suluhnusa.com_Bila tindakan korupsi adalah bagian dari mafia, maka patutlah disebut kasus Lamanepa adalah mafia birokrasi yang merajalela sampai ke desa. Sebab itu, tak heran bila urunan satu juta itu, lalu menjerat Lamanepa ke Meja Korupsi.
Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Kasus-kasus korupsi di Indonesia sudah sangat banyak. Bahkan sebagian ilmu sosial sudah menyatakan bahwa korupsi itu sudah mengakar menjadi budaya bangsa Indonesia. Kalau benar pernyataan tersebut, tentunya akan bertentangan dengan konsep bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur seperti yang terkandung di Pancasila, ataupun seperti yang telah diajarkan oleh agama-agama yang berkembang subur di Indonesia.
Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan tetapi di Indonesia korupsi sudah menjadi suatu kebiasan yang subur di kalangan para pejabat dari level tertinggi pejabat negara, sampai ke tingkat RT yang paling rendah.
Patutlah bila, Negeri tersandera korupsi adalah sandangan yang tepat untuk Indonesia saat ini. Disisi lain, ada negara yang terkenal dengan kesadisan mafianya. Tengoklah mafia kriminal di Italia, mafia narkoba di Meksiko, dan mafia Yakuza di Jepang. Ternyata Indonesia mempunyai ‘prestasi’ yang tak kalah dengan fenomena mafia di negara lain. Inilah fenomena mafia birokasi di Indonesia, seperti mafia hukum, mafia pajak dan mafia politik. Mafia birokrasi inilah yang menjadi penyebab tindakan korupsi dan manipulasi di Indonesia semakin merajalela.
Nah, di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Provinsi NTT ada mafia ini. Mafia Birokrasi merajalela sampai ke desa. Terbukti, kasus korupsi yang melibatkan Kepala BPMD Kabupaten Flore Timur, Ramly Lamanepa adalah bagian dari mafia birokrasi yang sedang merajalela ke desa.
Terbukti, Kepala BPMPD Flotim Ramly Lamanepa didakwa sebagai pegawai negeri dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dalam kasus dugaan korupsi pungutan Rp 1 juta/desa di Kabupaten Flotim TA 2012.
Demikian terungkap dalam sidang pembacaan tuntutan oleh JPU Kejari Larantuka Bambang S dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim IB Dwiyantara didampingi anggota Agus Komarudin, dan Anshory Sayfudin di Pengadilan Tipikor Kupang, Senin 16 Desember 2013.
Menurut JPU, saat Lamanepa mendapatkan informasi adanya dana PPID untuk Kabupaten Flotim di APBN 2012 maka selanjut terdakwa berencana mengajukan permohonan dana dengan proposal yang berisi data serta profil desa.
Selanjutnya, Rabu 29 Februari 2012 diadakan rapat disimpulkan tiga kesimpulan dan diutus 17 staf BPMPD Flotim untuk mengumpulkan bahan dan data dilengkapi surat perintah dan SPPD.
Selain itu 17 staf juga diinstruksikan untuk meminta kepala desa memberikan dukungan partisipatif berupa dana Rp 1 juta dan dana yang dikumpulkan disimpan oleh sekretaris BPMPD Flotim Rufus Koda Teluma atas perintah terdakwa. Ada 114 desa di Kabupaten Flotim yang bersedia menyerahkan dana Rp 1 juta per desa untuk biaya proposal dan dana Rp 1 juta dikumpulkan kepala desa dari kas APBDes serta dana pribadi maupun iuran kepala desa dan perangkat desa.
Berdasarkan daftar tanda terima total dana yang terkumpul mencapai Rp 114 juta tapi biaya penjilidan proposal dana PPID hanya sebesar Rp 8.500.000 dan untuk membiaya penjilidan proposal dipinjam dananya dari bendahara BPMPD Flotim.
