suluhnusa.com_Dunia pendidikan di Bali, terus berinovasi. Inovasi terbaru dating dari Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) Singaraja.
Meraka mampu menciptakan alat sensor seismos otomatis atau sensor peringatan dini gempa bumi. Inovasi alat deteksi gempa bumi dini ini diciptakan oleh tiga orang mahasiswa UNDIKSHA Singaraja program studi Pendidikan Fisika.
Ketiga yang berhasil menciptakan alat tersebut adalah Abdul Malik Fajar, Kadek Linda Yudiastari dan I Nengah Guna Sriantika Yasa.
Kepada Wartawan, Senin, 14 Juli 2014 di Denpasar, Abdul Malik Fajar di dampingi dua rekannya menjelaskan slat detektor gempa sederhana sistem mikrokontrol ini dapat digunakan sebagai mitigasi atau peringatan dini terjadinya gempa.
Melihat kondisi Indonesia yang beberapa tahun terakhir selalu terjadi gempa ketiga mahasiswa ini lalu menciptakan alat yang muda digunakan, efisien dalam pemakaian, hemat energi listrik dan murah.
“Alat detektor gempa dini ini, muda digunakan, efisien, hemat listrik dan murah. Sehingga bias dipasang dirumah atau diperkantoran,” ungkap Malik Fajar.
Lebih jauh Malik menjelaskan Prediksi hasil dan fungsi dari alat detektor gempa sederhana sistem mikrokontrol ini yaitu Sebagai peringatan dini terhadap gempa bumi, menambah kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya gempa bumi, memudahkan mitigasi bila terjadi gempa bumi, Dengan alat yang sederhana maka didapat harga produksi yang murah sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, membantu pemerintah dalam upaya mengurangi dampak primer yang ditimbulkan oleh gempa bumi.
Sementara itu Kadek Linda Yudiastari, menungkapkan beberapa gempa besar secara berulang sudah terjadi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir yang menyebabkan dampak yang buruk terhadap populasi penduduk dan bangunan-bangunan yang ada di Indonesia.
Jumlah korban yang disebabkan oleh bencana gempa bumi tidaklah sedikit. Hal tersebut dikarenakan bahwa gempa bumi merupakan fenomena alam yang tiada satu manusia, atau alat apa pun, mampu meramalkan kapan bencana tersebut akan datang atau terjadi secara akurat dan pasti.
Padahal, demikian Yudiastari, secara geologis hampir semua daerah di Indonesia ini tidak ada satu daerah pun yang luput dari “resiko” Gempa Bumi Tektonik.
“Sebenarnya telah ada sensor yang telah dipasang pada titik-titik tertentu, namun, pada pemasangan sensor tersebut masih bersifat konvensional, karena diperlukan banyak kabel penghubung diantara tiap sensor dengan stasiun pemantau utama, serta bergantung pada tenaga manusia untuk pengawasanya, dan hal itu akan sangat berpengaruh pada proses penggukuran serta deteksi,” ungkap Yudiastari.
Nah, dengan hadirnya Sensor seismos otomatis atau dekteksi gempa otomatis ini masyarakat akan mengetahui adanya gempa secara otomatis.
Secara teknis, I Nengah Guna Sriantika Yasa, menjelaskan Sensor seismos otomatis yang menggabungkan konsep bandul dan elektronika ini akan bekerja jika terjadi getaran gempa gumi dengan memberikan peringatan suara.
Prinsip kerja dari sensor ini jika getaran gempa bumi maka sensor akan terhubung kepada circuit control yang kemudian akan membunyikan peringatan gempa bumi.
Sensor seismos otomatis akan bekerja menggunakan sistem microcontroller tipe ATE Mega 8535 yang berfungi sebagai pengolah data sensor dan data gempa bumi yang akan ditampilkan ke layar LCD serta output suara. Isi dari mikrokontrol tersebut adalah program yang dirancang sesuai dengan prinsip kerja yang dibuat dengan bahasa pemrograman basic.
“Sensor getar berfungsi untuk mendeteksi getaran gempa bumi yang terjadi. Sensor tersebut dibuat dengan rangkaian transistor sebagai saklar. Transistor tersebut merupakan saklar elektronik yang dapat bekerja apabila menerima sinyal listrik. LCD (Liquid Cristal Display) yang terdiri dari modul LCD 2×16 (2 baris & 16 karakter) digunakan berfungsi menampilkan data gempa bumi. Alarm yang digunakan berupa MP 3 player sebagai output suara sebagai peringatan dini terjadinya gempa bumi,” jelas Sriantika Yasa.
Dan hasil kerja keras ketiga mahasiswa UNDIKSHA ini pernah diujicoba dan mendapat apresiasi positip oleh pemerintah Kabupaten Kebumen, melalui Badan penanggulangan Bencana Daerah, 11 Juli 2014 lalu.
Disinggung apakah mereka bersedia bila pemerintah Provinsi Bali, atau pemerintah kabupaten/Kota di Bali meminta mereka untuk melakukan ujicoba, ketiga menyatakan bersedia dengan senang hati.
“Karena inovasi ini adalah inovasi akademik dan ilmiah maka kami akan melakukan ujicoba secara ilmiah dan akademik juga, bila di minta oleh pemerintah Provinsi Bali atau Kabupaten/Kota di Bali,” tutup Malik Fajar diamini kedua rekanya. (sandro wangak /ni nyoman sunuasih)