suluhnusa.com_Ketika banyak kalangan di negeri ini bersungut sungut karena nilai rupiah ambruk, dan nila dollar melambung, tidak demikian dengan Bali. Bali bahagia karena itu.
Adalah Asisten II Sekretariat Pemprv Bali Bidang Ekonomi dan Pembangunan I Ketut Wija menjelaskan, perekenomian Bali sama sekali tidak berpengaruh dengan meroketnya nilai tukar Dolar Amerika Seikat yang dalam sepekan terakhir ini yang sudah mencapai Rp14.000 per dolar.
Sebab, dengan nilai Dollar melambung perekonomian Bali akan ikut melambung. Ini membahagiakan bukan ?
Khusus untuk Bali, menurut dia, semakin dolar itu naik malah semakin senang. “Karena hampir seluruh transaksi di Bali yang didominasi oleh pariwisata, hotel dan restoran, semuanya menggunakan dolar. Jadi semakin dolar itu naik, Bali semakin happy. Dolar naik malah senang,” katanya di Denpasar, Kamis 27 Agustus 2015.
Menurutnya, dampak dari krisis saat ini adalah beberapa kota lain di Indonesia terutama yang memiliki industri atau perusahan yang bahan bakunya merupakan hasil import.
Kalau pun tidak import, umumnya industri yang menggunakan bahan baku yang berasal dari alam dengan harga yang tinggi.
“Sementara di Bali tidak ada industri, tidak ada pabrik, dan tidak ada industri berskala besar. Jadi dolar naik tidak berpengaruh. Lagi pula karakter orang Bali memang tidak banyak protes, dan lebih cenderung menerima apa adanya,” ujarnya.
Wija menyebut dampak krisis saat ini memang tetap ada di Bali. Dimana terjadi penurunan secara signifikan transaksi pembelian properti, alat-alat elektronik, kendaraan dan bangunan. Transaksi ini selalu bersentuhan dengan rupiah dan ketika rupah jatuh gangguan itu selalu ada.
Sementara untuk industri kreatif di Bali memang sedikit berdampak.
“Kerajinan Bali biasanya produksi untuk ekspor. Paling-paling krisis ini sedikit terganggu karena penundaan ekspor dimana negara tujuan menghentikan untuk sementara waktu sambil menunggu kondisi ekonomi pulih. Disinilah gangguan ekonomi Bali tetapi tidak seberapa,” ujarnya.
Satu hal yang perlu diperhatikan oleh semua stakeholder adalah menjaga produksi lokal terutama untuk bahan pokok dan kebutuhan sehari-hari. Bila kebutuhan sehari-hari seperti makanan terpaksa harus import maka dampaknya akan sangat besar.
“Untuk di Bali, ketersediaan pangan masih cukup. Jadi tidak perlu import,” pungkas Wija. (kresia)
Orang bali memang tdk suka protes.bener tu