Diteruskan pada tanggal 8 Maret 2012 terdakwa ditemani Kasubag Keuangan BPMPD Flotim Simon Soge Makin menyerahkan proposal ke Kemendagri cq Dirjan PMD Kemendagri dan Banggar DPR RI Perbuatan terdakwa bertentangan dengan Pasal 5 ayat 1 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN; Pasal 122 ayat 9 Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; dan Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Ini dia, atas apa yang dilakukan oleh Ramly Lamanepa tersebut maka Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e dan f UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tidak hanya itu, JPU pun menduga bahwa aliran dana ini bukan hanya dinikmati oleh Ramly Lamanepa. Dugaan ini mengarah kepada sebuah kebenaran. Patut pula dibenarkan atas dugaan JPU ini, bila mengacu pada perilaku korupsi tidak lain dan tidak bukan adalah mafia birokrasi juga.
Dan karena itu, Bupati Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Yosep Lagadoni Herin, pada 1 November 2013, pun di periksa di Kejaksaan Negeri Larantuka, berkaitan dengan kasus pungutan liar Rp 1 juta per desa yang dilakukan terdakwa Ramly Lamanepa.
Dikisahkan, Yosni, sapaan akrab Yosep, tiba di Kejari Larantuka sekitar pukul 11.00 Wita menggunakan mobil dinas nomor polisi EB 1 C. Yosni didampingi Kepala Bagian Hukum Saiman Peten Sili dan sejumlah staf pada Bagian Hukum Sekrertariat Daerah Flores Timur.
Yosni lebih dahulu diterima oleh Kepala Kejaksaan Negeri Larantuka Made Sujatmika di ruang lobby Kantor Kejari Larantuka. Beberapa saat kemudian, dia digiring memasuki ruang kerja Made Sujatmika. Yosni lalu dipindahkan ke Ruang Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Avi Yuanto untuk menjalani pemeriksaan. ”Beliau masih diperiksa sebagai saksi,” kata Sujatmika.
Menurut Sujatmika, pemeriksaan terhadap Yosni sudah diagendakan oleh Kejaksaan Larantuka. Sebab, Yosni merupakan atasan langsung Ramly Lamanepa yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Pemeriksaan ini bukan atas desakan Kejaksaan Tinggi NTT, tapi sudah diagendakan sejak awal. Ehemmm…titik terang sebuah kebenaran. sekali lagi pemeriksaan bukan desakan Kejarti NTT tetapi memang sudah direncanakan sejak awal.
Sujatmika mengatakan, Yosni diduga mengetahui proses awal terjadinya pungutan liar tersebut. “Ramly kan anak buahnya Bupati,” ucapnya. Sujatmika enggan memastikan apakah Yosni bisa dijadikan tersangka. “Tunggu saja hasil pemeriksaan.”
Pemeriksaan terhadap Yosni sempat dihentikan sementara karena penyidik Kejaksaan harus menjalankan salat Jumat. Adapun Yosni tidak banyak berkomentar ketika ditanya wartawan pada saat jeda pemeriksaan. “Pemeriksaan masih dilanjutkan pukul 13.15 Wita,” ucapnya.
Kasus pungutan liar tersebut diungkapkan lembaga swadaya masyarakat Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gertak) Flores Timur pada 2012 lalu. Pungutan dilakukan terhadap 114 desa di Kabupaten Flores Timur.
Uang urunan atau pungutan ini digunakan untuk memuluskan permohonan pengucuran dana, yang didalihkan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat desa dari pemerintah pusat. Selain untuk membiayai penyusunan proposal, pungutan juga dipakai sebagai biaya melobi seorang pejabat di Jakarta.
Siapakah pejabat itu.? Wait and See sajalah.! Yang pasti, kasus tersandungnya Ramly Lamanepa di Meja Korupsi gara-gara urunan satu juta dari Desa ini, selalu menarik dikuping dan lezat dilidah kata. (lorens leba tukan/sandro wangak)
Yth. Bpk lorens leba tukan/sandro wangak,
Fakta kasus orang perorangan yang saudara ungkap ke rana publik begitu jelas
adanya, tapi penekanan pada kata “Lamanepa” sungguh sangat melecehkan
suku kami… Pertanyaannya, “apakah kasus yang saudara ungkap ke publik
ini melibatkan seluruh keluarga besar Lamanepa?”
