suluhnusa.com – Aksi solidaritas yang ditunjukkan oleh Komunitas Gusdurian Sidoarjo dengan mengunjungi Gereja Santa Maria Tak Bercela Ngagel Surabaya pasca ledakan disambut dengan suasana suka dan terharu, Rabu, 15 Mei 2018.
Kedatangan Gusdurian Sidoarjo ini untuk memberikan dukungan kepada keluarga korban. Mereka membawa bunga mawar merah putih. Aksi Gusdurian ini disambut haru umat katolik yang sedangt menggelar misa requem dan pengampunan di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Ngagel Surabaya.
Selain membawa bunga mawar merah putih para Gusdurian juga diberikan kesempatan untuk berdoa bagi para korban dan bangsa Indonesia di altar gereja sesuai keyakinan Islam.
Seturut pengakuan Gusdurian kedatangan mereka bukan sekedar membawa bunga tetapi juga mendukung toleransi dan memberikan rasa nyaman seerta membantu pemulihan keluarga korban secara psikologi.
Sekitar pukul 16.30 serombongan anak muda dari organisasi Gusdurian Sidoarjo tiba. Sebelumnya di sebuah grup whatsapp Bhineka Surabaya, mereka membuat janji berkunjung ke Gereja Santa Maria. Mereka datang dengan sepeda motor sambil membawa seikat mawar merah dan putih.
Kisah mengharukan mengenai misa ini ditulis oleh Andy Budiman, seorang mantan jurnalis yang kini menyeberang ke dunia politik dan bergabung ke PSI.
Andy hadir saat Misa yang dilakukan pada Selasa (15/5/2018) kemarin. Berikut penuturan Andy dalam sebuah tulisan: Semua Sudah Diampuni
BACA JUGA :
https://suluhnusa.com/seni-budaya/20140731/idul-fitri-umat-islam-berjejer-menanti-kedatangan-umat-katolik.html
“Tak ada kebencian. Semua sudah diampuni,” kata Romo Kurdo menceritakan pertemuannya dengan keluarga korban bom Gereja Santa Maria Tak Bercela. Para pengunjung misa yang datang untuk berdoa dan menghormati Bayu atau Aloysius Bayu Rendra Wardhana yang gugur ketika menghadang para teroris, meneteskan air mata.
Selasa (15/5) sore itu, perasaan saya sebagai bagian dari Indonesia, entah kenapa terasa begitu kuat. Ada rasa marah, membayangkan ada orang yang begitu biadab melancarkan teror dan membunuh mereka yang tak bersalah, tapi sekaligus terharu dan sedih melihat para korban yang sangat tegar, tabah, dan memaafkan
Sebelum misa, saya ditemani Pak Irianto Susilo, salah seorang tokoh dialog lintas agama Surabaya, berkeliling ground zero mendengarkan cerita detail yang begitu mengerikan tentang apa yang terjadi pada hari Minggu pagi itu. Dua kakak beradik yang mengendarai motor berusia belasan, dihadang oleh Bayu, dan kita semua tahu bagaimana sisa cerita itu. Potongan tubuh berceceran dan darah tumpah di halaman rumah ibadah.
Sore itu ketegangan masih terasa mengambang di udara. Orang-orang menggelengkan kepala tak percaya atas apa yang terjadi, tukang yang tenggelam dalam kesibukan memperbaiki beberapa bagian gereja yang rompal dan kaca yang pecah. Aroma udara masih menyisakan sedikit bau amis dan kopi yang ditaburkan untuk menyamarkan sisa darah.
Saya menatap nanar ke arah bagian depan atas bangunan berbahan seng di seberang gereja yang berjarak sekitar 200 meter. Bagian yang terlihat penyok berwarna merah. “Kepala pelaku yang diboncengi mental sampai ke sana” kata seorang petugas keamanan. Saya ngeri membayangkan betapa dahsyatnya daya ledak bom.
Di kantin, para ibu jemaat gereja masih mencoba tersenyum sambil melayani dan membagikan makanan kepada para aktivis, petugas keamanan, tukang, dan wartawan yang datang ke titik nol.
TERKAIT :
https://suluhnusa.com/seni-budaya/20160822/saat-idul-fitri-damai-itu-datang-dari-gereja-ke-masjid.html
Dalam misa tersebut, Aloysius Bayu Rendra Wardhana dikenang karena aksi heroiknya menghadang bomber di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Surabaya. Ada sebuah kisah mengharukan saat misa dilakukan sebagai penghormatan untuk Bayu.
Kisah heroik Bayu terjadi pada Minggu (13/5) pagi. Jelang misa kedua, pukul 07.05 WIB, dua orang berboncengan nekat menerobos masuk ke kawasan Gereja Santa Maria Tak Bercela (SMT).
Bayu yang sedang bertugas parkir gereja menghadang kedua pengebom itu. Sebelum meledakkan diri, para bomber itu sempat didorong oleh Bayu agar tak memasuki area gereja.
Bom yang digunakan para pelaku itu berjenis TATP (triaceton triperoxide) yang dijuluki ‘The Mother of Satan’. TATP merupakan bom kimiawi yang memiliki daya ledak tinggi. Polisi menyatakan TATP merupakan jenis bom yang mudah dibuat, namun sangat sensitif dan tidak stabil. Bom ini termasuk dalam kategori high explosive.***