
suluhnusa.com-Lima Tahun lalu mereka dicibir. Sebab mereka memilih Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende untuk menimbah ilmu agama Katolik.
Banyak pula cemohan yang dilontarkan orang, pun ada sekian pertanyaan dilontarkan. Kenapa memilih kuliah di STIPAR Ende, apakah tdak ada sekolah tinggi lain yang lebih baik dari STIPAR Ende ?
Demikian cibiran dan cemohan yang dilontarkan berbagai kalangan saat itu. Dicercah dan dicemooh saban hari, akan tetapi mereka tetap yakib bahwa STIPAR adalah pilihan yang tepat.
Inilah sekelumit kisah dari para mahasiswa STIPAR Ende yang diwisuda, 7 Oktober 2016.
Cerita ini disampaikan oleh Emilia Dafrosa Kemba, dalam sambutan mewakili wisudawan/ti pada rapat senat terbuka sekolah tersebut saat melepas 48 Sarjana Agama Katolik angkatan ke 22, tahun ajaran 2015/2016.
Dafrosa Kemba menuturkan saat mereka dicibir, mereka yakin bahwa segala jeri payah yang dilakukan nama Tuhan tdak akan sia-sia.
Dan benar, Emilia Dafross Kemba menjadi mahasiswi cumlaud dengan IPk 3,61 bersama Maksimiliana Lipo 3,51.
Hadir dalam acara wisuda itu adalah Dirjen Bimas Katolik, Vikep Keuskupan agung Ende, Wakil Bupati Ende, Ketua Yayasan Persekolahan St. Petrus yang membawahi STIPAR Ende.
Dirjen Bimas Katolik, Kementerian Agama RI, Eusabius Binsasi, menegaskan bahwa menjadi katekis agama katolik bukan sekedar menjadi guru agama. Akan tetapi menjadi guru iman. Katekis itu guru iman. Nah karena guru iman maka para katekis wajib meneladani Yesus Sang Katekis Agung.
Katekis harus menjadi pewarta iman. Memiliki keterampilan pewartaan, hidup sederhana, rela berkorban dan pengabdian. Oleh karena itu, Binsasi mengajak untuk semua pihak mengembangkan semu potensi untuk melahirkan katekis yang handal dan beriman penuh kasih (sandrowangak)