Saya mewakili keluarga besar Lamanepa memperingatkan saudara lorens leba
tukan/sandro wangak untuk tidak menekankan kata “Lamanepe” pada kasus
apapun tapi menekankan nama orang perorangan yang terlibat pada kasus apapun
dan di manapun juga tempatnya karena bisa kami angkat ke rana hokum sebagai
kasus pencemaran nama baik keluarga besar kami, terima kasih.
Salam,
Menurut saudara Amran Lamanepa, bagian mana yang perlu di edit atau dihilangkan dari artikel tersebut? Mohon dengan hormat diberitahukan.
Terima kasih,
Salam.
Yth. Saudara Amran Lamanepa:
Sebelum menjawab pertanyaan yang saudara ajukan, berkenan kami memberi salam sejahtera dan selamat berbahagia menjelang akhir tahun:
bahwa…
Saudara, Kami dan semua masyarakat Flores Timur, tentu tau perihal pungutan 1 juta per kepala desa itu terjadi dan berindikasi korupsi.
Karena berindikasi korupsi maka Jaksa lalu melakukan penyelidikan, penyidikan dan selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Dan kasus itu sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor KupangKarena Ramly Lamanepa adalah pejabat publik, seorang birokrasi dan diduga melakukan tindakan korupsi yang merugikan publik, dan publik ingin tau perkembangan kasus yang menimpa pejabat publik tersebut dalam hal ini Ramly Lamanepa, kepala BPMD Kabupaten Flores Timur itu.
Karena publik ingin tau, suluhnusa.com sebagai sebuah media berkewajiban melayani kepentingan publik untuk memberikan informasi dan wawasan kepada publik, tentang apa yang dilakukan oleh pejabat publik tersebut.
Bahwa apa yang kami beritakan itu adalah fakta lapangan. Berita tentang sidang kasus dugaan korupsi pungutan Satu Juta yang melibatkan Kepala BPMD Kabupaten Flores Timur, Ramly Lamanepa. Setujuh bukan.?
Terkait dengan fakta dan akurasi berita di WEKLYLINE.NET, dengan judul “Karena Pungutan Sejuta Itu, Lamanepa Tertunduk di Meja Korupsi”dan ditanggapi oleh Saudara Amran Lamanepa, bahwa berita tersebut ditulis dengan penekanan pada kata “Lamanepa”, dan karena itu, anda tersesinggung mewakili seluruh keluarga “Lamanepa”
Atas tanggapan dan komentar Saudara Amran Lamanepa itu, kami Redaksi suluhnusa.com, menjelaskan bahwa:
a. Berita itu ditulis berdasarkan fakta lapangan dalam hal ini peristiwa sidang kasus dugaan korupsi pungutan 1 juta yang melibatkan Kepala BPMD Ramly Lamanepa.
b. Akurasi berita itu dianggap cukup berdasarkan fakta lapangan dan kebenaran. Kebenaran yang saya maksudkan disini adalah kebenaran soal peristiwa sidang itu, bukan kebenaran soal ketelibatan Ramly Lamanepa, karena kami sebagai wartawan dilarang untuk memvonis seorang bersalah atau terlibat korupsi apabila belum ada kekuatan hukum tetap dari pengadilan.
c. Perlu sudara Amran Lamanepa ketahui bahwa, secara kode etik terkait akurasi sumber informasi, dalam proses penyajian berita yang akurat kami selalu mengidentifikasi ulang sumber-sumber informasi sebelum menyajikan berita, dengan penyebutan sumber harus menyebutkan nama, bukan anonim (tanpa nama).
