
suluhnusa.com – Kegiatan LKTD untuk Karang Taruna, di Desa Tuwagetobi sudah berakhir 18 November 2017. Dua hari digebut dengan berbagai ilmu berorganiasasi dan pengetahuan tentang beragai hal berkaitan dengan kempimpinan dan pemuda.
Beberapa pemateri didatangkan untuk membagikan ilmu kepada kaum muda di kampung Honihama, Desa Tuwagoetobi, Kecamatan Witihama, Flores Timur. Alex Ofong (Wakil Ketua DPRD NTT), Lanny Koroh (Akademisi), Silvester Petara Hurit (Seniman), Daniel Ama Nuen (Tokoh Muda), Maksimus Masan Kian (Ketua Agupena Flotim), Muhammad Soleh Kadir (Penulis Buku, Penyair). As’yari Hidayah Hanafi (Penuis dan Adminsitrator), Sandro Balawangk (Jurnalis), Kasmir Kopong (Manager Swastisari) dan Ola Mangu Kanisius (Staf Ahli Ombdsman NTT dan Magister Hukum).
Tidak lupa, Kamilus Tupen Jumad, pegiat Rumah Perubahan bersama Reinald Gazali tapi memilih tinggal di Honihama dan dipercayakan menjadi Ketua BPD Desa Setempat.
Hari terkahir, di tanggal 18 November 2017, bersama hujan Daniel Ama Nue tiba di lokasi kegiatan. Basah karena hujan, tetapi demi pemuda kampung, Ama Nue tetap bersemangat membawakan materi sambil menunggu kehadiran Alexander Take Ofong, Wakil Ketua DPRD NTT yang dipercaya berbagi ilmu soal Managemen Konflik. Bersama Silvester Petara Hurit, Alex Ofong pun tiba di lokasi kegiatan setelah meninjau Gedung Sekolah Dasar di Desa tersebut yang terkena musiba.
Materi pada hari itu, di tutup Kasmir Kopong dengan materi Peran Pemuda dalam membangun Desa Yang mandiri dan berdayasaing. Usai membawakan materi ditemani Koplat-Istilah Honihama menyebut Kopi Panas. Koplat sendiri adalah singkatan dari Kopi Platin-Kopi Panas.
Melingkar bersama, Ola Mangu Kanisius, Kamilus Kopog Jumat, Greorius Puhugelong (Sekretris Desa), Pejabat Desa Tuwagoeobi, Kasmir Kopong, Sandro Balawangak, Amber Kabelen, Daniel Ama Nue, Azam Putra Lewokeda dan Stanis Lamapaha, sembari menikmati rintik hujan yang jatuh satu satu dibawah angin dari puncak Ile Boleng.
Kamilus Tupen, sosok yang memberi inspirasi bagi banyak orang setelah pulang dari Malaysia, lewat Kelompok Tani Lewowerag itu, tiba tiba ditengah diskusi hangat, menggagas ‘arisan pengetahuan’.
Gagasan ini langsung disambut kaget oleh Amber Kebelen dan Maksimus Masan Kian serta serta Daniel Ama Nue. Menurut Kamilus, berbagi ilmu dan pengetahuan kepada kaum muda dari kampung ke kampung sudah harus dilakukan. Sebab, kaum muda kampung yang tersebar di Flores Timur dan Lembata juga Alor (Komunitas Lamaholot) membutuhkan sentuhan dari berbagai bidang agar bisa mahir menjadi modal dalam membangun kampung lahirnya.
Lamaholot. Sekali nama itu didengungkan, dalam benak kita pasti langsung tergambar sebuah kepulauan yang kaya. Kaya akan segalanya. Tak hanya kaya sumber daya, Lamaholot juga punya beraneka ragam kekayaan kultural yang khas dan unik Flotim punya kekhasan. Lembata memiliki keunikan. Dan Alor berciri khas.
Bermodal kekhasan, unik dan berciri khas ini, butuh sentuhan ilmu pengetahuan agar anak muda kampung bisa mandiri dan berdayasaing melalui life skill.
Seiring beralihnya zaman, tantangan yang musti dihadapi Orang Kampung Lamaholot semakin berat. Kini, seluruh dunia, tak terkecuali Lamaholot yang mnjadi bagian dari Indonesia, telah memasuki era yang disebut-sebut sebagai era globalisasi. Kata
Malcolm Waters, sosiolog, globalisasi ialah proses dimana kendala-kendala dan batasan-batasan geografis terhadap berbagai penyelenggaraan ekonomi, politik, sosial, dan budaya sedang berkurang, dan masyarakat menyadari hal tersebut.
Simpelnya, globalisasi itu merupakan suatu peristiwa tatkala batas negara-negara di dunia menjadi kabur, sehingga produk maupun nilai-nilai bisa masuk secara bebas dari satu negara ke negara lainnya.
“Poin terakhir di atas perlu menjadi bahan kontemplasi kita bersama,” ungkap Maksimus Masan Kian. Disambung Kamilus Tupen Jumat, Bayangkan, dengan semakin bebasnya nilai-nilai dari luar masuk ke Lamaholot, lalu bagaimana nasib nilai-nilai asli Lamaholot sendiri? Apakah akan sirna dibombardir nilai-nilai asing tersebut? Ditambah lagi, Lamaholot yang bagian dari Indonesia tergolong negara Dunia Ketiga yang tak terlalu punya kekuatan di kancah internasional.
Kalangan Orang Muda Kampung juga disebut sebagai agent of change, harus benar-benar melakukan perubahan untuk dirinya. Tak harus memulainya dengan sesuatu yang besar dan muluk-muluk. Mulailah dengan melaksanakan hal kecil. Suka menari tarian daerah dan memainkan permainan rakyat, menggunakan bahasa daerah dengan baik dan benar, beriringan dengan bahasa Indonesia, dan mulai menyukai warisan budaya.
Motivasi Arisan Pengetahuan, selain untuk memandirikan orang muda kampung yang berdayasaing menuju jalan perubahan, dalam hati yang paling dalam, juga tersimpan keinginan untuk melestarikan kebudayaan Lamaholot.
Sebab, perubahan bisa terjadi ketika kita semua melakukan tindakan riil. Tindakan nyata! Bukan sekadar mengomel-ngomel atau mengutuki ini dan itu di forum-forum internet. Sebab omelan dan kutukan itu tak akan berbuah apa-apa, melainkan hanya menjadi uap pada akhirnya.
Dan komitmen untuk berarisan pengetahuan ini sudah menjadi kesepakatan bersama di Honihama, oleh Alexander Ofong, Silvester Petara Hurit, Kamilus Tupen Jumat, Kasmirus Kopong, Sandro Balawangak, Ola Mangu Kanisius, Daniel Ama Nue, Gregorius Puhugelong, Amber Kebelen, Silvester Lamapaha dan Azam Putra Lewokeda. Dan semoga Arisan kali berikut di Sandosi dan Horinara dapat terwujud berkat restu dan leluhur pemilik Kampung Lamaholot.
sandro wangak
Todanara, 20 November 2017