suluhnusa.com – Antrian Bahan Bakar Minyak di Kabupaten Lembata, menjadi persoalan pelik. Peliknya persoalan ini diakibatkan berbagai kebijakan yang menyalahi aturan. Selain itu, keterbatasan BBM Non subsidi untuk Lembata belum ada sampai dengan saat ini.
Akibat dari BBM Non Subsidi di Lembata jebol terus oleh karena BBM untuk kebutuhan Industri dan kendaraan pemerintah menggunakan BBM Subsidi.
Hal ini diakui oleh Direktris PT. Hikam, Nurhayati, SE ketika ditemui di kediamannya, di Lewoleba, Sabtu, 27 Oktober 2018.
Menurut Nurhayati, PT. Hikam sebagai penyalur tunggal kebutuhan BBM di Lembata tidak menyalurkan BBM Non Subsidi.
Ketika disinggung terkait surat edaran pemerintah Kabupaten Lembata berdasarkan surat dari PT. Hikam beberapa lalu, Nurhayati menjelaskan untuk saat ini di Lembata BBM Nonsubsidi terbatas. Surat tersebut dikeluarkan oleh PT. Hikam, karena sejak awal bulan Oktober 2018, PT. Hikam membeli BBM Jenis Pertalite dan Dexlite untuk dijual di Lembata.
“Ya kami membeli pertalite dan Dexlite untuk dijual di Lembata. Setiap hari kita membeli pertalite dan dexlite dari pertamina masing masing 5-10 KL untuk dijual di Lembata. Itu pun kita beli dalam jumlah yang terbatas,” ungkapnya.
Masih menurut Nurhayati, PT. Hikam mengeluarkan surat tersebut kepada pemerintah sebagai bentuk sosialisasi kepada masayarakat bahwa di Lembata sudah ada Pertalite dan Dexlite yang sudah ditetapkan secara nasional sebagai BBM Non Subsidi.
Berdasarkan surat edaran tersebut, semua kendaraan dinas, mobil mewah dan BBM kebutuhan indutri wajib menggunakan Pertalite dan Dexlite dan dilayani di APMS manual areal pelabuhan.
Sementara itu, untuk premium dan Solar merupakan jenis BBM Subsidi dan dilayani di APMS Lamahora.
“Harga pertalite dan Dexlite yang dijual di APMS Manual Lewoleba juga mengikuti harga jual secara nasional. Pertalite Rp. 7.800/liter dan Dexlite Rp. 10.500/liter,” ungkap Nurhayati.
Disinggung soal apakah selama belum ada ketersediaan Pertalite dan Dexlite di Lembata, kendaraan dinas, BBM Industri dan Kendaraan mewah menggunakan BBM Subsidi, Nurhayati mengakui menggunakan BBM Subsidi jenis solar dan Premium.
“Ya. Selama belum ada pertalite dan Dexlite, kendaraan dinas, BBM Industri memang menggunhakan solar dan premium yang merupakan BBM Subsidi. Kondisi memang begitu,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, kuota tetap premium untuk Lembata sebanyak 500 kilo liter per bulan dan karena keterbatasan sarana pengangkut dan penyimpanan maka diangkut setiap hari dengan kuota 20 kilo liter per hari. Sementara untuk BBM jenis solar kuota sebanyak 200 kilo liter per bulan dan minyak tanah sebanyak 175 kilo liter per bulan.
“Kuota ini sejak tahun 2014. Kita minta supaya ada penambahan kuota. Penambahan kuota harus atas usulan dari pemerintah, hanya saja sampai dengan saat ini belum ada penambahan kuota” tegasnya.
Kuota yang ada saat ini, lanjutnya, sudah tidak memenuhi kebutuhan lagi karena meningkatnya jumlah kendaraan dan tingkat kebutuhan masyarakat. Berdasarkan survei internal yang pernah dilakukan pihaknya pada 2015 di 126 desa, rata-rata terdapat 30 sepeda motor di setiap desa. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan kondisi pada 2018, jelas sudah terjadi peningkatan volume kendaraan roda dua yang cukup signifikan. Apalagi, saat ini sudah banyak pula warga di desa-desa yang memiliki mobil pick up.
Dengan demikian, jelasnya, terjadi peningkatan volume kebutuhan BBM terutama jenis premium, namun kuota yang berlaku masih menggunakan kuota 2014 dengan jumlah kendaraan yang tak sebanding dengan kondisi saat ini.
Soal penjualan BBM bersubsidi kepada perusahaan, ia tak menampiknya. Namun, rata-rata kendaraan perusahaan menggunakan BBM jenis solar. Pelayanan pun diberikan karena kendaraan tersebut menggunakan plat kuning. Sesuai aturan, kendaraan berplat kuning wajib dilayani di APMS atau SPBU. Ini yang menyebabkan BBM Subsidi jebol terus di Lembata.
sandro wangak
Bagus kawan…
Semoga ekonomi di flores dan lembata semakin berangsur baik dan merata..