakat demi pengentasan kemiskinan?.
Selanjutnya kita bertanya, siapakah yang pantas bertanggung jawab trntang permasalahan ini?. Pasti sebagian dari kita akan berpendapat pemerintahlah yang pantas untuk bertanggung jawab. Tapi cobalah untuk berpikir lebih jernih, persoalan ini merupakan persoalan bersama yang juga harus menjadi tanggung jawab bersama.
BACA JUGA :
https://suluhnusa.com/humaniora/20180521/bersedekah-untuk-puasa-para-dhuafa.html
Kesadaran Berzakat.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya wajib. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat syarat yang telah ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orangorang yang telah ditentukan pula, yaitu delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60 :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Selain itu, Pemerintah Indonesia pun membuat peraturan perundang-undangan tentang zakat. Yakni undang-undang No. 33 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan zakat.kemudian direvisi menjadi undang-undanag No. 23 Tahun 2011. Bila kita tilik lebih jauh, Persoalan ini bertalian erat dan bermuara pada cara berpikir kita selama ini. Bahwa dalam menanggulangi kemiskinan penanganannya hanya sekedar kerelaan. Karena sifatnya kerelaan dan sekedar menolong, sebagai umat islam hukum zakat yang wajib pun acap kali kita tepis jadi sunnah. Sebagian kita berdalih “Landasan menolong adalah kerelaan, bukan paksaan. Bila rela, nilai ibadah akan sia-sia”.
Padahal kedudukan zakat, sama wajibnya dengan sholat. Zakat diwajibkan, karena umat dituntut mengatasi kesulitan ekonomi kalangan miskin. Kita semua pasti pernah membaca atau mendengar ada hadits yang mengatakan bahwa sholat merupakan tiang agama. Jika sholat itu tiang agama maka boleh jadi zakat merupakan tiang kepedulian.
Jika zakat merupakan tiang kepedulian maka marilah kita berusaha untuk memaksimalkan lembaga-lembaga zakat dan kinerjanya dalam proses mengentaskan kemiskinan umat. Ketika Ramadan tiba umat Islam berkewajiban untuk menuaikan salah satu ibadah mahdah yakni zakat. Menurut syariat agama muzakki atau wajib zakat, diwajibkan untuk mengeluarkan 2,5 % penghasilannya. Muzakki menyerahkan kewajibannya pada Badan Amil Zakat. Melaui Badan Amil Zakat materi zakat disalurkan kepada mustahik yang berjumlah delapan golongan.
Namun yang menjadi persoalan selama ini adalah zakat sekedar dilaksanakan dan disalurkan kepada kaum dhuafa sebagai pemenuhan kebutuhan harian yang sifatnya sesaat. Tidak lebih dari itu. Umat hanya diberikan sedikit bekal yang hanya bisa digunakan untuk makan beberapa hari. Sedangkan yang diperlukan adalah bagaimana caranya agar zakat ini menjadi salah satu program pemberdayaan umat. Program pemberdayaan maka bersifat memberdayakan umat, terutama peningkatan kualitas hidup dan lebih dari itu pengentasan kemiskinan.
Pada undang-undang No. 33 Tahun 1999 pasal 16 tentang pengelolaan zakat ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. Dan pada undang-undang No. 23 Tahun 2011 pasal 3 tentang tujuan pengelolaan zakat pada poin (b) adalah meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Kata pendayagunaan pada UU No. 33 tahun 1999 pasal 16 berarti meningkatkan suatu kondisi yang lemah menjadi lebih kuat dan mampu bertahan, serta pemanfaatannya dititik beratkan pada usaha yang produktif. Pada UU No. 23 Tahun 2011 sungguh jelas bahwa manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Akan tetapi dalam praktiknya pengelolaan zakat di Indonesia belum mampu mewujudkan peran strategis tersebut. Hal ini yang belum kita tunaikan dengan sebenarnya. Zakat selama ini pemanfaatannya belum berdayaguna. Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik melaporkan persentase penduduk miskin Indonesia turun menjadi 10,12 persen pada September 2017. Tercatat, jumlah penduduk miskin turun 1,19 juta jiwa dari Maret ke September 2017. Data BPS menyebutkan, masih terdapat 26,58 juta penduduk miskin pada September tahun lalu. Di kampung-kampung kecil di pelosok negeri ini. Zakat baru hanya menjadi solusi bagi setoples kue kering di Hari Raya Idul Fitri. Sungguh miris, dan persoalan ini berulang terus-menerus saban tahun.
Perintah menunaikan Zakat bagi manusia tentu memiliki banyak hikmah. Bukan hanya bagi si penerima Zakat namun juga bagi si pemberi yang menunaikan Zakat. Di dalam buku Fiqhuz Zakat yang ditulis oleh Dr. Yusuf Al-Qardhawi. Salah satu makna zakat adalah An-Numuw, dalam Bahasa Arab artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang tidak akan berkurang. orangorang yang selalu menunaikan zakat, jumlah nominal zakat yang dikeluarkannya dari waktu ke waktu semakin bertambah besar, itulah bukti bahwa zakat sebenarnya tidak mengurangi harta kita, bahkan sebaliknya.
Memang secara logika manusia, dengan membayar zakat maka harta kita akan berkurang, misalnya jika kita mempunyai penghasilan Rp. 2.000.000,- maka zakat yang kita keluarkan adalah 2,5 % dari Rp. 2.000.000,- yaitu Rp 50.000,-. Jika kita melihat menurut logika manusia, harta yang pada mulanya berjumlah Rp.2.000.000,- kemudian dikeluarkan Rp. 50.000,- maka harta kita menjadi Rp. 1.950.000,- yang berarti jumlah harta kita berkurang. Tapi, menurut ilmu Allah yang Maha Pemberi rizki, zakat yang kita keluarkan tidak mengurangi harta kita, bahkan menambah harta kita dengan berlipat ganda.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 39 : Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat gandakan”.
Dalam ayat ini Allah berfirman tentang zakat yang sebelumnya didahului dengan firman tentang riba. Dengan ayat ini Allah Maha Pemberi Rizki menegaskan bahwa riba tidak akan pernah melipat gandakan harta manusia, yang sebenarnya dapat melipat gandakannya adalah dengan menunaikan zakat. Selain harta muzakki tumbuh dan berkembang setelah ia menunaikan zakat, badan pengelola dan penyalur zakat pun harus memiliki formula yang jitu agar penerima zakat atau mustahik pun memiliki kualitas ekonomi yang tumbuh dan berkembang.
Di Indinesia, zakat memang telah diatur dalam perundang-undangan yang terperinci dan baik. Namun, tidak meenjamin tercapainya pengelolaan yang baik, jika pengelolanya tidak memiliki sifat amanah. Dengan demikian untuk tercapainya pengelolan yang maksimal, maka pengelola zakat tersebut baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat dapat amanah dan bekerja secara maksimal.
Begitu pula program pemberdayaan umat yang digulirkan selama ini akan berhasil baik, apabila badan pengelola dan penyalur zakat memiliki formula yang jitu serta bekerja maksimal dibarengi dengan kesadaran setiap muzakki untuk menunaikan kewajiban zakatnya sesuai syariat maka program pengentasan kemiskinan menjadi hal yang mudah untuk kita tuntaskan.***
Asy’ari Hidayah Hanafi, S. Pd
Pengurus Agupena Flores Timur