Menurut Mencher (2000), dalam penyebutan nama narasumber ada empat tipe atribusi/penamaan atau penyebutan sandangan nama yaitu on the records: seluruh statement dan atribusi dapat dikutip bila perlu sebutkan nama dan title narasumber yang memberikan statement, atau menyebutkan nama pihak-pihak yang terkait dalam peristiwa tersebut; on background: seluruh statement dapat dikutip tapi tidak untuk atribusi atau narasumber tidak dapat disebutkan secara detil; on deep background: apapun yang dikatakan oleh sumber tidak dapat dikutip langsung, begitu pula identitas narasumber sehingga seorang wartawan menulis sendiri kisah tersebut; dan off the record: informasi hanya untuk pengetahuan wartawan saja dan tidak dapat disebarluaskan. Informasi pun tidak dapat digunakan untuk mendapatkan konfirmasi dari narasumber yang lain.
d. Berdasarkan point (c) di atas, maka berita tentang “Karena Pungutan Sejuta Itu, Lamanepa Tertunduk di Meja Korupsi”ditulis dan disajikan berdasarkan on the record
e. Sejatinya dalam penulisan berita berdasarkan on the records dimaksud, nama sandangan narasumber disebutkkan dengan terang dan jelas, lazimnya nama belakang narasumber kerapkali digunakan.
f. Dengan demikian, Redaksi suluhnusa.com tidak memiliki tendensi apapun terhadap keluarga besar Lamanepa, dan karena itu, dalam penulisan berita dan editing tidak memberikan penekanan atau berusaha membuat keluarga besar “Lamanepa” tersinggung.
Untuk itu, kami berharap agar saudara Amran Lamanepa tidak tersinggung sebagaimana mewakili keluarga besar Lamanepa.
Ini jawaban kami atas komentar Saudara Amran Lamanepa, dan apabila jawaban tidak berkenan maka, seidealnya berdasarkan aturan Jurnalistik, Saudara Amran Lamanepa, bisa melayangkan surat klarifikasi secara resmi kepada Redaksi suluhnusa.com terkait berita dimaksud ke alamat email : sandro@suluhnusa.com atau alamat : Redaksi Perum Nata Estate, Jalan Kresek-Denpasar-Bali
Demikian komentar dan jawaban dari kami Redaksi suluhnusa.com. teriring salam dan doa, juga terimakasih atas komentar Saudara Amran Lamanepa
Denpasar, 18 Desember 2013
Sandro Wangak
Pemimpin Redaksi
Yth. Saudara Sandro
Wangak,
Terima kasih atas balasan saudara…
Pertama, kelaziman
‘penulisan nama
belakang (suku, “Lamanepa”)’ berdasarkan aturan yang mana bung Sandro
Wangak? Apakah
sudah ada aturan baku penulisan tersebut dalam sikon manapun juga?
Sepengetahuan kami, penulisan itu akan lumrah (lazim) untuk berita dan hal-hal
yang
membaikan (prestasi), lalu bagaimana untuk berita dan hal-hal yang
memberikan stigma buruk atau aib buat suku (Lamanepa) dalam perjalanan
ke depannya oleh masyarakat awam? Saya bisa minta tolong ditunjukan
aturan kelaziman penulisan berita untuk nama dan suku tersbt bung Sandro Wangak?
Kedua,
diharapkan email dan pernyataan kami pada kolom komentar terdahulu
sudah merupakan bagian dari klarifikasi kami atas berita yang saudara
angkat ke publik agar ke depannya tidak memberikan stigma buruk dari pandangan
masyarakat awam terhadap suku kami (Lamanepa), salam
memang kenyataan ada kasus korupsi itu kok…nah..penekanan pada Lamanepa itu dimana..???kebetulan kasus ini melibatkan Kepala BPMD yang kebetulan juga bernama Ramly Lamanepa..jadi alangkah bijak kalau Amran Lamanepa lalu tidak membuat kesimpulan berita ini menyudutkan keluarga Lamanepa..toh, kasus ini tidak melibatkan seluruh Keluarga Lamanepa kan..???